Demo tersebut ditandai dengan diterbitkannya “Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978“ berikut pernyataan sikap: “Tidak Mempercayai dan Tidak Menghendaki Soeharto Kembali Menjadi Presiden RI”.
Akibat aksi yang diikuti dengan diedarkannya “Buku Putih Perjuangan Mahasiswa” berikut pernyataan sikap tersebut, Kampus ITB di Jalan Ganesha 10 Bandung tersebut dikepung dan diserbu oleh militer dengan tindakan represif oleh Kodam Siliwangi dibantu Pasukan Kostrad.
Sejumlah aktivis mahasiswa kala itu tak hanya dipandang selaku provokator tetapi juga sebagai aktor “kekacauan”, sehingga dianggap perlu untuk segera disapu-bersih dari kampus. Sebagian lainnya dikejar meski harus ke “lubang tikus” sekalipun, lalu dijebloskan ke dalam sel tahanan di Sukamiskin-Bandung oleh rezim Orba, termasuk adanya Rizal Ramli.
Langkah itu kemudian diikuti dengan pemberlakuan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh Mendikbud, Daoed Joesoef. Tak sampai di situ, DEMA kemudian dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh Panglima Kopkamtib, Laksamana Soedomo.
Seiring waktu berjalan, dan meski harus mendekam dan dibungkam di dalam penjara selama 1 tahun 6 bulan, nyatanya tak membuat jiwa perjuangan Rizal Ramli menjadi rapuh. Semangatnya bahkan terus bergelora dan bergejolak untuk tetap berada pada barisan pergerakan perubahan demi kemerdekaan dan kemajuan negeri ini.
Namun sebagai orang yang tak punya siapa-siapa lagi, termasuk tak punya kedua orangtua sejak kecil, Rizal Ramli tentu sangat menyadari bahwa cita-cita dan idealisme pergerakannya itu tidaklah mudah diwujudkan tanpa ditopang dengan kualitas kekuatan intelektual.
Dan karena semangatnya yang tak mengenal lelah serta dengan niat perjuangan tulus untuk perubahan negeri ini, Tuhan pun menuntun Rizal Ramli mendapatkan beasiswa, lalu berhasil menyelesaikan studinya di Boston University-AS dengan menyandang gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) di bidang ekonomi.
Dari situ, jiwa dan semangat Rizal Ramli tentulah makin membara. Langkah dan pergerakannya mulai ia pacu hingga ke titik sebagai seorang pendobrak. Sehingga tanpa ragu, Presiden Abdurrahman Wahid pun “meminang” dirinya sebagai Kepala Bulog, lalu dilantik pada Senin (3 April 2000).
Di sinilah Rizal Ramli kembali memulai pergerakannya. Ia langsung menancapkan Program Restrukturisasi melalui penataan organisasi yang transparan, akuntabel, dengan menitikberatkan pada sikap profesionalisme dan penuh tanggungjawab.
Karena mencium banyak penyelewengan, penyimpangan, permainan yang tidak sehat serta hal-hal lain yang dianggap tidak efektif dan efisien di Bulog, Rizal Ramli pun dengan tegas melakukan banyak terobosan.
Di antaranya, dari 26 Kadolog yang tersebar di seluruh provinsi se-Indonesia, terdapat 24 Kadolog yang langsung dipensiunkan, selebihnya dialur-mutasikan. Bahkan tidak kurang 200 pejabat Kasub Dolog juga ikut dimutasi. Sedangkan yang baik, jujur, dan pekerja keras ditempatkan di Dolog Kelas I dan II. Sebaliknya, yang kinerjanya “memble” dilempar ke Dolog Kelas III. Juga Rizal Ramli sempat memensiunkan-dini 80 pejabat Bulog.