Mohon tunggu...
Amiliyyah FiNuril
Amiliyyah FiNuril Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Dinasti Abbasyiah (Awal Kemunculan, Sistem Pemerintahan, Kehancuran, dan Peninggalan Sejarah)

4 Juni 2023   05:12 Diperbarui: 4 Juni 2023   06:11 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Awal Kemunculan Dinasti Abbasyiah
  • Awal munculnya pemberontakan

Dinasti Abbasyiah merupakan keturunan dari paman Rasulullah saw., yaitu Abbas bin Abdul Muthalib. Dinasti Abbasyiah mulai muncul pada tahun 750 Masehi setelah mereka berhasil menggulingkan Dinasti Umayyah dalam sebuah pemberontakan yang dipimpin oleh Abu al-Abbas al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin al-Abbas. Pemberontakan ini dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan Umayyah yang dianggap tidak adil dan korup serta model kehidupan para khalifah yang di pandang hidup secara bermegah-megahan, dimana mereka mengesampingkan ajaran islam yang sudah diterapkan.

Sistem pemerintahan Dinasti Umayyah yang dianggap tidak adil yaitu dengan mementingkan keluarganya sendiri untuk menjadi penerus tahta kekhalifaan, sehingga mengakibatkan perpecahan dan perebutan kekuasaan di dalam lingkungan keluarga umayyah sendiri.[1] Hingga khalifah-khalifah itu silih berganti dalam masa waktu yang sangat singkat dalam berkuasa .

 

 Gerakan Bani Abbasyiah ini juga muncul karena terdapat sebuah propaganda dimana Bani Abbas merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas kekhalifahan islam, sebab mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab lebih dekat dengan Nabi Muhammad saw..

 

Mereka berpendapat bahwa orang-orang Umayyah menguasai kekhalifahan secara paksa melalui perang siffin. Oleh karena itu, untuk mendirikan Dinasti Abbasyiah mereka mengadakan gerakan yang luar biasa dalam bentuk pemberontakan.

 

  • Gerakan Abbasyiah

 

Di antaranya melakukan pemberontakan yang dinamakan Gerakan Bawah Tanah yang bergerak secara diam-diam dan dengan hati-hati untuk menyusun sebuah kekuatan demi merebut jabatan khalifah dari Dinasti Umayyah. Gerakan bawah tanah ini menerapkan politik bersahabat, dengan tidak menampakkkan permusuhan atau perselisihan dengan bani umayyah, lalu dengan menggunakan nama bani hasyim supaya mendapat dukungan dari golongan syiah (pendukung Ali). Gerakan ini dipimpin langsung oleh Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas, pada pemerintahan khalifah Umar ibn Aziz. Dan gerakan ini berpusat di wilayah Khurasan.

 

Pada masa khalifah Hisyam ibn Abdul Malik, gerakan Abbasyiah ini telah memperoleh pengikut yang cukup luas dengan propaganda-propaganda gerakan tersebut. Meraka sangat berhati-hati dan tidak memperlihatkan sikap-sikap perlawanan terbuka terhadap Daulah Umayyah, lain halnya dengan kelompok syiah dan khawarij yang melakukan perlawanan secara terang-terangan. Gerakan bawah tanah ini dilakukan secara rahasia dan terorganisir dengan baik. Banyak dari anggota gerakan ini berasal dari kalangan bawah, seperti petani dan buruh, yang merasa tidak puas dengan pemerintahan Umayyah yang korup dan tidak adil.[2] Mereka diorganisir dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah-pisah, dan melakukan serangan-serangan gerilya terhadap pasukan Umayyah. 

 

Gerakan ini memperoleh dukungan dari banyak orang, terutama karena kelompok Bani Hasyim, keluarga Nabi Muhammad yang menjadi basis dukungan Abbasiyah, dikenal karena kualitas kepemimpinan dan integritas moral mereka.

 

Pada saat khalifah silih berganti karena terjadi perebutan kekuasaan di dalamnya, maka muncul kekacauan di ibu kota (Damaskus) yang disusuli sebuah pemberontakan oleh golongan syiah dan khawarij. Hal ini dimanfaatkan dengan baik oleh ppihak bani abbas di dalam wilayah Khurasan dengan menyusun kekuatan-kekuatannya secara diam-diam, dibawah tokoh besar gerakan Abbasyiah yakni Abu Muslim Al Khurasani alias Abdul Rahman ibn Muslim, yang merupakan orang kepercayaannya Ibrahim Al-Imam. Ibrahim Al-Imam menjabat sebagai pemimpin tertinggi gerakan Abbasyiah.

 

 

  • Pemberontakan Syiah di Khurasan
  •  
  • Perlawanan terbesar Dinasti Umayyah yang berakibat pukulan terakhir datang dari arah khurasan. Berawal dari pemberontakan golongan Syiah pada tahun 129 M/747 H di bawah pimpinan Jadik Ibn Ali Al-Azadi atau lenih dikenal dengan panggilan Al-Karmani. Akhirnya panglima Al-Karmani  dan pasukannya berhasil menguasai dan merebut Ibukota Merv, tempat kedudukan gubernur wilayah Khurasan (Emir Nashar ibn Sayyar). Gubernur Khurasan akhirnya mengundurkan diri ke kota Herat, yakni sebuah kota benteng yang terkenal kukuh, disana pula berlangsung pertempuran berulang kali antara kedua belah pihak dan saling menderitakan kerugian yang sangat besar.[3]
  •  
  • Di sisi lain, Abu Muslim Al-Khurasani menunggu saat yang menguntungkan, dengan kemampuan menahan diri dalam masa sekian lamanya disertai kemampuan mengendalikan gerak tindak para pengikutnya di Khurasan itu.
  •  
  •  Abu Muslim Al-Khurasani akhirnya melakukan dakwah secara terbuka untuk kepentingan keluarga Abbasyiah. Ia mengirim utusan ke berbagai kota di wilayah Khurasan untuk mengambil Bai'at dari para penduduk terhadap Ibrahim Al-Imam. Para utusan itu di sambut hangat dan terbentuklah pasukan-pasuka Abbasyiah dimana-mana, dan seluruhnya tunduk di bawah Panglima Besar Al-Khurasani.
  •  

  •  
  • Penangkapan Al-Imam Ibrahim
  •  
  •  Saat pengaruh Al-Khurasani semakin  meluas, gubernur Khurasan melihat suasana semakin berbahaya. Ia juga harus menghadapi Al-Karamani, akhirnya iapun mengirim utusan untuk membawakan surat laporan kepada khalifah Marwan II. Sedangkan khalifah Marwan II tidak berhenti memadamkan perushuhan di Syiria, Asia Kecil, Armenia, Lembah Irak, Palestina, dan mengikis gerakan Abbasyiah. Akhirnya khalifah Marwan II mengirimkan perintah kepada penguasa setempat (Al-'Amil) pada kota Balqa supaya menangkapnya dan membawanya dengan berikat ke Damaskus.
  •  
  • Bujukan maupun ancaman tidak mempengaruhi Al-Imam Ibrahim ibn Ali untuk menghentikan gerakannya di Khurasan. Iapun dijerumuskan ke dalam penjara bawah tanah, dan menderita segala macam siksa hingga iapun wafat pada tahun 129 H/747 M. Tetapi suatu kesalahan tidak disadari oleh penguasa tempat pada kota Balqa itu, ia tidak langsung menangkap keluarga Al-Imam Ibrahim itu namun hanya Al-Imam Ibrahim ibn Ali. Dan sebelum penangkapan itu, ia memberi amanat kepada keluarganya supaya keponakannya Abdullah ibn Muhammad agar segera di selamatkan ke Kufah. Dan jika ia wafat maka pimpinan selanjutnya harus diserahkan kepada keponakannya itu.
  •  
  • Untuk merebut kembal ibukota Merv dari tangan Al-Karamani, Emir Nashar ibn Sayyar berangkat dengan pasukan besar. Dalam pertempuran dasyat tersebut, panglima golongan syiah (Al-Karamani) tewas di tangan Emir Nashar ibn Sayyar sendiri. Tubuhnya disalibkan dan dipajang di depan gerbang kota Merv. Peristiwa tersebut membangkitkan jiwa balas dendam kedua putra panglima, yakni Ali ibn Al-Karamani dan Utsman ibn Al-Karamani. Keduanya mencari bantuan panglima Abu Muslim Al-Khurasani.
  •  
  • Tercapailah penggabungan kedua belah pihak, lalu pasukan gabungan itu berangkat menuju ibukota Merv dan langsung mengepung. Pertempuran terjadi hampir 2 tahun lamanya. Pada atahun 131 H/749 M ibukota tersebut dapat dimasuki dan dikuasai oleh pasukan gabungan. tangan Emir Nashar ibn Sayyar dengan sisa pasukannya sempat melarikan diri, namun ia terus dikejar hingga akhirnya ia tewas pada kota Sawwat. Akhirnya ibukota Merv dapat dikuasai oleh panglima Abu Muslim Al-Khurasani, penduduk lantas mengangkat bai'at kepada Abdullah ibn Muhammad atau Abu Abbas As-Saffah.
  •  
  • Serangan kepada Khalifah Marwan II
  •  
  • Saat khalifah Marwan II tengah berada pada Kota Benteng harran yang terletak jauh di sebelah utara mosul, berita pengambilan baiat di kota kufah itu sampai kepadanya. Ia baru saja selesai mengamankan kerusuhan di wilayah Armenia dan di wilayah Georgia yang menggerakkan pasukannya sekitar 120.000 prajurit tempur menuju arah ke selatan Lembah Irak seorang pemuka gerakan Abbasiyah dalam wilayah syahrazur bernama Abu Oun, segera menggerakkan tenaga tempur untuk melawan serangan besar-besaran. Lalu bala bantuan dikirim oleh Khalifah Abu Abbas di bawah pimpinan pamannya Amir Abdullah Bin Ali bin abadillah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Sampai akhirnya pasukan besar itu bertahan pada Kota Benteng azab di pinggir sungai Euphrate belahan barat.
  •  
  • Pasukan Marwan II membangun perkemahannya di pinggir sungai belahan Timur, kedua pasukan itu dipisahkan oleh sungai Euphrate yang sedemikian lebar dalam masa sekian lama, hanya berlangsung Perang panah dan hujan panah api. Khalifah Marwan II tidak sabar menyaksikan keadaan itu, maka ia pun memerintah pasukannya untuk membangun jembatan di bawah lindungan hujan panah ke arah musuh, pekerjaan itu berjalan lambat dan menelan banyak korban akan tetapi akhirnya selesai juga. Khalifah Marwan II maju dengan pasukannya melintasi jembatan dan sebagiannya menggunakan perahu-perahu pendaratan. Pasukan penyerang mengalami kehancurannya dan ribuan mayat bergelimpangan dan hanyut hingga Sungai Euphrate berwarna merah oleh darah. Akhirnya khalifah Marwan II dengan sisa pasukannya terpaksa mundur ke arah utara menuju Mosul namun dikejar oleh Emir Abdullah Bin Ali hingga khalifah Marwan II terpaksa mundur lagi menuju Kota Benteng harran di sebelah utara dan mampu bertahan di sana sekian lamanya sementara itu bala bantuan baru berdatangan dari segenap penjuru Irak dan Iran untuk memperkuat pasukan Emir Abdullah Bin Ali.
  •  
  • Pengejaran terjadi terus-menerus terhadap khalifah Marwan II yang mengakibatkan rangkaian pertempuran berlangsung pada Kota Benteng Homs  di Syria Utara kemudian ibukota Damaskus dan pada berbagai tempat di Palestina. Di sana pasukan khalifah Marwan II menderita kehancuran dan beliau bersama sekumpulan pengiringnya sempat melarikan diri ke Mesir. Dengan begitu wilayah Syiria dan Palestina telah berada di bawah kekuasaan Daulah Abbasiyah dan akhirnya Emil Abdullah ditunjuk dan diangkat oleh Khalifah Abu Abbas as saffah menjabat menjadi Emir wilayah tersebut yang dikenal dengan wilayah Syam berkedudukan di Damaskus. Abdullah memerintahkan saudaranya Emir Shalih bin Ali dengan suatu pasukan besar untuk mengejar khalifah Marwan II ke daerah Mesir serta merebut dan menguasai Lembah nil yang makmur itu, di sana pasukan tidak mendapat perlawanan sama sekali karena penduduk pada setiap kota yang didatangi segera mengangkat bai'at terhadap Khalifah Abu Abbas
  •  
  • Khalifah Marwan II bersama pengiringnya dijumpai melindungi diri pada sebuah Biara di kota pelabuhan Abusir. Akhirnya ia pun ditangkap dan dijatuhi hukuman mati lalu kepalanya dikirim kepada Khalifah Abu Abbas as saffah. Maka pada Pengujung tahun 132 H/ 750 M berakhirlah kekuasaan Daulah Umayyah secara resmi dan bermula kekuasaan Daulah Abbasiyah.
  •  
  • Berdirinya Dinasti Abbasyiah

 

Dinasti Abbasiyah berkuasa atas kekhalifahan Islam pada tahun 132 H/ 750 M yang ditandai dengan pengangkatan khalifah pertama yakni abu al- Abbas As-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas di Kufah. Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah berkuasa selama kurun waktu kurang lebih 5 abad yakni sampai 656 H/1258 M yang dipimpin sebanyak 37 khalifah. Adapun diantara ke-37 Khalifah yang terdapat khalifah yang paling menonjol atau yang termasyhur karena kemajuan dan kecakapannya dalam menjadi khalifah. Berikut adalah beberapa kebijakan khalifah-khalifah terkenal Dinasti Abbasyiah:

 

  • Khalifah Abu Ja'far al-Manshur (754 M-775 M) merupakan khalilfah ke-2 dari Dinasti Abbasyiah. Al-Mansur merupakan seorang khalifah yang tegas, bijaksana, alim, berpikiran maju, baik budi, dan pemberani. Ia tampil dengan gagah berani dan cerdik menyelesaikan berbagai persoalan pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Abu Ja'far al-Manshur sangat besar jasanya dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban islam saat itu. Ia merupakan khalifah yang cinta akan ilmu pengetahuan.
  •  
  • Banyak buku-buku dari Bangsa Romawi yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab sehingga dapat di baca oleh kaum muslimin.[4]
  •  
  • Khalifah Harun al-Rashid (786-809 M): Salah satu khalifah terkenal dari Dinasti Abbasyiah yang dikenal sebagai penguasa zaman keemasan. Khalifah Harun al-Rashid mengadopsi kebijakan toleransi agama dan memberikan dukungan besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Kemajuan yang dicapai hampir menyeluruh pada bidang ekonomi, sosial. Infrastruktur, dan lain sebagainya.
  •  
  • Khalifah Al-Ma'mun (813-833 M): Khalifah ini dikenal sebagai patron ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dia mendirikan Bait al-Hikmah, sebuah pusat penelitian dan pendidikan Islam yang berfokus pada studi filsafat dan ilmu pengetahuan. Khalifah Al-Ma'mun juga memprakarsai upaya untuk menyelesaikan konflik antara kelompok Sunni dan Syiah melalui doktrin Mu'tazilah. Banyak peristiwa penting yang terjadi pada masa pemerintahannya, pertama pemberontakan Bagdad dan pengangkatan Ibrahim Al Mahdi sebagai khalifah, kedua Al-Khuramiyah dan ketiga fitnah bahwa Alquran adalah makhluk. Penaklukan pemerintahannya sangat terbatas. Itu berlangsung sampai tahun 202 H/817 M. bahwa dia mampu menaklukkan Laz, sebuah tempat di Dailam. Selama waktunya dia tidak menjadikan putranya Al-Abbas sebagai gantinya.[5] Sebaliknya, ia menunjuk saudaranya Al Mu'tasim karena ia melihat bahwa Al Mu'tasim lebih memiliki kelebihan daripada anaknya. Setelah 20 tahun pengelolaan. Al Ma'mun wafat pada tahun 218 H/833 M 
  •  
  • Khalifah Al-Mutawakkil (847-861 M): Khalifah ini dikenal karena kebijakan-kebijakan represifnya terhadap kelompok Syiah.
  •  
  • Dia memerintahkan penghancuran kuil-kuil Syiah dan memaksa orang-orang Syiah untuk memeluk Islam Sunni atau meninggalkan Baghdad.
  •  
  • Khalifah Al-Mu'tasim (833-842 M): Khalifah ini dikenal karena mengembangkan pasukan tentara Turk, yang menjadi kekuatan penting dalam melindungi kekaisaran Abbasiyah. Dia juga memperluas wilayah kekuasaan Abbasiyah ke sebelah timur, dengan menaklukkan Samarkand dan Bactria.
  •  
  • Khalifah Al-Mu'tadid (892-902 M): Khalifah ini dikenal karena kebijakan-kebijakan ekonomi dan administratifnya yang berhasil memperkuat kekuasaan Abbasiyah. Dia juga memperluas wilayah kekuasaan Abbasiyah ke sebelah barat, dengan menaklukkan wilayah-wilayah di sekitar Samudra Atlantik dan menaklukkan Sisilia.
  •  
  • Khalifah Al-Muqtafi (902-908 M): Khalifah ini dikenal karena reformasi administratifnya yang berhasil memperkuat kekuasaan Abbasiyah. Dia juga memperkuat hubungan perdagangan dengan negara-negara tetangga seperti Kekaisaran Romawi Timur dan Kekaisaran Utsmaniyah.

 

Setelah berhasil menggulingkan Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasyiah memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke Baghdad. Di bawah kekuasaan Dinasti Abbasyiah, Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan perdagangan yang maju di dunia Islam, dan masa pemerintahan mereka dikenal sebagai Zaman Keemasan Islam. Pemindahan ibukota Dinasti Abbasiyah dari Damaskus ke Baghdad terjadi pada tahun 762 Masehi oleh Khalifah Abu Ja'far al-Mansur. Pemindahan ibukota ini didasarkan pada beberapa faktor, termasuk keuntungan strategis yang ditawarkan oleh lokasi baru, serta keinginan untuk memisahkan dinasti Abbasiyah dari pengaruh kekuatan sebelumnya, seperti Kekaisaran Romawi Timur dan dinasti Umayyah.

 

Baghdad terletak di antara dua sungai besar, Tigris dan Efrat, yang membuatnya mudah diakses dari berbagai wilayah. Lokasi ini sangat menguntungkan untuk perdagangan dan pertahanan, serta untuk memperluas kekuasaan politik dan ekonomi Dinasti Abbasiyah.

 

Pemindahan ibukota ini juga dimaksudkan untuk membawa lebih dekat pemerintahan dengan basis dukungan utama Abbasiyah, yaitu masyarakat Arab di daerah Irak. Selain itu, pemindahan ini juga bertujuan untuk menghindari pengaruh politik dari lingkungan istana sebelumnya di Damaskus, yang terkenal dengan gaya hidup mewah dan pengaruh dinasti Umayyah yang kuat.

 

Pada saat yang sama, khalifah Abu Ja'far al-Mansur juga memulai proyek pembangunan kota Baghdad yang besar, dengan menarik para arsitek dan insinyur terbaik dari seluruh dunia Islam. Hasilnya, Baghdad menjadi salah satu kota terbesar dan terindah di dunia Islam pada saat itu, dengan infrastruktur yang modern dan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan budaya.

 

Pemindahan ibukota ke Baghdad oleh dinasti Abbasiyah memberikan dampak yang signifikan pada perkembangan dunia Islam dan sejarah dunia. Kota ini menjadi pusat kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan perdagangan di dunia Islam selama beberapa abad, dan meninggalkan warisan arsitektur yang sangat indah dan bersejarah.

 

Selama dinasti ini berkuasa, sistem pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, secara sosial dan budaya. Dalam perkembangannya, dinasti Abbasiyah terpecah menjadi lima periode, yaitu:

  • Awal Daulah Abbasyiah (750-800): Periode ini dimulai dengan kemenangan gerakan Abbasiyah dan pengangkatan Abu al-Abbas al-Saffah sebagai Khalifah pertama dinasti Abbasiyah. Pada periode ini, Abu al-Abbas al-Saffah berusaha untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya dan menegakkan sistem pemerintahan yang baru. Periode ini juga ditandai dengan konflik internal antara keluarga Abbasiyah, yang berusaha untuk memperkuat posisi mereka di pemerintahan.
  • Zaman Keemasan (800-900): Periode ini ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam yang pesat, terutama di bawah pemerintahan Khalifah Harun al-Rashid dan putranya, Al-Ma'mun. Pada periode ini, Daulah Abbasyiah menjadi pusat kebudayaan dan peradaban Islam, dengan perkembangan seni, sastra, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
  • Zaman Krisis (900-950): Periode ini ditandai dengan kemerosotan kekuasaan Daulah Abbasyiah, terutama karena tekanan dari kelompok-kelompok perlawanan seperti bangsa Turki dan Persia. Pada periode ini, keluarga Abbasiyah juga mengalami konflik internal yang serius, yang melemahkan posisi mereka di pemerintahan.
  • Zaman Kegelapan (950-1258): Periode ini ditandai dengan kemunduran kekuasaan Daulah Abbasyiah, dengan penurunan kualitas kepemimpinan dan melemahnya institusi pemerintahan. Pada periode ini, kekuasaan Abbasiyah berada di bawah pengaruh para wazir dan komandan militer, dan negara mengalami periode stagnasi dalam perkembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
  • Akhir Daulah Abbasyiah (1258-1517): Periode ini dimulai dengan kejatuhan Daulah Abbasyiah di tangan bangsa Mongol pada tahun 1258. Setelah itu, keluarga Abbasiyah masih mempertahankan posisi mereka sebagai simbol kekuasaan Islam, meskipun kekuatan mereka semakin melemah dan terbatas pada wilayah-wilayah kecil di sekitar Baghdad. Pada periode ini, kekuasaan Abbasiyah juga dipengaruhi oleh kekuatan luar seperti Dinasti Safawi di Persia dan Kesultanan Utsmaniyah di Turki. Daulah Abbasyiah berakhir pada tahun 1517 ketika Kesultanan Utsmaniyah mengambil alih Baghdad dan menempatkan wilayah kekuasaan Abbasiyah di bawah kendali mereka.

 

  • Warisan yang Ditinggalkan Dinasti Abbasyiah

Dinasti Abbasyiah meninggalkan banyak warisan penting yang memengaruhi perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan seni di dunia Islam dan juga di dunia Barat. Berikut adalah beberapa contoh warisan penting yang ditinggalkan Dinasti Abbasyiah:

 

  • Kebudayaan dan Peradaban: Dinasti Abbasyiah dikenal sebagai masa kejayaan kebudayaan Islam, terutama di bidang sastra dan seni. Mereka mendorong pengembangan bahasa Arab sebagai bahasa ilmiah dan sastra. Mereka juga mengembangkan seni arsitektur dengan membangun bangunan-bangunan megah seperti Masjid Agung Samarra dan Istana Bani Abbas di Baghdad.
  • Ilmu Pengetahuan: Dinasti Abbasyiah memainkan peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Mereka mendorong pengembangan ilmu pengetahuan di berbagai bidang seperti matematika, astronomi, kedokteran, dan kimia. Karya-karya ilmiah terkenal seperti "Al-Jabr" karya al-Khwarizmi dan "Al-Qanun fi al-Tibb" karya Ibnu Sina ditulis pada masa Dinasti Abbasyiah.
  • Sistem Pendidikan: Dinasti Abbasyiah juga membangun sistem pendidikan yang komprehensif di seluruh wilayah kekuasaannya. Mereka mendirikan universitas-universitas seperti Universitas Baitul Hikmah di Baghdad, yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa itu.
  • Teknologi: Dinasti Abbasyiah juga berperan penting dalam pengembangan teknologi, terutama dalam bidang pertanian dan irigasi. Mereka membangun sistem irigasi yang rumit dan canggih di seluruh wilayah kekuasaannya, sehingga meningkatkan produktivitas pertanian dan kemakmuran ekonomi.
  • Warisan Budaya: Dinasti Abbasyiah meninggalkan banyak karya seni dan sastra yang menjadi bagian penting dari warisan budaya Islam. Contohnya termasuk puisi-puisi klasik seperti "Rubaiyat" karya Omar Khayyam dan karya-karya sastra seperti "Kitab al-Aghani" (Buku Lagu-lagu) dan "Alf Layla wa-Layla" (Seribu Satu Malam). Karya-karya ini menjadi inspirasi bagi seniman dan penulis di seluruh dunia hingga saat ini.

 

Lalu masa Dinasti Abbasyiah dikenal sebagai zaman keemasan Islam dalam melahirkan ilmu pengetahuan, sastra, dan seni. Beberapa tokoh terkenal dari periode ini antara lain:

  • Abu al-Qasim al-Zahrawi - Seorang dokter terkenal yang dikenal sebagai "Bapak Bedah Modern". Ia menulis buku "Al-Tasrif", yang menjadi buku rujukan utama dalam ilmu bedah.
  • Abu Hamid al-Ghazali - Seorang cendekiawan Islam yang terkenal dengan tulisannya dalam bidang filsafat, teologi, dan mistisisme. Karya terkenalnya antara lain "Ihya' Ulum al-Din" dan "Tahafut al-Falasifah".
  • Al-Khawarizmi - Seorang matematikawan dan ahli astronomi yang dikenal dengan kontribusinya pada bidang matematika dan sains, termasuk di dalamnya penemuan konsep "Algoritma" dan "Aljabar".
  • Ibn Rushd (Averroes) - Seorang cendekiawan Islam yang dikenal sebagai seorang filsuf, dokter, dan ahli hukum.
  • Karyanya yang terkenal antara lain "Tafsir al-Qur'an al-Adhim" dan "Bidayat al-Mujtahid".
  • Abu al-Walid Ibn Rushd al-Qurtubi (Ibn Rusyd) - Seorang filsuf dan dokter terkenal yang dikenal dengan tulisannya di bidang filsafat, logika, dan teologi. Karyanya yang terkenal adalah "Tahafut al-Tahafut".
  • Omar Khayyam - Seorang filsuf, matematikawan, dan penyair Persia terkenal yang dikenal dengan karyanya dalam bidang matematika dan puisi. Karyanya yang terkenal adalah "Rubaiyat".
  • Al-Farabi - Seorang filsuf, ahli musik, dan ahli politik yang dikenal dengan kontribusinya dalam bidang filsafat, politik, dan musik.
  • Abu Bakr al-Razi - Seorang dokter dan ilmuwan terkenal yang dikenal dengan kontribusinya pada bidang kedokteran, kimia, dan filsafat.
  • Al-Kindi - Seorang cendekiawan Islam yang dikenal sebagai "Bapak Filsafat Arab". Karyanya meliputi bidang matematika, fisika, kimia, musik, dan filsafat.
  • Ibn Sina (Avicenna) - Seorang dokter, filsuf, dan ilmuwan terkenal yang dikenal dengan karyanya dalam bidang kedokteran, matematika, fisika, dan filsafat. Karyanya yang terkenal antara lain "Al-Qanun fi al-Tibb" dan "Kitab al-Shifa".

 

 Dan Masa Dinasti Abbasyiah juga merupakan masa yang penting dalam sejarah Islam karena banyaknya tokoh dan ilmuwan terkemuka di bidang hadis dan fikih. Berikut beberapa ulama hadis dan fikih pada masa Dinasti Abbasyiah yang terkenal:

  • Imam Malik bin Anas - Dikenal sebagai pendiri Mazhab Malik, ia dikenal sebagai salah satu tokoh utama dalam ilmu hadis dan fikih pada masa Dinasti Abbasyiah.
  • Imam Abu Hanifah - Dikenal sebagai pendiri Mazhab Hanafi, ia juga merupakan salah satu tokoh utama dalam ilmu hadis dan fikih pada masa Dinasti Abbasyiah.
  • Imam al-Shafi'i - Dikenal sebagai pendiri Mazhab Syafi'i, ia juga merupakan salah satu tokoh utama dalam ilmu hadis dan fikih pada masa Dinasti Abbasyiah.
  • Imam Ahmad bin Hanbal - Dikenal sebagai pendiri Mazhab Hambali, ia merupakan salah satu tokoh utama dalam ilmu hadis dan fikih pada masa Dinasti Abbasyiah.
  • Imam Bukhari - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku "Sahih Bukhari", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan dihormati di kalangan umat Islam.
  • Imam Muslim - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku "Sahih Muslim", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan dihormati di kalangan umat Islam.
  • Imam Abu Dawud - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku "Sunan Abu Dawud", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan dihormati di kalangan umat Islam.
  • Imam al-Tirmidzi - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku "Sunan al-Tirmidzi", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan dihormati di kalangan umat Islam.
  • Imam al-Nasa'i - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku "Sunan al-Nasa'i", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan dihormati di kalangan umat Islam.
  • Imam Ibn Majah - Seorang ulama hadis terkenal yang menulis buku "Sunan Ibn Majah", salah satu kitab hadis yang paling terkenal dan dihormati di kalangan umat Islam.

Karya-karya para ulama ini menjadi sumber rujukan utama dalam studi hadis dan fikih bagi umat Islam di seluruh dunia hingga saat ini

 

  • Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasyiah

Kemunduran Dinasti Abbasiyah dimulai pada abad ke-10 Masehi ketika pemerintahan Abbasiyah mengalami perpecahan dan kelemahan internal. Khalifah-khalifah yang memerintah pada masa itu lebih fokus pada kesenangan pribadi dan mengabaikan kewajiban mereka sebagai pemimpin umat Islam.

 

Pada saat yang sama, para gubernur di wilayah-wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah mulai memproklamirkan kemerdekaan mereka dan mendirikan dinasti-dinasti baru yang memerintah atas wilayah mereka sendiri. Kekuasaan Dinasti Abbasiyah menjadi semakin lemah karena mereka tidak mampu mengendalikan para gubernur ini.

 

Selain itu, invasi bangsa Mongol pada tahun 1258 juga menjadi titik akhir bagi Dinasti Abbasiyah. Baghdad yang menjadi pusat pemerintahan Abbasiyah jatuh ke tangan bangsa Mongol yang menghancurkan kota dan membantai penduduknya. Khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah, Al-Musta'sim Billah, ditangkap dan dihukum mati oleh bangsa Mongol, yang menandai akhir dari kekhalifahan Abbasiyah di tangan Hulagu Khan.[6]

 

Kemunduran Dinasti Abbasiyah juga disebabkan oleh meningkatnya rivalitas antara kelompok-kelompok politik dan sosial dalam masyarakat Muslim pada saat itu, seperti Syiah dan Sunni, serta perebutan kekuasaan di antara anggota keluarga Khalifah sendiri.

 

Selain itu, munculnya dinasti-dinasti baru seperti Dinasti Fatimiyah di Mesir, yang menuntut status khalifah bagi dirinya sendiri, dan Dinasti Buyid di Persia yang menjadi kekuatan independen dan membagi wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah, juga menjadi faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah.

 

Kemunduran Dinasti Abbasiyah menandai akhir dari kekhalifahan Islam yang sentralistik dan menghasilkan era baru dalam sejarah dunia Islam, di mana wilayah kekuasaan dibagi dan muncul banyak dinasti dan negara-negara baru yang bersaing satu sama lain. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasyiah, antara lain:

 

  • Perpecahan Internal: Dinasti Abbasyiah mengalami perpecahan internal yang signifikan pada abad ke-9 Masehi, ketika muncul gerakan-gerakan pemberontakan seperti Khawarij, Rafidhah, dan Bahriyyah. Pemberontakan ini melemahkan kekuasaan Dinasti Abbasyiah dan memicu konflik-konflik internal yang merusak stabilitas politik dan ekonomi.
  • Serangan Asing: Dinasti Abbasyiah juga dihadapkan dengan serangan dari berbagai kekuatan asing, termasuk bangsa Turki Seljuk dan bangsa Mongol. Serangan-serangan ini menyebabkan kerusakan yang parah pada infrastruktur dan perekonomian Dinasti Abbasyiah.
  • Korupsi dan Ketidakmampuan Pemimpin: Selama masa kekuasaan Dinasti Abbasyiah, korupsi dan ketidakmampuan pemimpin menjadi masalah yang serius. Para pemimpin Dinasti Abbasyiah sering terlibat dalam praktik-praktik korupsi dan nepotisme, yang menghasilkan pemerintahan yang tidak efektif dan tidak mampu menjaga stabilitas negara.
  • Perkembangan Negara-Negara Baru: Pada abad ke-10 Masehi, negara-negara baru seperti Kesultanan Fatimiyah di Mesir dan Kekaisaran Romawi Timur (Byzantium) mulai muncul. Negara-negara ini bersaing dengan Dinasti Abbasyiah dalam perdagangan dan pengaruh politik, yang mengurangi pengaruh Dinasti Abbasyiah di kawasan tersebut.
  • Perkembangan Faksi-Faksi Militer: Pada abad ke-11 Masehi, Dinasti Abbasyiah mengalami konflik internal yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan militer yang bertikai. Faksi-faksi militer ini menguasai pusat kekuasaan Dinasti Abbasyiah dan memecah belah negara tersebut, sehingga mengurangi kemampuan Dinasti Abbasyiah untuk mempertahankan kekuasaannya.

 

Secara keseluruhan, kemunduran Dinasti Abbasyiah disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mengakibatkan pelemahan kekuasaan dan pengaruh Dinasti Abbasyiah di dunia Islam

 

  • Sistem Pemerintahan Dinasti Abbasyiah

 

Dinasti Abbasyiah adalah dinasti yang berkuasa di dunia Islam selama lebih dari lima abad (sekitar tahun 750-1258 Masehi). Sistem pemerintahan Dinasti Abbasyiah pada umumnya bersifat sentralistik dan otoriter, dengan khalifah sebagai kepala negara dan penguasa tunggal. Sistem pemerintahan yang diterapkan pada Dinasti Abbasiyah dapat dikategorikan sebagai sebuah kekhalifahan yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang dianggap sebagai pemimpin politik dan spiritual umat Islam. Khalifah pada masa Dinasti Abbasiyah memiliki kekuasaan yang sangat besar dan dianggap sebagai pemimpin tertinggi umat Islam.[7]

 

Di bawah sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah, kekhalifahan terdiri dari sebuah pusat pemerintahan yang terletak di Baghdad, dengan wilayah kekuasaan yang luas yang mencakup seluruh wilayah Kekhalifahan Islam. Pusat pemerintahan ini dipimpin oleh Khalifah yang dibantu oleh sebuah Majelis Konsultatif (Majlis al-Shura) yang terdiri dari para pejabat tinggi dan ulama terkemuka.

 

Selain itu, pemerintahan Dinasti Abbasiyah juga dibagi menjadi wilayah-wilayah kekuasaan yang diperintah oleh Gubernur (Wali), yang bertanggung jawab untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan rakyat di wilayahnya. Gubernur-gubernur ini dibantu oleh para pejabat tinggi seperti hakim dan kepala polisi, yang bertanggung jawab untuk menjaga hukum dan ketertiban di wilayahnya.

 

Sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah juga mencakup institusi-institusi seperti Dewan Kepaniteraan (Dewan al-Katib), yang bertanggung jawab untuk menulis dan menyimpan catatan-catatan pemerintahan, serta Dewan Kehakiman (Dewan al-Qadi), yang bertugas menangani kasus-kasus hukum. Selain itu, dinasti ini juga mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan seni melalui institusi-institusi seperti perpustakaan dan rumah sakit.

 

Berikut adalah beberapa elemen utama dari sistem pemerintahan Dinasti Abbasyiah:

 

  • Khalifah: Khalifah adalah kepala negara dan pemimpin umat Islam. Khalifah dipilih oleh majelis elit (syura) dari keluarga Abbasyiah atau dari keluarga lain yang disetujui oleh keluarga Abbasyiah. Khalifah memiliki kekuasaan mutlak dalam hal politik, agama, dan militer.
  • Dewan Menteri: Dewan Menteri (dewan wazir) adalah badan pemerintahan yang terdiri dari menteri-menteri yang diangkat oleh khalifah. Dewan Menteri bertanggung jawab atas pengelolaan pemerintahan sehari-hari dan memberikan nasihat kepada khalifah.
  • Sipil dan Militer: Sistem pemerintahan Dinasti Abbasyiah dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu sipil dan militer. Sipil bertanggung jawab atas pengelolaan pemerintahan dan keuangan, sedangkan militer bertanggung jawab atas pertahanan dan keamanan negara.
  • Pejabat Pemerintah: Pejabat pemerintah yang penting termasuk wazir (menteri), muhtasib (inspektur pasar), qadi (hakim), dan amil (pemungut pajak).
  • Wilayah Administratif: Wilayah administratif Dinasti Abbasyiah dibagi menjadi provinsi yang diperintah oleh gubernur (wali). Gubernur bertanggung jawab atas administrasi, pajak, dan hukum di provinsi yang ia pimpin.
  • Keadilan Sosial: Sistem pemerintahan Dinasti Abbasyiah juga mencakup konsep keadilan sosial dan ekonomi. Khalifah dan pemerintahnya bertanggung jawab untuk memastikan bahwa rakyat memperoleh keadilan dalam hal hak-hak sosial dan ekonomi.

 

Meskipun sistem pemerintahan Dinasti Abbasyiah pada awalnya cukup stabil dan efektif, tetapi kemudian mengalami perubahan dan perpecahan yang signifikan pada abad-abad berikutnya, terutama karena perubahan sosial dan politik yang terjadi di dunia Islam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun