Kembali mengenai sosok Rizal Ramli, sejak menjabat Menko Perekonomian, tercatat kondisi ekonomi indonesia selama tahun 2000 tumbuh sebesar 4,8%, di atas perkiraan semula yang hanya 2-3% dengan budget deficit yang lebih kecil dari perkiraan semula, yaitu hanya -3,2% dari GDP (perkiraan semula adalah -4,8% dari GDP). Turn around ekonomi Indonesia mulai terjadi pada tahun 2000.
Total ekspor Indonesia selama tahun 2000 juga menggembirakan mampu mencapai US$ 62 miliar, atau naik 27% dari ekspor Indonesia pada tahun 1999. Jumlah penduduk yang bekerja juga meningkat sebesar 1 juta tenaga kerja.
Perbaikan signifikan di sektor riil yang diperlihatkan dengan: (a) tingkat penggunaan listrik oleh sektor industri yang meningkat sebesar 8,5% dibandingkan dengan rata-rata 5% selama krisis, walaupun terjadi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang cukup tinggi, (b) tingkat penjualan eceran dan tingkat penjualan sepeda motor yang merupakan cerminan dari daya beli masyarakat golongan menengah ke bawah juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 17% dan 71%; (c) sektor konstruksi yang semula stagnan selama 2 tahun terakhir, mulai menunjukkan kebangkitan dengan pertumbuhan sebesar 8,3%.
Terjadi peningkatan pemanfaatan kapasitas terpasang di sektor industri dari sekitar 50% hingga 60% pada akhir tahun 1999 menjadi sekitar 70% hingga 80% pada akhir tahun 2000.
Dalam bidang perbankan juga terjadi perbaikan sejumlah indikator penting seperti menguatnya struktur permodalan, menurunnya rasio non-performing loans, dan membaiknya net interest margin.
Andai saja usia Pemerintahan Presiden Gus Dur bisa satu periode penuh 5 tahun, tentulah sangat banyak yang bisa dilakukan dan dipersembahkan Rizal Ramli sebagai seorang menko. Sayangnya, pergesekan politik yang sangat memanas ketika itu tak memang sangat sulit untuk dapat dihindari.
Dan meski sangat singkat menjabat sebagai menteri, toh Rizal Ramli nyatanya mampu bekerja dan mempersembahkan hasil-hasil yang cukup menggembirakan untuk kemaslahatan umat banyak. Tetapi lagi-lagi semua yang telah dilakukan oleh Rizal Ramli, tentulah selalu dipandang sinis oleh “para penjajah” yang berasal dari dalam negeri sendiri.
Sebagian dari para penjajah ini bahkan ada yang sengaja berupaya menghalau dan mematahkan langkah pergerakan Rizal Ramli. Sebut saja misalnya, ketika menjabat sebagai Presiden Komisaris PT. Semen Gresik, Rizal Ramli langsung dipecat oleh SBY sesaat usai membela hak-hak rakyat melalui sebuah aksi unjuk rasa penolakan kenaikan harga BBM, di depan istana, 2008 silam.
Dari aksi unjuk-rasa yang dilakukan Rizal Ramli bersama kaum marhaen (para buruh, petani, dan nelayan kecil) ketika itu, harusnya rakyat bisa menilai bahwa sesungguhnya Rizal Ramli tak butuh dan tak gila jabatan. Sebab, Rizal Ramli rela mempertaruhkan jabatannya selaku Presiden Komisaris di BUMN tersebut dan lebih memilih untuk ikut serta memperjuangkan hak-hak rakyat karena merasa senasib dan sepenanggungan.
Kini, Rizal Ramli sebagai ekonom senior malah mendapat tempat sebagai anggota panel ekonomi di badan dunia (PBB). Dan selain membentuk “Rumah Perubahan” sebagai sebuah forum komunikasi dalam membangun strategi bagi barisan gerakan perubahan, Rizal Ramli juga telah mendirikan “Rumah Cerdas” (sejenis perpustakaan plus) di berbagai daerah di tanah air.
Di samping itu, Rizal Ramli bersama “grup” barisan gerakan perubahannya yang tersebar di seluruh tanah air juga banyak menyoroti, mengkritisi, dan mendesak negara, serta mengajak rakyat bersatu agar para mafia dan para politisi busuk dapat segera diberantas karena selama ini telah banyak “menjajah” dan merampas hak-hak rakyat miskin di negara tercinta ini.