Mohon tunggu...
Abdul Muis Syam
Abdul Muis Syam Mohon Tunggu... Jurnalis - Terus menulis untuk perubahan

Lahir di Makassar, 11 Januari. Penulis/Jurnalis, Aktivis Penegak Kedaulatan, dan Pengamat Independen. Pernah di Harian FAJAR Makassar (Jawa Pos Grup) tahun 90-an. Owner dm1.co.id (sejak 2016-sekarang). Penulis novel judul: Janda Corona Menggugah. SALAM PERUBAHAN.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dulu JK Leluasa Karena Berhasil Menundukkan SBY Agar Tidak Menerima Rizal Ramli Menjadi Menteri?

8 April 2016   15:48 Diperbarui: 8 April 2016   16:02 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Ilustrasi/Desain-repro: Abdul Muis Syam)

SEJAUH ini, betapa sangat banyak sudah kita menghabiskan waktu dan energi untuk sama-sama berusaha “mengatasi” seluruh masalah bangsa dan negara. Namun dari masa ke masa, masalah-masalah tersebut hanyalah “muncul-tenggelam”, bahkan ada yang menghilang dengan menyisakan tanda tanya dan misteri yang tak kunjung terjawab hingga kini. Sehingga dari situ memaksa lahirnya sebuah istilah: “Melawan Lupa”.

Namun mungkin ada baiknya kita tak perlu menghabiskan waktu dan mengerahkan energi terlalu banyak lagi, terhadap rentetan masalah bangsa dan negara yang bertubi-tubi muncul dan berserakan di mana-mana saat ini. Sebab, masalah-masalah yang ada saat ini sebagian besar hanyalah merupakan “masalah cabang” yang berasal dari sebuah “sumber masalah”.

Artinya, terasa percuma mengatasi “masalah cabang” jika “sumber masalah” tak bisa diatasi. Sebab, masalah-masalah yang ada saat ini adalah merupakan akibat dari “masalah inti” yang belum jua bisa diatasi hingga saat ini. Apakah itu?

Yakni, dari masa ke masa kita sepertinya selalu saja melakukan pembiaran dan memberikan kesempatan kepada pengusaha serakah seperti Jusuf Kalla (JK) untuk menjadi pemimpin di negeri ini. Di mana sebetulnya tanpa sadar, bahwa di situlah sesungguhnya titik “sentral” munculnya masalah-masalah lainnya. Jadi, jika masalah “sentral” itu bisa kita “atasi”, maka saya yakin, masalah-masalah bangsa dan negara lainnya akan sangat mudah diselesaikan.

Misalnya, masalah mafia-mafia, seperti mafia migas, termasuk di dalamnya mafia proyek, mafia kegiatan ekspor-impor, mafia pencurian di sektor perikanan-kelautan, dan lain sebagainya, itu bisa leluasa menjalankan aksinya karena sangat boleh jadi lantaran memiliki beking, yang paling tidak sekelas JK. Masih ingat kasus kondensat TPPI? Kasus Pelindo II (RJ. Lino)? Kasus konflik Freeport “papa minta saham”? Soal Lapindo? Atau ada apa JK membela Sudirman Said dan investor asing soal pengelolaan Blok Masela dengan berupaya menyudutkan pandangan Rizal Ramli yang menghendaki di darat?

Di mata sejumlah orang, JK sebetulnya sangat berpotensi menjadi sosok pemimpin yang baik. Dan itu mungkin benar. Tetapi sayangnya, sifat dan naluri serta nafsunya sebagai pengusaha (pedagang) cenderung kelihatan sangat serakah hingga membuat dirinya kini menjadi seorang yang sangat licik dan licin. Dan rasanya inilah kelak yang membuat dirinya TAK PANTAS dicatat dalam sejarah sebagai negarawan yang arif, adil, dan tulus dalam mengabdikan diri untuk negeri ini.

Mari menengok kilas perjalanan seorang JK yang mampu “meretas” menjadi seorang politikus, pejabat negara (menteri), lalu berhasil menjelma menjadi sosok pemimpin, itu sangat kelihatan karena hanya ditopang oleh kekayaannya sebagai seorang pengusaha. Bukan karena idealismenya, atau nasionalisme, dan bahkan bukan karena sebuah pergerakan perjuangan yang lahir dari “pori-pori” penderitaan rakyat, tetapi ia “lahir” sebagai pemimpin dari hasil “rekasaya politik” yang ditunjang oleh jaringan “otot-otot” bisnisnya. Sehingga ketika JK berhasil menjadi pemimpin di negeri ini, maka tentunya ia akan lebih cenderung untuk dapat lebih memompa dan memperkuat otot-otot bisnisnya.

Jika demikian, maka JK mampu maju ke arena pertarungan politik itu sesungguhnya hanya bagai “sedang bermain judi”, yakni dengan berani mencurahkan dan mempertaruhkan segala yang dimilikinya (fasilitas dan kekayaannya) sebagai seorang PENGUSAHA demi meraih kedudukan tinggi di pemerintahan sebagai seorang PENGUASA.

Ia berani mempertaruhkan itu, bukan karena benar-benar ingin sepenuhnya mengabdikan dirinya secara tulus untuk bangsa dan negara ini, melainkan karena ia lebih cenderung ingin mewujudkan “mimpi-mimpi indahnya”: Yaitu, agar perusahaan-perusahaan bisnisnya bisa dengan MUDAH dan MULUS mendapatkan serta memonopoli (menguasai) proyek-proyek dan bisnis-bisnis raksasa di negeri ini.

Dan upaya untuk mewujudkan mimpi-mimpi indahnya sekaligus keserakahannya itupun berhasil ia geliatkan. Yakni, ketika dirinya berhasil masuk dalam Kabinet Persatuan Presiden KH.Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan, JK diketahui melakukan kegiatan keji dan hina sebagai pejabat negara (menteri), yaitu KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun