Mohon tunggu...
Amir Cinde Parikesit
Amir Cinde Parikesit Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Poltek Nuklir

Saya adalah seorang mahasiswa jurusan Elektronika Instrumentasi di Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia -BRIN.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Sistem Proteksi Keselamatan dan Keamanan Radiasi di Fasilitas Ruang Radiografi (Kedokteran Radiologi)

12 Februari 2024   05:18 Diperbarui: 12 Februari 2024   05:37 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

BAB I. PENDAHULUAN 

1.1. Latar Belakang

Perhatian pengawasan pada pasien dan juga pekerja dalam instalasi radiologi sangat dibutuhkan. Karena di dalam laboratorium radiologi banyak sekali sinar-X yang tidak dapat dilihat oleh mata dan jika sinar tersebut terpapar oleh tubuh manusia secara terus menerus tanpa di perhatikan dosisnya maka akan banyak sekali masalah yang terjadi pada manusia yang terpapar. Paparan radiasi pada dosis yang cukup tinggi dalam satu waktu atau jang2ka pendek akan tetap menimbulkan beberapa gejala yang biasanya disebut sindrom radiasi akut yang akan terjadi pada tubuh yang terpapar. Contohnya seperti mual, muntah, diare, demam, lemas hingga pingsan, kerontokan rambut, kulit memerah, gatal, bengkak hingga rasa terbakar, nyeri hingga kejang-kejang. 

Tentu pada setiap orang efek yang dirasakan berbeda-beda dan tergantung juga terhadap kepekaan dan jangka waktu terpapar radiasi.   Dikutip dari web Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), yang bersumber dari keterangan Kepala Bidang Keselamatan Kerja dan Dosimetri, Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, BATAN, Heru Prasetio. 

Heru mengatakan bahwa radioaktif merupakan kata sifat yang mempunyai arti senantiasa memancarkan energi yang kita kenal sebagai energi radiasi. Dengan begitu, zat radioaktif dapat diartikan sebagai suatu zat yang senantiasa memancarkan energi. Energi radiasi ini memiliki energi yang tinggi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya ion, atau sering disebut pula dengan radiasi pengion (ionizing radiation). Nah, energi inilah yang apabila dalam jumlah yang diperbolehkan akan memberi manfaat bagi manusia namun bila berlebihan akan membahayakan.

1.2. Rumusan Masalah 

Rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 

1. Apa itu radiasi, macam-macam jenis radiasi dan manfaat radiasi? 

2. Bagaimana Efek radiasi terhadap manusia? 

3. Bagaimana proteksi radiasi dalam kedokteran radiologi?

4. Alat apa saja yang digunakan untuk proteksi radiasi dalam kedokteran radiologi?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut: 

1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu radiasi, macam-macam jenis radiasi dan manfaat radiasi. 

2. Mahasiswa dapat memahami efek radiasi terhadap manusia. 

3. Mahasiswa dapat mengetahui proteksi radiasi dalam kedokteran radiologi. 

4. Mahasiswa dapar mengetahui alat apa saja yang digunakan untuk proteksi radiasi dalam kedokteran radiologi. 

1.4. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adlaah sebagai berikut: 

1. Sebagai sarana referensi bagi seluruh pihak yang membutuhkan materi tentang dengan sistem proteksi, keselamatan dan keamanan radiasi di fasilitas ruang radiogrfai (Kedokteran Radiologi). 

2. Sebagai sarana referensi bagi seluruh mahasiswa dan mahasiswa POLTEK NUKLIR untuk penulisan atau penelitian lain yang berhubungan dengan sistem proteksi, keselamatan dan keamanan radiasi di fasilitas ruang radiografi (Kedokteran Radiologi). 

3. Memberikan berbagai pengetahuan yang lebih kepada pembaca dari hasil penulisan secara luas tentang sistem proteksi, keselamatan dan keamanan radiasi di fasilitas ruang radiografi (Kedokteran Radiologi). 

BAB II. DASAR TEORI  

Perkembangan teknologi peralatan kedokteran saat ini berjalan sangat pesat yang didukung oleh kemajuan ilmu teknik yang mencakup ilmu fisika, elektronika, komputer, ilmu kedokteran, dan biologi.   Pemeriksaan radiologis sesudah perang dunia kedua maju dengan pesat sekali sejalan dengan kemajuan ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain pada umumnya. Kemajuan ini dipengaruhi oleh perkembangan teknologi fisika, kimia, biologi, elektronik, komputer, dan segalanya (Daniel Kartawiguna & Dr. Ir. Hj. Rusmini B, 2017).   

Dalam merencanakan rumah sakit baru atau melengkapi rumah sakit yang sudah ada dengan peralatan radiologi, maka beberapa hal harus diperhatikan secara teliti dengan maksud supaya peralatan radiologi yang sudah terpasang bisa berperan secara efektif dan ekonomis. Dengan demikian, peralatan radiologi yang merupakan pengeluaran terbesar untuk sebuah rumah sakit dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin pada penduduk yang memerlukan jasa pemeriksaan radiologis (Rasad, 2006).   

Pembangunan fasilitas pelayanan rumah sakit berupa laboratorium radiologi tentu juga banyak sekali hal-hal yang perlu diperhatikan dari pelayanan tersebut. salah satu yang sangat perlu di perhatikan adalah proteksi radiasi pada pekerja, pasien, dan lingkungan. Tingginya penggunaan radiasi untuk kegiatan medis merupakan kontribusi kedua terbesar sumber radiasi yang kita terima, dimana selain memberikan manfaat , juga dapat menyebabkan bahaya baik bagi pekerja radiasi, masyarakat, maupun lingkungan sekitar. Sehingga pelayanan radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja radiasi menurut Peraturan Kepala BAPETEN No.8 Tahun 2011 (Julianna Simanjuntak, 2013).   

Penggunaan radiasi sinar-X untuk keperluan medis termasuk fotografi, sering pula dilakukan diruangan ICU yang pada ruangan tersebut terdapat banyak pasien lain, petugas ICU, dan petugas radiologi sendiri, yang ruangan tersebut tanpa dilengkapi dengan proteksi radiasi (Hidayatullah, 2017). Efek biologis radiasi pada manusia dapat terjadi pada individu yang terkena radiasi tersebut (efek somatik) ataupun keturunannnya (efek herediter/genetik) (Reginald Maleachi, 2018).  

Instalasi radiologi merupakan sarana penunjang dirumah sakit yang menggunakan dan memanfaatkan peralatan sinar-X, untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit. Sinar-X termasuk jenis radiasi peng-ion. Disamping bermanfaat sinar-X juga menimbulkan gangguan kesehatan bagi petugas radiasi maupun masyarakat sekitar. Karena itu diperlukan upaya perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja bagi petugas radiasi, serta meminimalkan pajanan radiasi dengan mengikuti SOP (Standar Operasional Prosedur) kerja” (Silvia 2012).   

Pada pelayanan radiologi harus memperhatikan aspek keselamatan kerja radiasi, hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2007 tentang “Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif merupakan salah satu peraturan pemerintah yang dibuat bertujuan untuk memberikan perlindungan pada radiografer dari paparan radiasi ionisasi”. Paparan radiasi sinar-X memberikan efek buruk terhadap kesehatan manusia, terutama efek biologi pada manusia, “Kerusakan sistem hematopoetik dan limfatik pada manusia merupakan efek biologi akibat paparan radiasi pengion terhadap tubuh manusia. Irradiasi pada seluruh tubuh manusia akan menyebabkan gangguan pada sel darah yang disebabkan karena terhambatnya mitosis pada sel induk dalam sumsum tulang dan sistem limfotik” (Silvia 2012).   

Bila hal ini tidak dapat diantisipasi dengan baik dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan dan keselamatan pekerja, yang nantinya akan berdampak kepada pelayanan kesehatan dirumah sakit khususnya di instalasi radiologi. Fasilitas kesehatan (Instalasi Radiologi) merupakan tempat kerja yang dapat beresiko terjadinya kecelakaan karena sering terpajang radiasi, meskipun dampaknya tidak dapat dirasakan secara langsung atau nanti dalam jangka waktu yang cukup lama. Selain penggunaan Alat Pelindung diri (APD) untuk mencegah teradinya kecelakaan kerja, juga dibutuhkan Tenaga Kesehatan yang terampil dibidang radiologi agar mengurangi jumlah kecelakaan kerja akibat petugas kesehatan yang kurang berpengalaman dibidang radiologi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.375/ MENKES/ SK/ III/ 2007 tentang Standar Profesi Radiografer yaitu “

(1) Tenaga Dokter dengan spesialisasi di bidang radiologi yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion untuk membuat diagnosis dan melakukan terapi intervensi, 

(2) Fisikawan medis yaitu Tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dalam bidang fisika medik klinik dasar 

(3) Petugas Proteksi Radiasi yaitu Petugas yang ditunjuk oleh BAPETEN dan pemegang izin yang dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi dan 

(4) Petugas Radiografer yaitu Tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dengan diberikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab secara penuh untuk melakukan kegiatan Radiologi Diagnostik dan Intervensional”. 

BAB III. PEMBAHASAN 

3.1. Pengertian Radiasi

Radiasi merupakan pancaran energi lewat sebuah materi atau ruang berbentuk panas, gelombang elektromagnetik atau partikel dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang ada di sekitar kita seperti contohnya lampu penerangan, televisi, alat pemanas makanan, komputer dan masih banyak lagi. Radiasi berbentuk gelombang elektromagnetik atau disebut foton merupakan jenis radiasi yang tidak memiliki massa serta muatan listrik. Sebagai contohnya adalah sinar X dan gamma serta termasuk radiasi yang tampak seperti sinar yakni sinar matahari, lampu, gelombang microwave, handphone dan juga radar.  

Radiasi bisa diartikan sebagai proses energi yang dilepaskan atom. Radiasi sendiri umumnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok antara lain yaitu :   

1. Radiasi korpuskuler yakni pancaran atau aliran dari atom atau partikel sub atom yang mampu memindahkan energi gerak atau kinetiknya ke bahan yang dibentuk. 

2. Radiasi elektromagnetis yakni sebuah pancaran gelombang atau gangguan medan elektris dan magnetis yang bisa menyebabkan perubahan struktur dalam atom dati bahan yang dilalui atau medium.

3.1.1. Jenis Radiasi

Berdasarkan Sumber Radiasi Jika dilihat dari sumber radiasi, maka secara garis besar bisa dibedakan menjadi:   

1. Radiasi Alam   Radiasi alam berasal dari sinar kosmos, sinar gamma dari kulit bumi, peluruhan radom serta thorium yang ada di udara dan juga radionuklida di dalam bahan makanan. Sedangkan untuk sumber radiasi dari alam diantaranya adalah:   

a. Radiasi Benda Langit   

Sebab medan magnet bumi akan mempengaruhi radiasi ini, maka orang yang berada di kutub akan menerima lebih banyak dibandingkan orang yang ada di khatulistiwa. Selain itu, mereka yang ada di lokasi lebih tinggi juga akan menerima radiasi lebih besar sebab lapisan udara semakin tipis yang berguna sebagai penahan radiasi.   

Untuk itu, jika seseorang ada di puncak gunung, maka akan menerima radiasi yang lebih banyak dibandingkan mereka yang ada di permukaan laut, Begitu juga dengan orang yang menggunakan pesawat terbang juga akan menerima lebih banyak radiasi. 

b. Radiasi Dari Kerak Bumi   

Bahan radioaktif utama di kerak bumi merupakan kalium 40, rubidium 87, unsur turunan uranium 238 dan juga turunan thorium 232. Besarnya radiasi dari kerak bumi tersebut akan berbeda beda meski tidak terlalu jauh. Penelitian yang dilakukan di Perancis, Jerman, italia, Jepang serta Amerik Serikat menunjukkan jika sekitar 95% populasi manusia tinggal di daerah yang memiliki tingkat radiasi dari bumi antara 0.3 hingga 0.6 milisievert [mSv] per tahun. Sekitar 3% populasi di dunia akan menerima dosis 1 mSv per tahun atau bahkan lebih.   

2. Radiasi Buatan   

Radiasi buatan merupakan radiasi yang terjadi akibat aktivitas manusia seperti penyinaran menggunakan sinar X pada bidang medis, radiasi pembangkit tenaga nuklir, radiasi bidang industri dan sebagainya. Sedangkan untuk beberapa sumber radiasi buatan diantaranya adalah sebagai berikut:   

a. Radiasi Tindakan Medik 

Di bidang kedokteran, radiasi dipakai untuk alat pemeriksaan atau diagnosis atau penyembuhan. Pemindai sinar X atau rontgen adalah alat diagnosis yang paling banyak dikenal, sedangkan untuk dosis radiasi dari rontgen ini adalah dosis tunggal dan menjadi yang terbesar yang diterima dari radiasi buatan manusia.   

b. Radiasi Reaktor Nuklir   

Ada banyak orang yang beranggapan jika tinggal di sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir bisa menyebabkan manusia terkena radiasi tinggi. Meski di dalam reaktor ada banyak unsur radioaktif, akan tetapi sistem keselamatan reaktor sebetulnya membuat jumlah lepasan radiasi ke lingkungan juga sangat kecil.   Untuk kondisi normal, seseorang yang tinggal di radius 1 hingga 6 km dari reaktor akan menerima radiasi tambahan tidak lebih dari 0.005 milisievert per tahun. Nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan yang diterima dari alam.   

3.1.2. Manfaat Radiasi

Radiasi sendiri ternyata memiliki beberapa manfaat untuk kegiatan sehari hari dan berikut adalah beberapa manfaat dari radiasi:   

1. Teknik Radiografi   

Ini adalah teknik di mana sumber sinar X akan ditembuskan ke bagian tubuh pasien yang akan diperiksa dengan kondisi penyinaran tertentu. Radiasi sinar X yang akan tembus memiliki besaran berbeda sesuai daya serap organ tubuh yang akan ditembus. Perbedaan besaran nantinya akan ditngkap film X ray kemudian membentuk bayangan laten dan sesudah melewati beberapa proses pencucian, maka akan menghasilkan gambaran foto dari organ yang diperiksa tersebut.   

2. Teknik Fluoroskopi 

Ini merupakan teknik yang memanfaatkan salah satu sifat sinar X yakni jika mengenai bahan akan berpendar. Kondisi penyinaran fluoroskopi untuk penggunaan arus tabung serta waktu penyinaran akan berbeda dengan teknik radiografi. Selain itu, waktu pemeriksaan yang dibutuhkan juga lebih lama sebab radiasi yang dikeluarkan fluoroskopi secara kontinu sesuai dengan kebutuhan diagnosa.   

3. Komunikasi 

Seluruh sistem komunikasi modern sekarang ini memakai bentuk radiasi elektromagnetik, variasi intensitas radiasi berbentuk suara, gambar atau juga bisa informasi lain yang sedang dikirim. Sebagai contoh, suara manunsia bisa dikirim sebagai gelombang radio atau gelombang mikro dengan cara membuat gelombang bervariasi sesuai dengan variasi suara tersebut.  

4. Iptek  

Para peneliti juga memakai atom radioaktif dalam menentukan umur dari bahan yang dulu merupakan bagian dari organisme hidup. Usia bahan itu bisa diperkirakan dengan cara mengukur jumlah karbon radioaktif mengandung dalam proses yang dinamakan dengan penaggalan radiokarbon.   

3.2. Efek Radiasi Terhadap Manusia

Efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi. Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. 

Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti katarak dan kanker.   

Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.   

Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%. 

Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama. 

Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu.   

3.3. Proteksi Radiasi  

Demi menunjang kenyamanan para pekerja radiasi, pasien, dan lingkungan sekitar, memerlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan demi untuk mencegah kebocoran radiasi yang terjadi pada laboratorium radiologi, ialah :   

1. Lokasi Bagian Radiologi   

Sama seperti Laboratorium Klinik, yaitu ditempatkan sentral, sehingga mudah dicapai dari poliklinik, kamar bedah, bangsal, unit perawatan intensif, dan sebagainya.

2. Kekuatan dan besarnya peralatan radiologi harus sesuai dengan tipe rumah sakit yang akan dibangun.   

a. Proteksi radiasi peralatan Roentgen dan dinding ruangan harus dapat dipertanggung jawabkan untuk menjamin keamanan pasien, karyawan dan penduduk pada umumnya. 

  • Tabung Roentgen, gelas timah hitam, tabir fluoroskopi konvensional, diafragma, filter tambahan, karet timah hitam pada tabir, meja bucky, harus dapat dipertanggungjawabkan dan memenuhi persyaratan International Committee on Radiation Protection (ICPR), yaitu sebuah badan dari International Society of Radiology.  
  • Alat -alat untuk proteksi radiasi yang dipakai oleh ahli radiologi atau karyawan, seperti sarung tangan yang dilapisi timah hitam dan jubah proteksi yang terbuat dari karet hitam setebal 0,5 mm Pb harus tersedia.
  • Meja pengontrol alat Roentgent harus berada dibelakang dinding proteksi yang tebalnya ekuivalen dengan 2 mm Pb. Demikian juga jika dipakai gelas timah hitam, tebalnya harus 2 mm Pb.    
  • Luas ruangan menurut ketentuan Departemen Kesehatan harus 4x3x2,8 m sehingga memberikan kemungkinan untuk memasukkan tempat tidur pasien secara leluasa.  
  • Dinding ruangan terbuat dari bata yang dipasang melintang (artinya 1 bata; jika dipasang memanjang harus dipakai 2 bata). Bata yang dipakai harus berkualitas baik, berukuran 10 x 20 cm. plesteran dengan campuran semen dan pasir yang tertentu. (Tebal minimal dengan bata adalah 25 cm). Atau bila menggunakan beton, tebal dinding beton minimal 15 cm. Dinding yang dibuat menurut aturan ini ekivalen dengan 2 mm Pb.  
  • Arah penempatan pesawat harus sesuai dengan petunjuk ahli -ahli Departemen Kesehatan atau ahli radiologi. Tinggi ruangan minimum 280 cm. Jendela boleh ditempatkan 2m diatas dinding untuk meringankan biaya proteksi.  
  • Kawat listrik yang dipakai besarnya menurut ketentuan - ketentuan yang berlaku dan harus dihubungkan dengan tanah

b. Asessoris yang dipakai untuk pemeriksaan Roentgen seperti karet, tabir penguat, film, mutlak harus baik keadaannya untuk mencegah timbulnya artefak -artefak. 

c. Kamar gelap yang dipakai minimal 3x2x2,8 m dan dibuat juga bak -bak pencucian film dengan dinding porselin putih bagi yang menggunakan pencucian dengan cara manual. Lantai harus dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan.   

Rekomendasi Dosis Radiasi pada Pencitraan Radiasi dari proses medical imaging patut diperhitungkan (Tabel). Dosis radiasi dari radiografi polos cenderung kecil dibanding CT scan, prosedur kedokteran nuklir menghasilkan paparan radiasi paling besar. Dalam prosedur kedokteran nuklir, sejumlah kecil bahan radioaktif diserap, disuntikkan, atau ditelan oleh pasien, sehingga menghasilkan total radiasi yang cukup tinggi. Pada tabel tersebut, radiografi penunjang diagnostik juga dibandingkan dengan radiasi alam tahunan. Menurut US Environmental Protection Agency, petugas radiologi direkomendasikan tidak melewati batas 100mSv dalam 5 tahun. Sedangkan di Indonesia, terdapat peraturan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) mengenai dosis maksimal radiasi yang diterima pekerja radiologi dan masyarakat.   Peraturan BAPETEN Nomor 15 tahun 2014 Pasal 24: 

  • Dosis Efektif sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut  
  • Dosis Efektif sebesar 50 mSv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun tertentu   
  • Dosis Ekivalen untuk lensa mata sebesar 20 mSv (dua puluh milisievert) per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut dan 50 mSv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun tertentu, dan  
  • Dosis Ekivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv (lima ratus milisievert) dalam 1 (satu) tahun  

Pasal 25 : Nilai batas dosis untuk masyarakat 13 

  • Dosis Efektif sebesar 1 mSv (satu milisievert) dalam 1 (satu) tahun  
  • Dosis Ekivalen untuk lensa mata 15 mSv (lima belas milisievert) dalam 1 (satu) tahun, dan  
  • Dosis Ekivalen untuk kulit 50 mSv (lima puluh milisievert) dalam 1 (satu) tahun.

3.3.1. Pencegahan dan Perlindungan terhadap Radiasi  

Prinsip keselamatan kerja yang baik, keputusan rasional, dapat menurunkan dosis paparan radiasi terhadap praktisi kesehatan dan pasien. Tiga prinsip penting proteksi radiasi dalam konsensus International Commission on Radiological Protection (ICPR):   

1. Prinsip justifikasi: paparan radiasi harus lebih banyak manfaatnya dibandingkan akibatnya.   

2. Prinsip optimalisasi proteksi: kemungkinan timbulnya paparan, jumlah orang yang terkena, dan besarnya dosis individual harus sesuai prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable), dan memperhatikan faktor sosial ekonomi.   

3. Prinsip limitasi dosis: jumlah dosis yang diterima oleh suatu individu selain dari paparan medis tidak boleh melebihi batas yang direkomendasikan ICRP. 

3.3.2. Perlindungan Pasien   

14 Teknis pelaksanaan pemeriksaan turut berdampak pada perlindungan pasien: durasi fluoroskopi diusahakan sesingkat mungkin, volume radiasi dijaga serendah mungkin dengan kolimasi cermat, jarak pasien dengan detektor diusahakan dekat, dan protokol pemeriksaan (contoh dalam CT) dioptimalkan dosisnya oleh dokter yang berpengalaman dan oleh teknologi pemindaian yang lebih baik. Dosis minimal berarti dosis yang masih memberikan kinerja diagnostik pemeriksaan yang baik, disebut sebagai prinsip ALARA. 

Sistem detektor penghemat dosis seperti kombinasi layar- film atau detektor area digital yang optimal, serta filtrasi sinar yang adekuat, penting dimiliki. Bagi pasien, kolimasi berkas sinar X penting untuk menjaga agar pajanan akibat radiasi hamburan tetap rendah. Pelindung timbal harus dikenakan bila mungkin untuk memperkecil pajanan terhadap gonad; pada trauma, pelindung timbal pada ovarium perempuan tidak mungkin dikenakan karena fraktur cincin panggul bisa saja terlewatkan. Pemindai CT jenis baru dapat memodifikasi konstan arus tabung dan pajanan menurut ketebalan pasien di tiap lokasi sambil terus melanjutkan pemeriksaan.   

3.3.3. Perlindungan Dokter yang Memeriksa   

Sebagian besar faktor yang melindungi pasien dari radiasi juga akan menghilangkan pajanan radiasi bagi radiolog. Faktor-faktor ini meliputi pengalaman dokter pemeriksa yang memadai, durasi fluoroskopi yang singkat, kolimasi berkas sinar X yang ketat, peralatan sinar X dosis minimal, dan ketaatan terhadap indikasi pemeriksaan yang ketat. Tindakan perlindungan yang sangat efektif adalah dengan menjaga jarak sejauh mungkin dari sumber radiasi primer ataupun sekunder; pada tindakan fluoroskopi, dianjurkan agar semua staf berjarak setidaknya 36 inci dari sumber radiasi selama proses fluoroskopi berlangsung.16 Tindakan perlindungan lain adalah menggunakan alat berlapis timbal, seperti dinding (yang kadang dapat dipindah-pindah), apron timbal, sarung tangan, pelindung tiroid, dan kacamata serta pelindung mata berkaca timbal.  

Radiasi sangatlah berbahaya apabila tidak sesuai takaran yang harus di terima dan penggunaannya asal-asalan. Sehingga diperlukan para ahli untuk menyusun sebaik mungkin mulai dari ruangan laboratorium, posisi alat di dalamnya, persiapan alat pelindung diri radiasi baik untuk pasien maupun pekerja dan masih banyak lagi. Selama proteksi pada radiasi sudah di maksimalkan dan dosis yang di terima para pasien dan pekerja sudah sesuai takaran, radiasi tidak menjadi begitu berbahaya lagi. Sehingga perlu sekali diperhatikan dengan baik agar beberapa langkah yang sudah di sebutkan di atas di jalankan dengan baik, agar proteksi pada pasien, pekerja, dan lingkungan berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 

3.4. Alat Proteksi Radiasi

Didalam melakukan kegiatan bekerja, sangat penting bagi petugas radiologi untuk menggunakan alat pelindung diri. Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD menjadi pelengkapan yang wajib yang harus ada sebagai peralatan proteksi radiasi untuk petugas radiologi dalam melaksanakan tugasnya. “APD yang digunakan diharapkan dapat meminimalisir paparan radiasi yang akan diterima oleh tubuh. Seorang radiografer wajib mengenakan APD ketika melakukan tindakan pemeriksaan radiografi. Beberapa APD yang perlu digunakan oleh radiografer antara lain: apron, pelindung gonad, pelindung tiroid, sarung tangan Pb, kaca mata Pb dan tabir Pb. 

1. Apron 

Apron merupakan alat pelindung diri petugas radiologi yang menutup dada sampai lutut, berbahan dasar logam yang setara dengan timah hitam (Pb). Apron yang setara dengan 0,2 atau 0,25 mm Pb digunakan untuk pemeriksaan radiodiagnostik secara umum. Sedangkan untuk ketebalan setara dengan 0,35 mm atau 0,5 mm digunakan untuk pemeriksaan radiografi intervensional.  “Tebal kesetaran timah hitam harus diberi tanda secara permanen dan jelas terlihat pada apron.” 

2. Pelindung Gonad 

Pelindung gonad adalah alat pelindung diri petugas radiologi yang melindungi tubuh bagian bawah pada bagian pinggul (system reproduksi yaitu gonad/Ovarium). Pelindung gonad yang setara dengan 0,2 atau 0,25 mm Pb digunakan untuk pemeriksaan radiodiagnostik secara umum. Sedangkan untuk ketebalan setara dengan 0,35 mm atau 0,5 mm digunakan untuk pemeriksaan radiografi intervensional. Tebal kesetaran Pb harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah gonad secara keseluruhan dari paparan berkas utama radiasi.

3. Pelindung Tiroid 

Pelindung Tiroid adalah alat pelindung diri petugas radiologi yang menutupi bagian leher untuk melindungi kelenjar gondok (tyroid). Pelindung tiroid yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.  

4. Sarung Tangan Pb 

Sarung tangan Pb adalah alat pelindung diri petugas radiologi yang menutupi tangan mencakup pergelangan dan jari-jari tangan. Sarung tangan proteksi yang digunakan untuk fluoroskopi harus memberikan kesetaraan atenuasi paling kurang 0,25 mm Pb pada tegangan modalitas 150 kVp. “Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup jari dan pergelangan tangan.”

5. Kaca Mata Pb 

Kaca mata Pb merupakan alat pelindung mata pada petugas radiografer. Kaca mata yang digunakan ini berbentuk menyerupai kacamata renang. Kaca mata yang terbuat dari bahan yang setara dengan 1 mm Pb.  

6. Tabir Pb 

Tabir Pb adalah pelindung yang digunakan oleh radiografer harus dilapisi dengan bahan yang setara dengan 1 mm Pb. Ukuran tabir adalah sebagai berikut: tinggi 2 m, dan lebar 1 m, yang dilengkapi dengan kaca intip Pb yang setara dengan 1 mm Pb.

BAB VI. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan daripenulisan makalah ini, antara lain : 

1. Radiasi merupakan pancaran energi lewat sebuah materi atau ruang berbentuk panas, gelombang elektromagnetik atau partikel dari sumber radiasi. 

2. Sumber radiasi ada 2 yaitu yang pertama radiasi alam yang meliputi radiasi benda langit dan radiasi kerak bumi. Yang kedua radiasi buatan yang meliputi radiasi tindakan medik dan radiasi reaktor nuklir 

3. Beberapa manfaat radiasi yaitu Teknik Radiografi, Teknik Fluoroskopi, Komunikasi dan IPTEK. 

4. Efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. 

5. Demi menunjang kenyamanan para pekerja radiasi, pasien, dan lingkungan sekitar, memerlukan beberapa hal yang perlu diperhatikan demi untuk mencegah kebocoran radiasi. 

6. Di dalam melakukan kegiatan bekerja, sangat penting bagi petugas radiologi untuk menggunakan alat pelindung diri. 

7. Alat Pelindung Diri (APD) merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja.  

DAFTAR PUSTAKA  

Daniel Kartawiguna, S. M., & Dr. Ir. Hj. Rusmini B., A. M. (2017). Instrumentasi Pemindai Tomografi Komputer. In P. Panasena, Instrumentasi Pemindai Tomografi Komputer (p. 1). Jakarta: Pustaka Panasena.   

Fransiska Dian, B. P. (2015). Analisis Keselamatan Radiasi Tindakan Radiologi Intervensional dan Kateterisasi Jantung Vaskular di Cath-Lab Room RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta. 

Andre. (n.d.). (2012). Rakyat Biologi. Diakses dari https://andre4088.blogspot.com/2012/07/efek-radiasi-terhadap-manusia.html 

Hidayatullah, R. (2017). Dampak Tingkat Radiasi pada Tubuh Manusia. Jurnal Mutiara Elektromedik, 18-17.   

Julianna Simanjuntak, A. C. (2013). Penerapan Keselamatan Radiasi pada Instalasi Radiologi di Rumah Sakit Khusus (RSK) Paru Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013. 245-256 Quora. (n.d.). Diakses dari https://id.quora.com/Apa-dampak-buruk-paparan-radioaktif bagi-manusia   

Rasad, S. (2006). Radiologi Diagnostik. In G. Baru, Radiologi Diagnostik (pp. 7-10). Jakarta: Gaya Baru.   

Reginald Maleachi, R. T. (2018). Pencegahan Efek Radiasi pada Pencitraan Radiologi. Pencegahan Efek Radiasi pada Pencitraan Radiologi, 537-538.   

Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015).Dasar metodologi penelitian. Literasi Media Publishing

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun