“Setua ini?” kaget aku dibuatnya. Tak kusadari aku mulai terbawa dengan obrolannya.
“Masih muda, baru 67 tahun.”
Aku tertawa kecil. Lucu juga nenek satu ini. Kudengarkan juga akhirnya kisah hidupnya. Hidup sendirian semenjak orang tuanya meninggal. Saat kutanya mengapa tidak menikah, dia hanya tersenyum sambil menjawab,
“Patah hati.”
“Oh, jadi itu sebabnya kanker?”
“Bisa jadi.”
Aku tersenyum. Jawabannya mengingatkanku pada Dewi. Teman kecilku. Bisa diibilang dia cinta pertamaku. Setelah aku lulus SD, keluargaku pindah ke Jakarta. Bodohnya, aku lupa memberi kabar pada Dewi. Entahlah bagaimana kabarnya sekarang. Masih hidupkah dia? Masih ingatkah dia padaku? Tahi lalat di pelipis kirinya takkan kulupa. Ah aku merasa berdosa.
“Anda patah hati juga?”
Pertanyaannya membuyarkan lamunanku. Aku tersenyum.
“Rindu,” kujawab seadanya.
Dia terkekeh. Kemudian terbatuk. Darah menetes dari mulutnya. Aku terkejut. Kugoyang tubuh Nadya.