Mohon tunggu...
Ananda Amelia
Ananda Amelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Mahasiswa aktif s1 di UIN Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Problem Penegakan Hukum di Indonesia

25 Mei 2024   22:42 Diperbarui: 25 Mei 2024   22:42 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jika persoalan ini bisa diselesaikan maka penegakan hukum bisa berjalan efektif. Kurangnya kerjasama antar lembaga yang diakibatkan oleh beberapa permasalahan di atas menjadi salah satu penyebab terjadinya konflik antara aparat penegak hukum dengan hukum. Misalnya, konflik kewenangan dapat dijelaskan sebagai akibat tidak sinkronnya dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum, sehingga menimbulkan tumpang tindih kewenangan (exes de povoir). Konflik kewenangan ini tidak dapat timbul ketika peraturan perundang-undangan disinkronkan dan diselaraskan melalui proyek penelitian atau analisis mendalam, sehingga memungkinkan adanya justifikasi teoritis dan hukum terhadap kewenangan yang dihasilkan dari suatu peraturan. Negara sebagai satu kesatuan tidak tepat jika Anda juga fokus pada konsep hukum administrasi. Diantaranya adalah aturan yang melarang siapa pun merampas kekuasaan badan penyelenggara negara (Exes de pouvoir). Asas preventif “tidak seorangpun boleh saling merampas wewenang suatu badan penyelenggara negara” bertujuan untuk menghentikan ekses-ekses yang mungkin timbul dari pembagian wewenang dan tanggung jawab dalam suatu struktur satuan pemerintahan. Tujuan, dan asas hukum Indonesia tertuang dalam ideologi dan konstitusi negara yang menjadi landasan hukum nasional, yaitu suatu sistem hukum kesatuan yang dirancang untuk mencapai tujuan bernegara. Setiap pembicaraan mengenai hukum nasional harus menjadi acuan keduanya jika ingin membangunnya.

Mengubah Cara Berpikir Petugas Penegakan Hukum.

     Hukum dengan Suasana Kebangsaan Pengetahuan tentang aparat penegak hukum, maupun aparat penegak hukum itu sendiri, dimiliki oleh aparat penegak hukum. Dalam arti sempit, aparat penegak hukum terdiri dari kepolisian, kejaksaan, hakim, jaksa, dan petugas pemasyarakatan. Seluruh aparatur terkait dan pihak-pihak yang terkait dilibatkan dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan hukuman, dan penghukuman, serta upaya untuk memenjarakan kembali (resosialisasi) terpidana.
Aparat penegak hukum yang berada di tengah saat ini berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Relatif rendahnya kepercayaan terhadap hukum, pemerintah, dan penegakan hukum di masyarakat. Selain itu, semakin banyak pemberitaan di media arus utama yang menggambarkan aparat penegak hukum bertindak tidak normal. Temuan penelitian yang dilakukan sejak tahun 1996, atau 22 tahun lalu, sudah menunjukkan betapa tidak puasnya dia terhadap sikap masyarakat Indonesia terhadap penegakan hukum. Yang lain menunjukkan rasa tidak hormat terhadap sistem hukum kita karena tuduhan bahwa sistem peradilan korup dan dipengaruhi secara politik. Dalam hal korupsi peradilan, para profesional hukum—baik jaksa maupun pengacara juga bertanggung jawab karena membantu orang lain melakukan suap. Dalam kasus pengacara non-litigasi, termasuk pengacara dan konsultan yang diduga sebagai orang dalam dalam transaksi yang menjadikan hukum sebagai komoditas perdagangan.

3. Sekolah Hukum.
     Hukum sendiri mempunyai hubungan yang erat dengan kesadaran dan ketaatan terhadapnya. Hukum bagaimanapun adalah budaya produk. Kebudayaan adalah “cetak biru perilaku” yang menetapkan norma-norma tentang apa yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Oleh karena itu, kebudayaan mencakup seperangkat prinsip dan cita-cita. Cita-cita yang ada dalam masyarakat tercermin dalam hukum. Nilai-nilai budaya ditanamkan melalui pendidikan kesadaran hukum yang efektif. Pendidikan juga merupakan sarana untuk mencapai nilai-nilai budaya. Oleh karena itu, setelah potensi penyebab rendahnya kesadaran dipahami, inisiatif perbaikan hukum masyarakat harus fokus pada pendidikan hukum sejak usia dini, karena ini adalah bentuk pembinaan yang utama, efektif, dan efisien. Karena pendidikan mengembangkan kesadaran dan kecerdasan, maka pendidikan merupakan kegiatan yang intens dan berkelanjutan, bukan kegiatan yang “einmalig” atau insidental. Diperlukan waktu untuk mengesahkan undang-undang ini. Kita tidak perlu merasa pesimis mengenai hal ini; sebaliknya, kita harus menerimanya dan menjadikan misi kita untuk memulai kesadaran dan kepatuhan terhadap undang-undang pendidikan sejak usia muda. Pendidikan formal di sekolah yang dimaksud disini bukan hanya dari Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi, namun juga pendidikan non-formal di luar sekolah dan di masyarakat luas. Pendidikan pada umumnya dipandang sebagai upaya untuk membantu orang mencapai potensi penuh mereka—baik secara fisik maupun spiritual—sambil tetap berpegang pada cita-cita yang diterima secara sosial dan budaya. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi sepanjang hidup. Sekelompok orang tidak dapat hidup dan berkembang sesuai dengan ambisi (cita-cita) untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandang hidupnya jika tidak terdidik. Pendidikan hukum universitas Tinggi tidak hanya sekedar mendorong mahasiswa untuk lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) yang tinggi; hal ini juga berarti membimbing mereka untuk menjadi sarjana hukum yang unggul, berintegritas dan berbudi luhur. Kurikulum apa yang diterapkan?
Apakah Anda mampu memperoleh gelar sarjana hukum dengan tetap menjaga standar moral dan integritas yang tinggi? Mampukah pengajar melahirkan siswa yang berakhlak mulia dan berintegritas tinggi jika standarnya begitu “rumit” dan “rumit”? Ditambah lagi Karena kini semuanya terhubung dengan revolusi industri keempat, apakah nilai-nilai kearifan lokal perlu ditinggalkan agar bisa beradaptasi dengan kenyataan baru ini? Dalam bidang pendidikan saat ini, globalisasi sangat penting untuk menghadapi tantangan global. Namun globalisasi pendidikan tidak boleh sampai pada titik di mana sebagian masyarakat Indonesia masih terpinggirkan; Dengan begitu, kemajuan negara bisa dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat. Identitas masyarakat Indonesia tidak bisa “digadaikan” dalam menghadapi persaingan internasional; sebaliknya, budaya tersebut harus dilestarikan dan dikembangkan melalui sistem pendidikan yang disesuaikan dengan kedalaman budaya negara tersebut. Modernisasi dan globalisasi tidak boleh dilihat sebagai pergeseran gaya hidup ke arah westernisasi. Kita terus menjunjung tinggi budaya timur di setiap negara bagian, menjadikan kita unik di antara negara-negara lain. Selain itu, kita tidak boleh memusuhi budaya asing; sebaliknya, pengaruh asing harus disaring dan diubah agar sesuai dengan budaya Anda sendiri agar dapat berkontribusi terhadap kekayaan warisan budayanya. Ada pepatah Inggris yang mengatakan, “Pengetahuan adalah kekuatan, tetapi karakter lebih dari itu,” artinya meskipun pengetahuan itu kuat, namun karakter adalah yang paling penting. Dalam kerangka modernisasi, transfer informasi menjadi sumber kekuatan batin dalam menghadapi masa globalisasi atau dikenal dengan Revolusi Industri 4.0. Namun pengetahuan tersebut harus disesuaikan dengan kearifan lokal yang menjadi ciri khas Masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan harus diprioritaskan dalam rangka mendidik siswa untuk masa depan yang mampu bersaing dalam skala global dengan tetap melestarikan budaya dan kearifan tradisional Indonesia. Salah satu unsur yang sangat penting dalam upaya mewujudkan supremasi hukum adalah penegakan hukum. Pemilihan “Negara hukum” dalam kehidupan bernegara Indonesia secara logis mengarah pada supremasi hukum. Semakin banyaknya amandemen konstitusi membuktikan kepatuhan Indonesia terhadap supremasi hukum. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara khusus disebutkan pada Pasal 1 Ayat 3 bahwa “negara Indonesia adalah negara hukum”. Negara Republik Indonesia 1945 menjunjung tinggi supremasi hukum, supremasi politik yang benar, dan terwujudnya kebenaran dan keadilan dalam keadaan tidak ada kekuasaan yang tidak dapat dijelaskan. Begitulah aturan hukum yang disebutkan dalam Pasal 1 Ayat 3 UUD. Ada hubungan yang kuat antara penegakan hukum dan pendidikan, khususnya pendidikan hukum. Di sisi lain, terdapat korelasi yang kuat antara penegakan hukum, pendidikan, dan hukum. Undang-undang pendidikan yang tidak memadai akan mempengaruhi penegakan hukum. Penegakan hukum yang kurang baik juga berdampak pada sektor pendidikan hukum. Globalisasi dan persaingan nasional sangatlah penting. Penegakan hukum dan pendidikan khususnya pendidikan hukum mempunyai keterkaitan yang erat. Di sisi lain, terdapat keterkaitan yang erat antara hukum, pendidikan, dan penegakan hukum. Penegakan hukum akan terkena dampak dari kebijakan pendidikan yang tidak memadai. Penegakan hukum yang tidak memadai juga berdampak pada industri pendidikan hukum. Daya saing nasional dan globalisasi sangatlah penting.

Adapun upaya-upaya yang telah dilakukan oleh negara dalam menyelesaikan problem penegakan hukum yang dihadapi sebagai wujud melindungi warga negara yakni sebagai berikut:

1. Upaya meningkatkan peran penegak hukum untuk menumbuhkan kesadaran hukum anggota masyarakat.

Inisiatif untuk meningkatkan kesadaran profesi hukum di kalangan anggota dengan memberikan peran yang lebih besar kepada penegak hukum.
Penerapan hukum dalam Masyarakat selain sangat mengandalkan kesadaran hukum masyarakat, aparat penegak hukum juga berperan besar dalam menentukan hal tersebut. Hal ini disebabkan seringkali peraturan hukum tertentu tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena aparat penegak hukum tertentu tidak melaksanakan ketentuan hukum sebagaimana mestinya. Hal ini dapat merusak reputasi penegak hukum karena merupakan akibat dari tindakan mereka yang tidak bertanggung jawab dan memberikan contoh yang buruk. Selain itu, ini adalah contoh yang baik, dan karena aparat penegak hukum sangat rentan terhadap peluang penyalahgunaan jabatan dan praktik suap, maka hukum harus baik dan moral serta integritas mereka harus kuat. Proses penyelidikan, penyelesaian proses, dan pengambilan keputusan semuanya dapat dipengaruhi oleh uang. Karena lembaga peradilan dan birokrasi menangani penegakan hukum dalam sistem negara kontemporer, istilah “penegakan hukum” sering digunakan. Cabang eksekutif bekerja dengan birokrasi untuk melaksanakan tujuan yang digariskan dalam undang-undang (peraturan). Kebebasan adalah komponen penting dari negara mana pun. Kerangka hukum yang berlaku saat ini, dimana otoritas peradilan bersifat independen dan tidak terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat independen
Kehidupan bernegara dan ditegakkan atau tidaknya Supremasi Hukum juga ditentukan oleh kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
2. Proses Penegakan Hukum di lingkungan Peradilan.
Karena pengadilan adalah lembaga yang bertugas menegakkan hukum, maka tidak mungkin memisahkan pelaksanaannya dari undang-undang yang telah dibuat dan disahkan oleh badan legislatif. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat, dan pengadilan melalui presentasinya memberikan pendapat. Meskipun pengadilan merupakan salah satu lembaga yang terlibat dalam proses tersebut, lembaga lainnya termasuk polisi, jaksa, dan pengacara. Peran lembaga peradilan adalah menciptakan pengadilan yang tidak memihak, tidak memihak, bersih, dan berfungsi dengan baik serta tidak terpengaruh oleh pihak mana pun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

A. campur tangan pemerintah dan pengaruh luar terhadap proses pengambilan keputusan; Selain itu, hal ini juga disebabkan oleh rendahnya standar profesionalisme, moralitas, dan etika di kalangan aparat penegak hukum. Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan sebagai garis pertahanan terakhir terhadap keadilan yang kian merosot.

B. Kinerja aparat penegak hukum baik Hakim, Polisi, Jaksa, Advokat Pegawai Negeri Sipil, dan Penyidik (PPNS) yang belum menunjukkan sikap positif, profesionalisme, dan integritas moral yang tinggi juga menjadi faktor penyebab lemahnya penegakan hukum.

Aparat penegak hukum sangat bergantung pada kondisi sarana dan prasarana hukum yang masih jauh dari memadai. Hal ini berdampak besar terhadap bagaimana penegakan hukum dapat berjalan optimal dan sejalan dengan rasa keadilan masyarakat. Tindakan-tindakan berikut harus dilakukan dalam upaya memberikan kewenangan yang lebih besar kepada lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya:

A. Meningkatkan kualitas dan keterampilan tambahan tenaga penegak hukum yang bermoral, berintegritas, dan berkepribadian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun