Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dulu JK Leluasa Karena Berhasil Menundukkan SBY Agar Tidak Menerima Rizal Ramli Menjadi Menteri?

8 April 2016   15:48 Diperbarui: 8 April 2016   16:02 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dan tentu saja sangat bisa ditebak, bahwa 3 jam 40 menit itu telah digunakan oleh JK sebagai Wapres untuk “membujuk” Presiden SBY agar segera mencoret nama Rizal Ramli sebagai Menko Perekonomian sebelum diumumkan.

Dan itu berarti, bahwa baru pertama kali dalam sejarah hak prerogatif seorang Presiden berhasil dikebiri dan hilang total hanya dalam waktu 3 jam 40 menit. Ironisnya dan sungguh memilukan, itu terjadi di era Reformasi. Dan dalam spasi waktu itu pula (3 jam 40 menit) sekaligus menandakan bahwa JK benar-benar “merdeka” selama 5 tahun ke depan untuk memompa otot-otot seluruh bisnis perusahaannya, yakni dengan leluasa memonopoli dan “menyedot” keuntungan dari proyek-proyek raksasa tanpa harus diganggu dan dihambat oleh orang seperti Rizal Ramli.

Mau tahu, sejumlah bisnis (proyek) yang leluasa disedot oleh perusahaan JK ketika menjabat wapres mendampingi Presiden SBY? Woww... sangat banyak, 7 generasi keturunan JK belum tentu habis menikmati hasil dari keberhasilannya memanfaatkan waktu 3 jam 40 menit “mengebiri” hak Prerogatif Presiden SBY tersebut. Di bawah ini adalah hanya sebagian kecil di antaranya:

Yakni, diketahui grup Bosowa milik Aksa Mahmud (adik ipar JK), pada tahun 1997/1998 adalah termasuk 20 debitur terbesar Bank Mandiri yang macet. JK yang menjabat sebagai komisaris utama PT. Semen Bosowa dan Aksa Mahmud sebagai dirut waktu itu dianggap harus bertanggungjawab terhadap kredit macet perusahaan tersebut di Bank Mandiri sebesar Rp1,4 Triliun.

Alhasil, masalah dan kesulitan JK atas kondisi perusahaannya pada tahun 1997/1998 tersebut tiba-tiba “membaik” ketika karena JK berhasil menjadi pejabat negara. Hal tersebut terlihat dari hasil laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa Bank Mandiri pernah menghapusbukukan sebagian utang milik perusahaan milik Kalla tersebut.

Kemudian, Kalla Grup, Bukaka Grup dan Bosowa Grup, Intim Grup yang semuanya merupakan bisnis keluarga JK, “kebanjiran” proyek besar ketika JK menjabat sebagai Wapres 2004-2009. Antara lain, pembangunan PLTA di Sulawesi Selatan, Bukaka mendapat order pembangunan PLTA di Ussu di Kabupaten Luwu Timur berkapasitas 620 MW, PLTA senilai Rp 1,44 triliun di Pinrang. Bukaka juga membangun PLTA dengan tiga turbin di Sungai Poso, Sulawesi Tengah, berkapasitas total 780 MW.

Selanjut, Bukaka juga terlibat dalam pembangunan pipa gas alam oleh PT Bukaka Barelang Energy senilai 750 juta dolar AS  atau setara dengan Rp 7,5 triliun yang akan terentang dari Pagar Dea, Sumatera Selatan ke Batam; pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) senilai 92 juta dolar AS atau Rp 920 miliar di Pulau Sembilang dekat Batam; pembangunan pembangkit listrik tenaga gas di Sarulla, Tarutung, Sumatera Utara yang akan menghasilkan 300 MW. Ada juga rencana pembangunan 19 PLTA berkekuatan 10.000 MW. Dan ini dinilai berbahaya secara ekonomi karena JK mendorong BPD-BPD se-Indonesia yang membiayainya dengan mengandalkan dana murah di bank-bank milik pemda tersebut.

Tidak puas dengan mencoret nama Rizal Ramli sebagai calon Menko Perekonomian, JK mungkin kecolongan namun mengetahui bahwa Rizal Ramli sedang “berkibar” pada jabatannya sebagai Presiden Komisaris di PT. Semen Gresik (sekarang PT. Semen Indonesia), serta-merta diberhentikan oleh Menteri BUMN yang ketika itu dijabat oleh loyalis JK, yakni Sofyan Djalil. Sehingga, kembali JK pun merasa “merdeka penuh” dari para penghambat “bisnisnya” seperti Rizal Ramli, dan JK lagi-lagi bisa leluasa “mengendalikan” dan “membagi-bagikan” proyek-proyek menengah hingga raksasa kepada perusahaan keluarga dan koleganya.

Dan sebetulnya banyak proyek-proyek besar yang telah “dilahap” oleh grup bisnis perusahaan keluarga JK. Dan contoh di atas hanyalah sebagian kecil, dan artikel ini bisa jadi buku tebal jika mau memuat dan membahas secara detail daftar proyek-proyek yang telah dilahap oleh perusahaan keluarga dan kolega JK selama menjabat wapres di era Presiden SBY. Makanya sesudahnya, JK yang terlanjur keenakan itu makin kelihatan “nafsu” dan keserakahannya untuk dapat lebih menguasai negara ini, yakni dengan berusaha maju menjadi calon presiden pada pilpres 2009. Untung saja ketika itu Tuhan tidak merestuinya menjadi presiden.

Setelah 5 tahun “menjanda”, JK dengan mengerahkan segala upayanya akhirnya mampu “membujuk dan menggoda” Jokowi, hingga kemudian JK pun berhasil dipinang dan menang sebagai wapres mendampingi Presiden Jokowi pada Pilpres 2014.

Ketika itu dari pengamatan saya, saya melihat Jokowi bukannya tak mengetahui “kelakuan dan kebiasaan buruk” JK. Bahkan saya yakin, Jokowi tentu sangat tahu persis “motivasi” JK untuk kembali ngotot menjadi wapres. Boleh jadi,  karena ini adalah pertarungan di dunia politik maka (sekali lagi boleh jadi) Jokowi hanya “memanfaatkan” ambisi JK yang sangat kuat untuk kembali menjadi wapres. Tahukan konsekuensi seperti apa yang harus dipenuhi oleh orang ambisius dari pengusaha tulen yang ingin menjadi seorang penguasa???

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun