Mohon tunggu...
Amin Wahyu Faozi
Amin Wahyu Faozi Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Otoritas Hakim Pengadilan Agama dalam Mempertimbangkan Kelayakan Suami untuk Berpoligami (Review Skripsi)

1 Juni 2024   22:04 Diperbarui: 1 Juni 2024   22:36 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Amin Wahyu Faozi

NIM : 222121026

Kelas : HKI 4A

Matkul : HPII (Pak Juli Janto)

a. Pendahuluan :

Mengenai skripsi yang direview ini yaitu karena studi kasusnya tidak terlalu lama kebelakang, soalnya pembahasan dalam penelitian di skripsi ini di tahun 2022. Menurut saya dalam penelitian dari skripsi ini cukup memaparkan tentang alasan diperbolehkannya poligami oleh hakim di Pengandilan Agama, yang dikaji dalam ini ialah pertimbangan alasan hakim untuk mengijinkan kepada suami untuk melakukan praktik poligami dewasa ini. Banyak faktor yang mempengaruhi pertimbangan hakim maka dari itu dalam skripsi ini dijelaskan mengenai alasan -- alasan ditolaknya poligami maupun diterimanya permohonan poligami di Pengadilan Agama.

Judul Skripsi :

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENENTUAN KELAYAKAN SUAMI UNTUK BERPOLIGAMI (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten 1B Tahun 2022)

Skripsi karya :

Dwi Wahyu Saputra, Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam di UIN Raden Mas Said Surakarta Tahun 2019

b. Alasan memilih skripsi untuk direview:

Karena saya suka pembahasan mengenai poligami dari sisi agama maupun sosial.

Karena saya ingin menjelaskan pandangan poligami kepada khalayak umum tentang poligami.

Karena saya berencana akan meneliti tentang perkawinan lebih dari 1 istri (poligami) di daerah tempat kelahiran saya,

Menurut saya poligami di zaman modern ini masih menjadi polemik yang bagus untuk dijadikan pembahasan dalam karya ilmiah.

Skripsi yang direview membahas juga pandangan hakim di Pengadilan Agama yang penting untuk dicermati dengan baik.

c. Pembahasan hasil review :

     Pertama membahas mengenai Teori Pertimbangan Hakim.

     Teori Pertimbangan Hakim

    1. Pengertian Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim adalah suatu tahapan dimana majelis hakim mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap selama proses persidangan berlangsung. Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan dan mengandung kepastian hukum, disamping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. 

Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung. Pada hakikatnya, pertimbangan hakim sebaiknya juga memuat tentang hal-hal sebagai berikut: Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak disangkal.

 Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan. Adanya semua bagian dari petitum pihak Penggugat yang harus mempertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang terbukti atau tidaknya dan dapat dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.

2. Dasar Hukum Pertimbangan Hakim

Dasar hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan kepada teori dan hasil penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktik. Salah satu usaha untuk mencapai kepastian hukum kehakiman, dimana hakim merupakan aparat penegak hukum melalui putusannya dapat menjadi tolak ukur tercapainya suatu kepastian hukum. 

Pokok kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta di dalam Undang undang Nomor 48 Tahun 2009. Undang-undang Dasar 1945 menjamin adanya suatu kekuasaan kehakiman yang bebas. 

Hal ini secara tegas dicantumkan dalam Pasal 24, terutama penjelasan Pasal 24 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009, yang menyebutkan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan Undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.

3. Aspek-Aspek Pertimbangan Hakim

Hakim merupakan pelaksana atas kekuasaan kehakiman dalam memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepadanya harus mempertimbangkan dari berbagai aspek seperti, aspek yuridis normatif, aspek filosofis dan aspek sosiologis serta fakta yang terungkap selama masa persidangan berlangsung, sehingga keadilan yang ingin dicapai terwujud dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam putusannya, hakim harus berorientasi pada keadilan hukum (legal justice), keadilan moral (moral justice) dan keadilan masyarakat (sosial justice).8 

Dengan demikian, putusan yang diambil berdasarkan pertimbangan hukumnya, mencerminkan rasa keadilan, kepastian hukum dan mengandung kemanfaatan. Ketiga unsur tersebut sangat penting dalam pertimbangan hukum dalam mengambil keputusan, meskipun unsur keadilan lebih penting di atas ketiga unsur tersebut.

Aspek Yuridis Normatif

a. Aspek Yuridis Normatif

Aspek yuridis normatif, yaitu merupakan salah satu aspek pertama dan yang utama bagi seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara hukum. Dalam memutuskan suatu putusan seorang hakim harus memahami dan mengerti akan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara yang dihadapkan kepadanya. Kepastian hukum menentukan berlakunya hukum didalam setiap tindakan penegak hukum (law in action) sebagaimana dalam peraturan perundang- undangan (law in book) atau kaidah hukum yang pernah dibuat di dalam yurisprudensi. 

Hal ini berkaitan dengan pendapat yang mengatakan bahwa apa yang telah diatur di dalam hukum harus ditaati dan menjadi putusan Pengadilan. Mempertimbangkan dan menerapkan asas kepastian hukum cenderung lebih mudah karena tinggal hanya memasukan isi dari ketentuan peraturan perundang-undangan ke dalam putusan hakim, sedangkan keadilan hukum dan kemanfaan tidak cukup hanya melihat dari aspek yuridis normatifnya saja, melainkan harus terpenuhi yang lainya, yaitu filosofis dan sosiologisnya.

b. Aspek Filosofis

 Aspek Filosofis, merupakan aspek yang berintikan kepada kebenaran dan keadilan yang merupakan salah satu tujuan dari hukum, selain kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Seorang hakim yang merupakan salah satu unsur di dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman dituntut agar mempunyai integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional dan berpengalaman di bidang hukum, agar dapat memberikan atau memenuhi asas kepastian hukum dari setiap produk putusan yang dikeluarkan oleh hakim. 

Asas kepastian hukum semata lebih membuka peluang untuk tidak membuat putusan semau-maunya hakim dengan alasan yuridis formal semata. Artinya keadilan hukum tidak hanya bertumpu pada apa yang telah dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat heteronom saja, akan tetapi keadilan yang ada dalam masyarakat adalah keadilan yang berbasis pada kehidupan nyata dan bersifat otonom. 

Secara formal hakim juga tidak disalahkan apabila memutus suatu perkara yang dihadapkan kepadanya hanya berdasarkan hukum tertulis (keadilan hukum), akan tetapi hakim akan dinilai sebagai seorang hakim yang buta mata hatinya dari sisi integritas dan kapabilitasnya dipertanyakan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang mengatakan bahwa hakim sebagaimana dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan bahwa "Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat" artinya hakim dalam memutuskan suatu perkara tidak hanya berdasarkan aspek yuridis normatifnya saja akan tetapi aspek filosofis dan sosiologis juga perlu dipertimbangkan, yakni hakim harus memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup di tengah-tengah masyarakat.

c. Aspek Sosiologis

Aspek Sosiologis, memuat pertimbangan berdasarkan tata nilai budaya yang hidup dimasyarakat. Dalam penerapannya aspek filosofis dan sosiologis hakim harus mampu mengikuti perkembangan nilai- nilai yang hidup di dalam masyarakat. 

Aspek sosiologis sangat penting diperhatikan agar dalam putusannya benar-benar sesuai dengan prinsipprinsip hukum dalam mewujudkan rasa keadilan masyarakat. Aspek sosiologis dalam pertimbangan putusan hakim sangat penting, agar putusan yang dihasilkan adalah putusan memenuhi rasa keadilan hukum, kepastian hukum dan kemanfaatan, bagi para pihak yang berperkara. 

Manakala salah satu dari ketiga unsur tersebut terabaikan, bukan berarti putusan itu salah, tetapi dirasakan kurang sempurna, karena tidak memenuhi unsur unsur yang lengkap dalam putusanya. Terpenuhinya ketiga aspek tersebut di atas, yakni aspek yuridis normatif, filosofis dan sosiologis, merupakan upaya penegakan hukum yang bernilai keadilan, kepastian, dan kemanfaatan sehingga dapat diterima oleh semua pihak yang berperkara serta masyarakat secara umum.

4. Fakta yang Terungkap Selama Persidangan

Hakim dalam memutuskan perkara yang terpenting adalah kesimpulan hukum atas fakta yang terungkap selama masa persidangan berlangsung. Fakta adalah kenyataan yang terungkap tentang duduknya perkara yang sebenarnya di dalam persidangan. Fakta dari segi bentuknya ada dua, yaitu : 1) Fakta Biasa, yaitu fakta yang belum diuji dengan alat bukti. 2) Fakta Hukum, yaitu fakta yang telah diuji dengan alat bukti Dalam persidangan, setelah menemukan fakta fakta yang ada, maka akan diuji dengan alat bukti (melalui pembuktian), sehingga menghasilkan fakta hukum, dan berdasarkan hal tersebut hakim mempertimbangkan hukumnya berdasarkan doktrin, yurisprudensi, setelah itu menentukan peraturan mana yang akan ditetapkan. 

Dalam penerapan hukum, hakim harus berhati-hati dalam menentukan pasal peraturan perundang- undangan, termasuk cara penulisannya. Seorang hakim dalam memberikan pertimbanganya harus benar-benar mempertimbangkan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan berlangsung, mulai dari gugatan, jawaban (konvensi), adanya rekonvensi, duplik, replik, rereplik dan reduplik, kesimpulan yang dihubungkan dengan alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materil yang mencapai batas minimal pembuktian yang nantinya akan dituangkan dalam amar putusan.

PERKARA IZIN POLIGAMI DAN DESKRIPSI PUTUSAN IZIN POLIGAMI DI PENGADILAN AGAMA KLATEN KELAS 1B TAHUN 2022

A. Rekapitulasi Perkara Tahun 2022

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B, dalam laporan perkara yang diterima oleh Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B terdapat 83 perkara sisa tahun 2021 dan perkara yang diterima tahun 2022 berjumlah 2.654 perkara, dengan jumlah perkara tahun 2022 mencapai 2.737 perkara, dan perkara yang diputus tahun 2022 berjumlah 2.685 perkara dengan sisa perkara yang belum diputus tahun 2022 sebanyak 52 perkara .

Dari 2.685 perkara yang di putus tahun 2022 oleh Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B yang menjadi fokus peniliti adalah perkara permohonan izin poligami, berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2022 di Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B, terdapat 9 perkara permohonan izin poligami dan yang diputus 7 perkara, tersisa sebanyak 2 permohonan izin poligami yang belum diputus sampai akhir tahun 2022. Diantara 10 perkara permohonan izin poligami adalah Nomor 0614/Pdt.G/2022/PA.Klt, dengan amar penetapan dikabulkan oleh Hakim dan Penetapan Nomor 1304/Pdt.G/2022/PA.Klt, dengan amar penepatandikabulkan oleh hakim, serta Penetapan Nomor 1442/Pdt.G/2022/PA, dengan amar penetapan ditolak oleh hakim Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B tahun 2022.

B. Deskripsi Putusan Izin Poligami di Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B

Tahun 2022 1. Penetapan Nomor 1422/Pdt.G/2021/PA.Klt Penetapan ini merupakan penetapan atas perkara permohonan izin poligami yang mana Pemohon dan Termohon adalah pasangan istri yang telah melakukan perkawinan sah yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur dengan Kutipan Akta Nikah Nomor 112/112/IV/1999 tertanggal 12 April 1999. Setelah pernikahan Pemohon dan Termohon bertempat tinggal di wilayah Kabupaten Klaten, dan dari perkawinannya telah dikaruniai 4 (empat) orang anak. Pemohon menghadap majelis hakim Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B dengan permohonan yang intinya ingin menikah lagi (poligami) dengan seorang perempuan bernama Monika Ayu Habsari dengan alasan Pemohon dengan calon istri kedua Pemohon sudah saling mengenal sejak Tahun 2008 dan kemudian saling mencintai dan merasa khawatir jika tidak segera menikah maka akan terjadi perbuatan yang melanggar norma agama. Selain itu Pemohon mempunyai nafsu seksualitas yang sangat tinggi, namun Termohon sudah tidak mampu lagi melayani Pemohon, sehingga Termohon tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Guna memenuhi kepentingan Pemohon, dengan mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B, memohon agar permohonan Pemohon dikabulkan untuk berpoligami dengan istri barunya atas nama Monika Ayu Habsari, Pemohon sanggup berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak Pemohon dan Pemohon mampu memenuhi kebutuhan hidup istri-istri Pemohon beserta anak-anak, karena Pemohon bekerja sebagai wirausaha dibidang pertanian dan mempunyai penghasilan minimal Rp. 15.000.000,- ( Lima Belas Juta Rupiah) setiap bulannya. Akan tetapi, bukannya permohonan tersebut dikabulkan namun penolakan dari Hakim Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B pada hari Selasa, tanggal 04 Januari 2022 dengan Pertimbangan Hukum antara lain: Menimbang, bahwa jika alasan Pemohon untuk berpoligami tersebut dihubungkan dengan fakta yang ditemukan di persidangan dan maksud ketentuan perundang-undangan, Majelis berpendapat permohonan Pemohon tidak memenuhi persyaratan alternatif/fakultatif yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berlaku. Menimbang, bahwa terhadap persyaratan komulatif Pemohon juga tidak dapat membuktikan dalil permohonannya, karena terbukti dalam persidangan Termohon menolak dan tidak rela Pemohon berpoligami, hal mana Pemohon tidak dapat memenuhi persyaratan pertama dari persyaratan komulatif yaitu adanya izin dari istri.

Menimbang, Majelis Hakim juga mempertimbangkan bahwa di depan persidangan Pemohon mengakui sepenuhnya secara sadar telah melaksanakan pernikahan sirri dengan calon isterinya tersebut yang bernama Monika Ayu Hapsari, Maka perbuatan Pemohon sudah menikah siri terhadap calon istri Pemohon tersebut adalah nyata sebuah pelanggaran terhadap peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Menimbang, bahwa dalam persidangan, Termohon telah dapat membuktikan masih sehat baik jasmani (fisik) dan ruhani (psikis), dan masih dapat melayani Pemohon dengan baik, telah dikaruniai 4 (empat) orang anak dan anak paling kecil masih berusia 8 (delapan) bulan. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka permohonan Pemohon a quo sepanjang permohonan izin poligami tidak cukup beralasan dan melawan hukum, oleh karena itu permohonan izin poligami Pemohon dinyatakan ditolak. Menimbang, bahwa oleh karena permohonan Pemohon tidak memenuhi persyaratan alternatif/faultatif dan dan tidak pula memenuhi persyaratan komulatif sehingga permohonan ijin poligami Pemohon ditolak oleh Majelis Hakim, maka Majelis berpendapat tidak perlu lagi untuk memeriksa penetapan harta bersama yang dimiliki oleh Pemohon dan Termohon dengan demikian bukti surat P.6 sampai dengan P.15 tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan sehingga dikesampingkan.

2. Penetapan Nomor 0614/Pdt.G/2022/PA.Klt

Penetapan ini merupakan penetapan atas perkara permohonan izin poligami yang mana Pemohon dan Termohon adalah pasangan suami istri yang telah melakukan perkawinan sah yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten dengan Kutipan Akta Nikah Nomor 559/56/XI/2005 tanggal 20 Nopember 2005.Permohonan ini diajukan oleh Pemohon yang beralamat tinggal di Kabupaten Klaten dan dari perkawinannya telah dikaruniai 2 (dua) orang anak. Pemohon dalam perkara ini mengajukan permohonan izin poligami yang dimana pada tanggal 14 Maret 2022 dengan register perkara Nomor 0614/Pdt.G/2022/PA.Klt, telah mengajukan permohonan izin poligami di Pengadilan Agama kelas 1B Pemohon menghadap majelis hakim Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B dengan permohonan yang intinya ingin menikah lagi (poligami) dengan seorang perempuan bernama Anita Dyah Kusumawati dengan alasan bahwa sejak tahun 2012 Termohon diketahui menderita sakit gula, dan puncaknya sejak tahun 2017 Termohon tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri karena Termohon menderita sakit gula tinggi, sehingga Pemohon sangat khawatir akan melakukan perbuatan yang dilarang oleh norma agama apabila Pemohon tidak melakukan poligami.

Seperti persoalan yang terjadi di Pengadilan Agama Klaten mengenai perkara permohonan izin poligami, antara lain: Ditolaknya Penetapan Nomor 1442/Pdt.G/2021/PA.Klt., dalam pertimbangannya hakim mendasarkan dasar pertimbangan hukumnya pada ketentuan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam pasal 4 ayat 2 Undang-Undang No 1 Tahun 1974, bab VIII Pasal 40- 44 Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 dan Bab IX Kompilasi Hukum Islam disebutkan ketentuan mengenai poligami, bahwa pengadilan hanya memberikan izin poligami apabila memenuhi syarat-syarat diantaranya sebagai berikut: "istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat cacat badan yang tidak bisa disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan". Dalam persidangan, hakim memperhatikan faktor keterpaksaan dari termohon yang mengizinkan pemohon untuk poligami karena adanya ancaman dari pihak pemohon.  

Berdasarkan hal tersebut, dalam penilaiannya hakim menilai permohonan pemohon tidak memenuhi tujuan perkawinan sebagaimana Al-Quran surat An-Nur ayat 21 yaitu terwujudnya rumah tangga yang tentram dengan diliputi rasa kasih sayang, demikian pula yang dikehendaki oleh Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan tujuan perkawinan yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sehingga hakim juga berpendapat bahwa permohonan tersebut tidak memenuhi unsur kumulatif sebagaimana pada pasal 5 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 

Selain itu, aspek utama yang menjadi dasar dikabulkannya poligami adalah aspek dapat berlaku adil, karena jika seseorang tidak bisa berlaku adil maka diharamkan baginya untuk berpoligami sebagaimana disebutkan dalam QS. AnNisa ayat 129 dan kemudian diambil alih sebagai pendapat oleh majelis hakim yang berbunyi : "Dan kamu sekali-sekali tidak akan dapat berlaku adil diantara istriistri (mu), walaupunkamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung: dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Adapun dalam Pasal 55 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam juga menyebutkan bahwa "syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya".

Menurut penulis, dapat dilihat bahwa pemeriksaan berkaitan dengan pembuktian yang didalilkan pemohon dalam permohonannya di persidangan mempengaruhi majelis hakim Pengadilan Agama Klaten dalam menyelesaikan perkara permohonan izin poligami nomor 1442/Pdt.G/2021/PA.Kl. 

Secara garis besar pertimbangan hukum hakim yang kemudian menolak permohonan pemohon dipengaruhi oleh fakta-fakta di antaranya, majelis hakim menilai bahwa alasan pemohon mengajukan permohonan izin poligami bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan jika dihubungkan dengan fakta yang ditemukan di persidangan, dan majelis hakim berpendapat permohonan pemohon tidak memenuhi persyaratan alternatif atau fakultatif yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berlaku. Sedangkan Penetapan Nomor 0614/Pdt.G/2022/PA.Klt. dan Penetapan

Nomor 1731/Pdt.G/2022/PA.Klt., dikabulkan oleh Hakim Pangadilan Agama Klaten Kelas 1B dengan Pengakuan Termohon bersedia dimadu karena ia merasa sudah tidak bisa melayani sang suami karena penyakit yang dideritanya dan termohon juga merasa sudah tidak bisa lagi menjalankan kewajiban layaknya seorang istri pada umumnya. Istri pemohon selaku termohon dalam keterangannya mengaku tidak keberatan jika pemohon menikah lagi dengan perempuan tersebut, calon istri kedua pemohon dalam hal ini juga mengaku tidak keberatan apabila dimadu oleh pemohon.

Karena hal tersebut, pemohon mengajukan permohonan yang intinya memohon kepada majelis Hakim Pengadilan Agama Klaten Kelas1B agar permohonan Pemohon dikabulkan untuk berpoligami dengan istri barunya atas nama Anita Dyah Kusumawati dan Pemohon mampu memenuhi kebutuhan hidup isteri-isteri Pemohon beserta anak-anaknya, dengan penghasilan setiap bulan rata-rata sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta) Untuk mewujudkan keinginannya, Pemohon mengajukan permohonannya ke Pengadilan Agama Klaten Kelas 1B. Permohonan tersebut diperiksa dan diputus kabul pada hari Selasa, tanggal 26 April 2022.

Adapun Pertimbangan Hukum yang digunakan hakim majelis adalah: Menimbang, bahwa dalam perkara ini alasan Pemohon mengajukan ijin poligami adalah karena Termohon sudah tidak mampu lagi melayani Pemohon, karena sakit gula yang dideritanya sejak tahun 2012 sehingga Termohon tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, dan di persidangan telah ditemukan fakta bahwa Termohon sebagai istri Pemohon saat ini dalam keadaan sakit dan sudah tidak sanggup melayani Pemohon lahir dan batin. 

Menimbang, bahwa jika alasan Pemohon untuk berpoligami tersebut dihubungkan dengan fakta yang ditemukan di persidangan dan maksud ketentuan perundang-undangan, Majelis berpendapat permohonan Pemohon telah memenuhi persyaratan alternatif/fakultatif dan kumulatif yang ditentukan oleh undang-undang yang berlaku. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka permohonan izin poligami Pemohon harus dikabulkan.

Kesimpulannya yaitu dalam hal ini jika sudah mempertimbangkan fakta -- fakta maka hakim boleh mengabulkan izin poligami dengan berbagai pertimbangan seperti Pertimbangan tersebut ada yang berupa pertimbangan hukum dalam aturan perundang-undangan, pertimbangan hukum yang bersumber pada hukum Islam, serta pertimbangan sosial. 

Di antara pertimbangan hukum berupa pertimbangan yuridis berupa pertimbangan yang berasal dari peraturan perundang-undangan, dan pertimbangan syar'i yang dikemukakan oleh hakim. Selain berupa pertimbangan yuridis, hakim dalam memutus perkara permohonan izin poligami juga memperhatikan pertimbangan non yuridis berupa pertimbangan sosiologis. Pertimbangan sosiologis merupakan pertimbangan di luar fakta-fakta hukum persidangan maupun di luar ketentuan hukum.

d. Rencana skripsi yang ditulis beserta argumentasinya

Saya berencana menulis skripsi tentang poligami yang terjadi di daerah saya atau daerah tempat kelahiran saya karena supaya memahami dinamika hukum pernikahan Islam yang terjadi di daerah saya serta saya mampu menyikapinya dengan bijaksana dan menjelaskan fenomena poligami tersebut.

Mengapa saya berencana mengkaji tentang poligami karena saya tertarik dengan ilmu poligami serta berusaha menjelaskan kepada khalayak umum tentang poligami. Mencoba mengimplementasikan sedikit ilmu saya mengenai poligami dalam masyarakat supaya masyarakat sedikit banyak memahami tentang poligami di masa yang akan datang.

Saya menemukan gap antara penelitian-penelitian mengenai poligami dengan rencana penelitian yang akan saya teliti dengan subjek dan objek yang berbeda serta tempat pengambilan data berbeda maka akan menemukan jawaban yang tidak akan sama dengan penelitian skripsi sebelumnya, ini akan membuat khazanah ilmu pengetahuan tentang penelitian poligami di masa sekarang bertambah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun