Jika ada perayaan, Mardi tidak ragu tampil sebagai sponsor tunggal dan kemudian disambut layaknya raja oleh panitia penyelenggara saat menghadirinya.
Mardi kian kaya dan terkenal. Ia juga jadi orang yang super sibuk yang nyaris selalu didampingi sekretaris dan pengawal.
Karena kesibukannya inilah Mardi bahkan tidak punya banyak waktu berkumpul bersama istri termasuk Tasya, anak perempuan semata wayangnya itu. Ia bahkan sering bingung saat ditanya umur atau kelas berapa anaknya bersekolah.
Belakangan, Mardi mulai menyadari kekeliruannya. Ia sadar sudah berbuat zalim terhadap sang anak. Dengan alasan inilah ia yang diberitahu sang istri jika anaknya akan berulang tahun ke 12, Mardi dengan semangat akan memberikan sesuatu yang spesial.
“Kita buat pesta ulang tahun yang meriah untuk Tasya. Kita undang semua temannya. Kita undang juga orang-orang kampung. Teman-teman saya dan teman-teman Mama juga kita minta datang,” kata Mardi.
“Janji ya Pa. Jangan ingkar. Kasihan Tasya.”
“Iya Ma, Papa Janji. Papa juga sudah siapkan hiburan untuk Tasya.”
“Hiburan apa?”
Mardi berpikir sejenak.
“Hmmmm... Papa nanti jadi tukang sulap,” sembari menjentikkan jari.
“Haaahhh... serius?”
“Iya Ma. Serius. Yang penting Tasya senang. Tapi Mama harus janji. Soal Papa yang jadi tukang sulap, Tasya jangan dikasih tau. Acaranya kita buat di halaman saja. Biar bisa menampung banyak orang. Kapan ulang tahunnya?”