Abstrak
Semasa pandemi, manusia bergantung pada teknologi dan internet untuk membantu memenuhi kebutuhannya dari rumah, dengan didukung oleh cepatnya internet sehingga dapat diakses dengan mudah oleh kita semua. Namun tentu ada sisi negatif dari penggunaan internet yang bisa membuat kita mempunyai kebiasaan yang buruk, seperti kecanduan dalam hal pornografi, judi online dan bisa melupakan lingkungan sekitar karena terlalu terpaku dalam dunianya (online) sendiri.
Lalu bagaimana caranya untuk memperbaiki kebiasan buruk tersebut? Sebagai umat muslim, caranya adalah dengan kembali kepada pokok agama Islam, yakni iman, Islam, dan ihsan dalam penerapan kesehariannya. Sehingga bisa terbentuk kepribadian muslim yang baik pada diri kita secara kokoh dan tidak mudah untuk kembali ke jalan yang tidak benar.
Kata kunci: Moral, Islam, Kepribadian
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan Nabi Muhammad diutus oleh Allah adalah untuk menyempurnakan akhlak. Pada saat itu, seperti yang kita tahu keadaan masyarakat di Makkah berada dalam masa kebodohan, mereka melakukan perbuatan yang bertentangan dengam ajaran Islam, seperti minum khamr, berjudi, dan membunuh anak perempuan. Hal tersebutlah yang dimaksud bahwa Nabi Muhammad Saw diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sejalan dengan sabda Nabi Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya pada bab musnad Abi Hurairah, yang berbunyi:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Ahmad).
Selama pandemi COVID-19, selain ekonomi dan kesehatan, pandemi COVID-19 juga berdampak pada moralitas seseorang terutama di kalangan remaja. Hal tersebut karena semasa pandemi, sebagai siswa kita tidak dapat dijangkau secara langsung oleh guru. Sehingga kegiatan belajar mengajar tidak efektif, dan hal tersebut memengaruhi para siswa berbuat sekenanya dalam perbuatan sehari-harinya karena merasa tidak ada yang mengawasi secara langsung.
Pembelajaran kebanyakan dilakukan dengan menggunakan gadget yang dirasa kurang efektif karena tidak terbentuknya komunikasi dengan baik antara guru dan murid. Guru seringkali hanya melakukan percakapan satu arah, karena kurangnya tanggapan balik dari para murid.
Hal tersebut menyebabkan terbentuknya krisis moral di Indonesia yang terjadi para remaja, para remaja mulai turun moralnya dari hal yang ringan seperti hilangnya rasa sopan santun sampai ke tindakan yang jauh lebih berbahaya, misalnya para remaja mengonsumsi narkoba dan alkohol. Sehubungan dengan hal itu, globalisasi juga menjadi pengaruh yang kuat dalam merubah moral remaja. Dengan adanya pandemi, semua kegiatan bisa dijangkau dari rumah dengan kekuatan internet.
Work from home, study from home, dan hal lainnya, bisa dikerjakan di rumah dengan bantuan internet, kita bisa menerima semua informasi, dari informasi yang baik sampai informasi yang buruk bisa diketahui secara cepat. Internet tentu mempermudah manusia dalam segala hal, saling bertukar kabar, mencari informasi dan berita yang diinginkan dengan cepat, namun tentu ketika ada sisi baik pasti ada sisi buruknya. Berikut dampak negatif secara umum dari internet:
- Pornografi, Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi memang tidak salah. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela. Dan semua orang bisa menjangkaunya dengan mudah.
- Perjudian, dengan jaringan yang tersedia, para penjudi tidak perlu lagi pergi ke tempat khusus untuk memenuhi keinginannya. Umumnya situs perjudian tidak agresif dan memerlukan banyak persetujuan dari pengunjungnya, sehingga mudah untuk dijangkau. Dari perjudian tentu menimbulkan dampak lagi, yakni mengurangi sifat sosial manusia karena cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara langsung (face to face). Dan perjudian bisa membuat seseorang kecanduan sehingga menghabiskan uang untuk melayani kecanduan tersebut.
Tidak peduli dengan lingkungan sekitar, seseorang yang mengedepankan internet akan asik dengan dunianya sendiri sehingga tidak peduli dengan orang-orang disekitarnya.
Impact of globalization on culture, makin menghilangnya atau menipisnya nilai-nilai budaya lokal akibat pengaruh globalisasi. Karena semakin cepat dan mudahnya penyebaran informasi dari dunia luar melalui internet
Hal-hal tersebutlah yang membuat moralitas remaja semakin turun di zaman sekarang, sehingga harus memerlukan pendidikan agama untuk mengembalikan moralnya, dan menjadikan kepribadiannya lebih baik sesuai dengan syariat Islam.
PEMBAHASAN
Trilogi Agama Islam adalah tiga ilmu pokok dalam Agama Islam, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Yang menjadi penting bagi kita umat Islam sebagai dasar mengetahui rukun agama. Maka sebagai seorang muslim, harus mengerti apa itu Iman, Islam dan Ihsan secara keilmuan.
Sebagai awal munculnya dari sebuah sejarah bagaimana konsep trilogi agama ini turun, yaitu pada masa Rasulullah salallahu ‘alahi wasallam, yang diterangkan lewat sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim:
عن أبي هريرة رضي الله عنه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم كان يوما بارزا للناس إذ أتاه رجل يمشي فقال يا رسول الله ما الإيمان ؟ قال ( الإيمان أن تؤمن بالله وملائكته ورسله ولقائه وتؤمن بالبعث الآخر ) . قال يا رسول الله ما الإسلام ؟ قال ( الإسلام أن تعبد الله ولا تشرك به شيئا وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة المفروضة وتصوم رمضان ) . قال يا رسول الله ما الإحسان ؟ قال ( الإحسان أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك ) فقال ( هذا جبريل جاء ليعلم الناس دينهم )
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. berkata: “Sesungguhnya Rasulullah saw pada suatu hari berada di tengah-tengah manusia, ketika itu seorang laki-laki berjalan (menuju beliau lalu mengajukan beberapa pertanyaan kepada beliau), “Apakah iman itu? Laki-laki itu menjawab, “Iman adalah engkau meyakini Allah, para malaikat dan perjumpaan dengan-Nya, meyakini para rasul dan engkau beriman kepada kebangkitan”. Lalu laki-laki itu bertanya, wahai Rasulullah saw., “Apakah Islam itu? Laki-laki itu menjawab, “engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, melaksanakan shalat, membayarkan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa Ramadhan”. Lalu laki-laki itu bertanya, “Apakah ihsân itu? Laki-laki itu menjawab, “engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, meskipun engkau tidak sanggup melihat-Nya, karena Dia senantiasa melihat kamu”. Rasulullah saw bersabda: ”Inilah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada manusia”. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadist tersebut Malaikat Jibril bertanya sekaligus yang menjawab pertanyaan yang ia ajukan, dengan tujuan mengajarkan tentang trilogi Islam, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Trilogi Agama Islam ini bisa kita ibaratkan sebuah bangunan dimana ada bagian pondasi, dinding, dan atapnya. Dan apabila salah satu dalam ketiga hal tersebut tidak ada maka sebuah bangunan tidak bisa dianggap sempurna, artinya trilogi Agama Islam itu saling mengimbangi agar menjadi kekuatan bagi seorang muslim. Trilogi Agama Islam lebih lanjutnya sebagai berikut:
Iman
Kata iman berasal dari Bahasa Arab, yang mengandung beberapa arti, yaitu percaya, tunduk, tentram, dan tenang. Selanjutnya, pengertian iman adalah meyakini dan percaya dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan kita buktikan dengan perbuatan yang nyata. Dapat kita simpulkan Iman adalah meyakini Allah, para malaikat dan perjumpaan dengan-Nya, iman kepada kitab-Nya, meyakini para Rasul dan beriman kepada hari akhir, dan takdir Allah.
Iman tidak hanya mencakup dimensi lahiriyah (ikrar lisan), namun harus dibarengi dengan keyakinan dan pembenaran di hati (batin) sebagai bentuk sikap kejujuran beragama. Kejujuran berarti kesesuaian antara luar dan batin pada diri kita sebagai manusia. Iman yang membenarkan dalam hati adalah dengan meyakini bahwa adanya alam semesta dan segala isinya adalah berasal dari Allah, sedangkan mengucapkannya dalam lisan adalah dengan ucapan syahadat dan menyebut nama-nama baik Allah, serta mengamalkannya dengan anggota tubuh: beribadah, berbuat baik kepada sesamanya dan lain sebagainya.
Dapat kita simpulkan, bahwa iman adalah kepercayaan yang merupakan sebuah modal yang utama, setelah percaya akan menimbulkan keyakinan. Lalu bagaimana meningkatkan kepercayaan menjadi keyakinan? Yaitu dengan cara meresapi, menghayati, menjiwai, mengakarkan dalam hati sebuah kalimat tauhid. Dan hasilnya akan berbuah pada sikap dan kepribadian pada diri kita.
Islam
Islam adalah fiqh (syari’at), menurut penjelasan Cecep Alba dalam Ma’sum Anshori, Agama Islam disebut sebagai sistem ajaran yang sempurna. Kesempurnaan tersebut disebabkan cakupan ajarannya yang bisa menembus dimensi zahir dan batin, yang mengandung trilogi ajaran Islam, yaitu dimensi akidah (iman), yang berarti keyakinan, dimensi syariat (dimensi hukum), dan dimensi hakikat (dimensi batin).
Pemahaman hukum Islam dapat kita lihat dari dua perspektif, yakni syari’ah atau fiqh. Dimensi syari’ah adalah dimensi hukum yang asli, yang dasarnya diambil dari dalil-dalil, yaitu al-Qur’an dan hadits. Adapun dimensi fiqh adalah dimensi yang lahir dari penggalian dan sebuah pemahaman terhadap dalil-dalil tadi, pemahaman tersebut dilakukan oleh para ulama’. Dengan demikian perbedaan kursial antara syari’at dan fiqh terletak pada sumbernya.
Seseorang bisa dikatakan Islam ketika ia tunduk kepada perintah-Nya, dan dalam pengertian yang sempurna ditunjukkan dalam bentuk lisan, dihadirkan dalam hati dan dibuktikan dengan perbuatan. Dalam pendapat lain, Islam bisa disebut juga dengan Syari’ah, yang dimaksud syari’ah adalah sebuah hukum yang mengatur perbuatan manusia yang terbukti dalam perilaku nyatanya. Terdapat 4 kategori hukum dalam syari’ah:
- Hukum ibadah: Bertujuan untuk menyucikan karakter, jiwa, akhlak yang kemudian akan tumbuh menjadi sifat amanah, jujur, tanggung jawab, dan sifat baik lainnya.
- Hukum muamalah: Hukum yang mengatur tentang urusan dunia atau hubungan sesama makhluk hidup.
Hukum munakahat: Hukum yang mengatur perihal pernikahan dan rumah tangga menurut Islam
Hukum jinayat: Hukum yang mengatur tentang kriminalitas (tindak pidana).
Adanya hukum-hukum tersebut tujuannya adalah untuk mendidik jiwa kita supaya berbuah akhlak yang baik.
Ihsan
Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi`il) yaitu : فعل الحسن : احسن – يحسن – احسا ن yang artinya perbuatan baik. Namun perbuatan baik dalam ihsan bukan lagi di level yang sederhana, bukan berbuat baik karena adanya timbal balik, namun ketika kita bisa berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepada kita, bisa memaafkan orang yang telah zalim kepada kita, menyambung silaturahim kepada saudara atau orang yang memutuskan silaturahim. Hal-hal tersebut adalah perbuatan ihsan kepada sesama manusia.
Selanjutnya adalah Ihsan kepada Allah, adalah bentuk ketaatan dimana seorang muslim bisa beribadah dengan ikhlas. Ihsan memiliki satu rukun, yaitu engkau beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia senantiasa melihatmu. Hal tersebut sesuai dengan hadits yang berbunyi:
الإحسان أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك
Artinya: “Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka bila engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).
Ihsan ini adalah buah hasil yang spontan sebagai tolak ukur dari akar keimanan adanya iman dan tauhid yang mencangkup sebagai berikut:
“Iman itu meyakini di dalam hati, lalu diikrarkan lewat lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh. Iman di dalam hati hakikatnya akan tercermin dengan perbuatan dan perilaku”.
Dapat disimpulkan bahwa Iman, Islam dan Ihsan adalah pokok dalam ajaran Islam. Dimana ketika ketiga hal tersebut sudah terpenuhi dalam diri seorang muslim, maka bisa dianggap ia menjadi muslim yang sempurna. Meskipun tolak ukur kesempurnaan menjadi seorang muslim yang pantas menilai hanya Allah seorang.
Dalam menjadi muslim yang sempurna, maka Iman, Islam dan Ihsan harus kita lakukan dengan sungguh-sungguh. Dengan percaya, yakin, menghadirkan Allah dalam hati, dan membuktikannya lewat perbuatan baik yang dilakukan secara terus menerus serta menghindari maksiat yang bisa menurunkan iman seorang muslim, sehingga iman seorang muslim bisa kokoh.
Hubungan diantara ketiganya adalah Iman yang sebagai landasan keyakinan. Islam dan Ihsan sebagai bukti nyata dari sebuah keyakinan tersebut. Dan jika ketiga hal tersebut sudah tertanam dalam jiwa kita, maka kita akan mempunyai kepribadian yang baik. Dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari seseorang bisa kembali memperbaiki akhlak atau moralitas dalam dirinya. Dan akan menghasilkan 10 kepribadian muslim yang baik.
Karakter Pribadi Muslim yang Baik
سليم العقيدة (Akidah yang bersih)
Dengan akidah yang bersih, seorang muslim akan selalu melakukan sesuatu karena Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman-Nya:
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
Artinya: “katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS. Al-An’am: 162).
صحيح العبادة (Ibadah yang benar)
Tentunya, dalam melakukan ibadah terutamanya ibadah wajib harus dilakukan dengan benar, contohnya ibadah sholat, maka hal pertama yang harus diperhatikan adalah wudhu, niat dan ketika melaksanakan sholat, kemudia dalam hati hadirkan Allah subhabahu wata’ala.
متين الخلق (Akhlak yang mulia)
Dengan akhlak yang mulai, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat nantinya. Karena Rasulullah salallahu ‘alahi wasallam pun diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Rasulullah bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ ِلأُتَمِّمَ صَالِحَ اْلأَخْلاَقِ
Artinya: “Sesungguhnya saya ini diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Muslim).
قوي الجسم (Jasmani yang kuat)
Dengan mempunyai tubuh yang sehat, diharapkan seorang muslim dapat menjalankan ibadah dengan khusyu’, dan dapat menjalankan kegiatan baik lainnya dengan mudah.
مثقف الفكر (Berpikir cerdas)
Menjadi seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas, hal tersebut sesuai dengan firman Allah, yang artinya:
“Dan (Al-Qur’an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia, agar mereka diberi peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil perlajaran.” (Qs. Ibrahim: 52).
مجاهد لنفسه (Perjuangan melawan hawa nafsu)
Mujahadah an-nafs adalah pengendalian diri untuk melawan hawa nafsu, dengan melaksanakan kecenderungan pada hal baik dan menghindari hal-hal yang buruk. Dalam hadits dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُوْنَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئئْتُ بِهِ
Artinya: “Tidaklah beriman seorang di antara kalian sampai ia menundukkan hawa nafsunya untuk tunduk pada ajaran yang aku bawa.” (HR. Hakim).
حريص على وقته (Pandai mengatur waktu)
Kita tahu, bahwa waktu merupakan hal yang cepat berlalu, untuk itu sebagai seorang muslim hendaknya kita bisa mengatur waktu sebaik mungkin, menggunakan waktu dengan hal-hal yang mendatangankan kebermanfaatan dan tidak menyia-nyiakan waktu tersebut. Hal tersbut sesuai dengan hadis yang berbunyi:
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ
Artinya: “Jika engkau berada di sore hari janganlah menunggu (melakukan sesuatu) hingga pagi, dan jika engkau berada pada pagi hari, janganlah menunggu (melakukan sesuatu) hingga sore hari.” (HR. Bukhari)
Banyak dari kita yang menunda melakukan sesuatu yang bermanfaat di waktu tertentu dan justru menggunakan waktunya dengan hal yang tidak bermanfaat, karena kita merasa masih banyak waktu untuk melakukannya, padahal kita tidak tahu kapan kita akan meninggalkan dunia ini.
منظم في شؤونه (Terorganisir dengan baik)
Dalam melakukan segala sesuatu itu tentu dilakukan dengan bersemangat, profesional dan bersungguh-sungguh sehingga mendapatkan hasil yang baik dari Allah Swt.
قادر على الكسب (Mandiri, berpenghasilan)
Menjadi seorang muslim harus mempunyai kepribadian yang kaya, dengan usaha dan doa yang maksimal umat muslim bisa menjadi kaya raya, sehingga ia bisa menunaikan ibadah haji, membayar zakat, infaq, bersedekah, untuk mempersiapkan masa depan yang baik.
نافع لغيره (Bermanfaat bagi orang lain)
Dalam hal ini, seorang muslim harus berpikir dan mempersiapkan dirinya dan berupaya dengan semaksimal mungkin agar hidupnya dapat bermanfaat bagi orang lain, karena sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Karena manfaat itu kelak akan kembali untuk kebaikan dirinya sendiri, seperti firman Allah yang artinya:
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.” (Qs. Al-Isra’: 7).
Ketika seseorang atau terutama remaja telah menerapkan Islam, iman, dan ihsan dalam kehidupannya, tentu akan memperoleh kebaikan dalam hidupnya. Membentuk kepribadian yang baik dan ketika di amalkan dengan konsisten, kepribadian tersebut akan kokoh dalam dirinya. Sehingga melahirkan ucapan, sikap, kepribadian, dan tingkah laku yang baik dalam dirinya.
KESIMPULAN
Iman, islam dan ihsan merupakan trilogi agama Islam sebagai pondasi utama umat muslim dalam mendekatkan diri kepada Allah. Iman adalah sebuah keyakinan terhadap Allah, para malaikat dan perjumpaan dengan-Nya, meyakini para Rasul dan beriman kepada kebangkitan, Islam adalah beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya, melakukan salat, membayar zakat, berpuasa dan ibadah-ibadah lainnya, serta meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya. Sedangkan ihsan adalah beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, meskipun engkau tidak sanggup melihat-Nya, tetapi Dia akan senantiasa melihatmu.
Ketika seorang muslim dapat menanamkan konsep trilogi agama dalam kehidupannya, akan memunculkan kepribadian yang baik, karena fungsi dari sebuah ibadah adalah menjauhkan dari hal-hal yang mungkar, apalagi ketika ibadah tersebut dibarengi dengan konsep ihsan, maka akan meningkatkan kualitas ibadah kita. Dari sana seseorang akan terbentuk karakter pribadinya menjadi lebih baik. Dan tentu akan berpengaruh pada moral atau akhlak pada diri manusia.
Sehingga konsep trilogi agama sangat cocok diterapkan untuk memperbaiki krisis moral pada diri manusia, karena akan menghasilkan 2 hal sekaligus, yaitu semakin dekat dengan Allah dan juga akan berdampak dalam kehidupan sosialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, M. (2019). Konsep Syari’ah dan Fiqh Dalam Kajian Epistemologi Hukum Islam. Jurnal Akademika, 33.
Gani, A. (2018). Pengenalan Teknologi Internet serta Dampaknya. Jurnal Sistem Informasi, 82-83.
Hadi, N. (2019). Islam, Iman Dan Ihsan Dalam Kitab Matan Arbai’in An-Anwawi: Studi Materi Pembelajaran Pendidikan Islam dalam Perspektif Hadis Nabi SAW. Jurnal Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman, 5.
Mirzaqon, A. (2018). Studi Kepustakaan mengenai Landasan Teori dan Praktik Konseling Exressive Writing. jurnal BK UNESA, 3-4.
Zed, M. (2004). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H