Adapun contoh dibatasinya hak pribadi seseorang ketika membahayakan kepentingan umum adalah bahwa seorang istri tidak harus taat kepada suami apabila suami membuat madarat kepadanya. Â Hal ini sejalan dengan Firman Allah:
"Janganlah kalian mengekangnya karena untuk membuat bahaya agar mereka ber'iddah" (Qs. Al-Baqarah: 231).
Demikian pula tidak wajib taat kepada penguasa jika ia memerintahkan kemaksiatan atau mengingkari kemaslahatan umum. Â Sebab, ketaatan itu hanya pada hal yang baik. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad: "Wajib mendengar dan taat kepada seorang muslim terhadap sesuatu, baik ia suka maupun tidak suka selagi tidak diperintah untuk bermaksiat. Maka apabila ia memerintahkan berbuat maksiat maka tidak ada keharusan untuk mendengarkan dan mentaatinya (HR. Ahmad)
Ul al fiqh terdiri dari padanan dua kata, yaitu ul dan al fiqh. Ul merupakan bentuk jama' dari al yang berarti apa-apa yang dibangun diatasnya yang lainnya. seperti akar yang bercabang darinya ranting-ranting. Sementara fiqh secara etimologi adalah pemahaman. Fiqh adalah ilmu untuk mengetahui hukum-hukum syara' yang bersifat amaliyah yang di ambil dari dalil-dalilnya secara terperinci.
Ilmu ushul al-fiqh merupakan metode pengetahuan yang sangat penting dalam Islam. Dengan kekhasan yang dimilikinya dan tidak dimiliki oleh ilmu lain, ilmu ini dapat menemukan maksud Tuhan yang terkandung dalam nash al-Qur'an dan Hadis dengan memperhatikan perubahan ruang dan waktu. Sebagai sebuah ilmu, ushul al-fiqh seyogyanya tidak menjadi "dogma" yang tidak berkembang dan memperhatikan ruang dan waktu. Pada masa awal pembentukan ilmu ushul al-fiqh, ilmu ini tidak berhenti mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan manusia. Adanya aliran mutakallimun dan fukaha', konsep maqashid al syariah al Syathibi dan al Ghazali, kemudian revitalisasi oleh Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan al Thurabi, hingga pemikir modern seperti teori hudud Muhammad Syahrur, double-movement Fazlur Rahman, adalah merupakan bukti berkembangnya ilmu ushul al fiqh. Namun, perkembangan ini tidak diikuti oleh para ahli ushul al fiqh di Indonesia, termasuk tidak adanya pengembangan ilmu ushul al fiqh di Perguruan Tinggi. Pengembangan ilmu ushul al fiqh dapat dilakukan dengan filsafat ilmu, sehingga dapat diketahui dengan jelas hakikatnya, sumbernya, wilayah kajiannya, dan kegunaannya.Â
Pengembangan ini akan membantu ilmu ushul al fiqh selalu hidup di tengah masyarakat, meskipun dengan bergantinya ruang dan waktu. mendalam atas hukum -- Ilmu-ilmu keislaman --termasuk ilmu ul al fiqh, dianggap oleh banyak umat Islam yang bersumber pada premis keyakinan. Umat Islam sering terjebak dengan istilah ilmu-ilmu keislaman yang identik dengan wahyu. Fiqh diidentikkan dengan wahyu, ilmu kalam identik dengan wahyu, ilmu tasawwuf identik dengan wahyu, dan seterusnya. Akibatnya, pembicaraan akademik sering macet lantaran sudah dipatoki dengan wahyu. Suatu teori baru tidak dapat lahir karena teori lama dianggap identik dengan wahyu.
KAJIAN USHUL FIQH
Setelah diketahui tentang definisi ul al fiqh, maka selanjutnya adalah kajian ul al fiqh dalam perspektif filsafat ilmu yang meliputi kajian ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
1. Ontologi ushul fiqh
Ontologi berasal dari bahasa Yunani, onta "yang ada secara nyata", logos "studi tentang" "teori". Ontologi merupakan salah satu cabang kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani, yaitu studi yang membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret tokohnya Thales, Plato, dan Aristoteles. Ontologi ilmu mengkaji apa hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ontologi ilmu membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang dapat dipikirkan menusia secara rasional yang bisa diamati melalui pancaindera manusia.