Rizal Ramli mengakui, bahwa sebelum dirinya menjabat Kabulog, ada banyak praktik patgulipat, korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan berbagai penyimpangan, yang kesemuanya ibarat sudah menjadi sebuah tradisi bertahun-tahun di Bulog.
Misalnya, ada pejabat yang memberikan izin impor beras kepada pedagang, sehingga pedagang itu tak perlu membayar pajak ketka berasnya datang dari luar negeri. Ada pula pejabat yang ‘membantu’ penyelundupan beras. Dan ada banyak penyimpangan kebijakan di lapangan yang merugikan negara serta rakyat kecil, dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Namun di sisi lain, Rizal Ramli tetap mempertahankan mayoritas pejabat dan staf Bulog yang memang mampu bekerja secara benar dan profesional.
Tradisi lainnya, kata Rizal Ramli, para Kabulog sebelumnya jika melakukan perjalanan dinas ke daerah selalu saja seperti rombongan yang sedang ingin bertamasya karena didampingi banyak pejabat di lingkungan Bulog. Akibatnya, tradisi ini mengeluarkan biaya perjalanan yang tidak sedikit, seperti biaya transportasi, akomodasi, konsumsi dan lain sebagainya.
Tradisi bagai bertamasya ketika perjalanan dinas inilah yang kemudian ikut dipangkas Rizal Ramli. Yakni jika berkunjung ke daerah-daerah, Rizal Ramli sebagai Kabulog minta agar cukup didampingi dua orang staf saja. Dan hasilnya, anggaran atau biayanya pun bisa ditekan hingga 70% dari sebelumnya.
Tak hanya sampai di situ, tanpa membutuhkan waktu lama, Rizal Ramli juga berhasil mengubah sistem akuntansi di Bulog menjadi lebih transparan dan akuntabel, atau menjadi Generally Accepted Accounting Practices. Yakni, di antaranya jumlah rekening Bulog dari 119 berhasil diciutkan menjadi 9 rekening saja. Dan yang lebih penting lagi, dana off-budget Bulog yang jumlahnya triliunan bisa menjadi on-budget, sehingga bisa dengan mudah diaudit dan dipertanggungjawabkan.
Karena hanya membutuhkan waktu beberapa bulan berhasil melakukan “bersih-bersih” dan manata ulang peran serta policy sebagai Kabulog, termasuk menertibkan rekening liar, dan dinilai berhasil meningkatkan kesejahteraan para petani, Presiden Gus Dur pun akhirnya meminta Rizal Ramli masuk ke persoalan yang lebih inti, yakni menata politik ekonomi nasional sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.
Presiden Gus Dur tentu saja punya pertimbangan khusus mengangkat Rizal Ramli menjadi Menko Perekonomian. Di antaranya, menurut Juru Bicara Presiden Gus Dur, Adhie M Massardi, adalah karena doktor ekonomi lulusan Boston University ini adalah tokoh pergerakan yang memiliki konsep dasar meningkatkan perekonomian domestik, sesuai konstitusi UUD 1945. Apalagi memang ketika itu, Indonesia masih berada dalam cengkeraman kekuatan ekonomi neo-liberal (IMF, Bank Dunia, AS) yang banyak memiliki antek di dalam negeri.
Karena visi dan karakter Rizal Ramli yang kuat dalam keberpihakannya kepada perekonomian domestik, membuat Presiden Gus Dur nyaris tak pernah memberikan instruksi apa pun dalam bidang ekonomi ketika rapat-rapat kabinet berlangsung. Gus Dur hanya cukup menyimak dan memantau dari jauh, lalu memberikan dukungan politik secara signifikan dalam setiap langkah yang dilakukan Rizal Ramli selaku Menko Ekonominya. Termasuk di saat memaksa pihak Freeport dan juga IMF untuk duduk kembali di meja perundingan guna meninjau ulang perjanjian (kontrak) dengan pemerintah Indonesia, di mana sebelumnya karena dianggap tidak adil dan merugikan rakyat Indonesia.
Menurut Adhie Massardi, Presiden Gus Dur memang sangat percaya pada integritas dan kemampuan Rizal Ramli. Bahkan karena merasa sesama orang pergerakan, tak jarang Presiden Gus Dur juga membicarakan masalah perkembangan politik dan keamanan nasional. Misalnya, untuk menyelesaikan persoalan di Aceh dan di sejumlah daerah rawan konflik lainnya, Presiden Gus Dur sangat sering secara khusus meminta Rizal Ramli agar dapat membantu Menko Polhukham Jenderal TNI (Pur) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pasalnya, Presiden Gus Dur membaca, bahwa persoalan di Aceh bukanlah hanya soal politik dan keamanan semata. Melainkan juga menyangkut masalah ekonomi.
Sebetulnya, kepercayaan Presiden Gus Dur terhadap Rizal Ramli tidaklah berlebihan. Sebab, jika ditengok ke belakang masa pemerintahan Gus Dur, perekonomian nasional nyaris tak ada persoalan, sebab memang di tangan Rizal Ramli perekonomian nasional bisa diatasi dengan baik. Terutama kondidi kehidupan ekonomi para petani (cokelat, kelapa, cengkeh, dll), juga perkembangan industri kecil dan menengah, semuanya berada di titik sehat dan paling meyakinkan. Panen dan harga produk pertanian bahkan sangat menggembirakan.
Kalau pun ada persoalan yang dianggap sangat krusial di era Presiden Gus Dur, maka persoalan tersebut tidak lain terjadi serta berpusar di bidang politik dan keamanan yang digawangi Menko Polhukam, SBY. Dan sungguh ironis malah sang Menko Polhukam inilah yang justru mampu “menjelma” menjadi seorang Presiden.