Oleh : Dewi Ambarwati
Prodi : Tadris Biologi
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Abstrak
Sebagaimana perkara fundamental ihwal diwajibkan terhadap para sahabat Untuk mengikuti serta mentaati Rasulullah semasa hidupnya, dan  para sahabat dan  kaum muslim harus mengikuti serta mematuhi hadits Yang berasal dari Rasulullah setelah Beliau wafat.Â
Hal ini, sebab adanya nas-nas Yang diperintahkan taat pada Rasulullah yang dimana berlaku secara Menyeluruh  dan  tidak dibatasi hanya di masa hidup Rasulullah. Rasulullah selain menjadi figur, beliau sebagai pusat perhatian seluruh umat muslim beliau adalah pemimpin, suri tauladan, serta penyampai syariat Allah SWT Yang hampir semua dari perkataan juga perbuatan termaktub hukum kecuali sebagian yang ada kaitannya menggunakan urusan duniawi.
 Sebagaimana para Sahabat  mendapat hadits dari Rasulullah melalui penyampaian baik secara verbal juga menggunakan melihat apa Yang dilakukan Rasulullah serta ketetapannya. Ataupun Dengan  mengetahui Juga mendengarkan perkataan Sahabat  lain Yang mendengar hadits Berasal dari  Rasulullah dan  juga melihat apa Yang dilakukan Rasulullah menggunakan ketetapannya.Â
Hadits termasuk asal aturan islam ke 2 sesudah Al-Qur'an. namun, sebelum menerapkan sesuatu yg baru asal perkataan juga perilaku berasal Rasulullahyang ditulis pada hadits.Â
Maka kita wajib  terlebih dahulu mengetahui dan  memahami hadits dari aneka macam segi terutama dalam segi kualitas hadits. sebab, seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang ada, Masalah  kemunculan penelitian maupun kajian keilmuan islam, terutama pada hadits berbagai bahasan ilmu hadits yang menarik dan  sangat krusial buat dibahas dan  diperhatikan ataupun dipelajari terutama dalam persoalan-persoalan yg ada pada hadits.
 Perlu diketahui, bisa dikatakan berkualitas apabila sanad dan  matan hadits sersebut sama-sama berkualitas shahih.
Dalam dokumentasinya, hadits mempunyai keunikan yang Tidak dimiliki Dalam Al-Qur'an, yakni adanya transmisi yang mengubungkan antara Rasulullah sebagai asal Informasi  Dengan generasi berikutnya sampai pada akhirnya Informasi  tersebut terhimpun dan  dibukukan oleh para Muhkarrij Al-Hadits.Â
Tujuan kita mengetahui serta mengkaji ilmu hadits, yakni dapat membedakan antara hadits dha'if juga hadits shahih, Yang mauquf dan  yang marfu', Yang diterima serta yang ditolak. dan  adanya hadits inilah usaha bagi seseorang muslim buat mengikuti jejak Rasulullah serta hadits artinya ilmu yang agung, dan  hanya pada khusukan untuk umat beragama islam. Hadits artinya sumbangan peradaban yang nyata bagi umat islam dari karakteristik spesial  , kajian yang dipergunakan, serta kaidah yang dihasilkan.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Hadits
Ilmu hadits berasal dari bahasa arab yang terdiri dari kata "ilm al-hadits" dan "al-hadits". Secara etimologis "`ilm" memiliki arti pengetahuan.[1] Bentuk jamak dari 'ilm adalah "`ulum" yang berarti "al-yaqin" yang berarti keyakinan dan "al-ma'rifah" yang berarti pengetahuan.
 Sedangkan istilah hadits, berasal dari bahasa arab yaitu "al-hadits" yang artinya baru. [2]Secara terminologi, sebagaimana telah ditafsirkan oleh para ulama ahli hadits, ilmu hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik itu berupa perkataan, perbuatan atau perilaku, ketetapan, sifat, dan tabiat atau yang diandalkan. pada para sahabat dan tabi'in.
Pendapat ulama' lain yang sudah diungkapkan dari izz al-din sebagai berikut.
"Ilmu hadits artinya ilmu Yang dijadikan panduan Untuk  mengetahui keadaan sanad serta matan, yang juga menjadi objek kajian dan  tujuannya ialah Untuk mengetahui shahih tidaknya hadits."Â
Hadits di atas mempunyai maksud agar ilmu hadits dijadikan pedoman bagi umat Islam untuk dapat mengkaji dan mengetahui kondisi asal usul sanad dan matan yang menjadi objek kajian dan tujuannya untuk mengetahui otentisitas asal usul sebuah hadits.
Para ulama ahli hadits membagi ilmu hadits menjadi dua, yaitu ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
1. Ilmu hadits riwayah.
Ilmu hadits berdasarkan bahasa yaitu "riwayah" berasal dari istilah, rawa, yarwi, sejarah. yang artinya "an-naql" yang artinya bergerak dan menulis. Sedangkan menurut istilah, ilmu hadis berarti ilmu yang mempelajari peristiwa suatu periwayatan yang dilakukan secara cermat dan seksama. Apa yang dilakukan Rasulullah, baik berupa perkataan, tindakan atau perilaku serta akhlak juga merupakan sesuatu yang diandalkan para sahabat dan tabi'in.
Pengertian lain dari ilmu hadits adalah ilmu yang menyelidiki suatu sabda Nabi Muhammad SAW, perbuatan, batasan, keakuratan semua riwayat dan redaksinya.
Berdasarkan pengertian di atas, maka objek yang dibahas dalam ilmu hadis adalah Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perilaku atau persetujuannya atau bahkan sifat-sifatnya yang diriwayatkan secara cermat dan menyeluruh tanpa ada perdebatan nilai yang sahih.
Manfaat dan kegunaan mengkaji ilmu hadits riwayah adalah sebagai berikut.
- Menjaga hadits dengan hati-hati dari kekurangan atau kesalahan dalam periwayatan.
- Menjaga kemurnian syariat Islam karena sunnah dan hadits yang bersumber dari ajaran Islam setelah Al-Qur'an.
- Menyebarkan hadits kepada seluruh umat Islam agar hadits tersebut dapat diterima oleh seluruh umat manusia yaitu umat Islam
- Meneladani dan mengikuti akhlak Nabi Muhammad SAW, karena akhlaknya telah tertuang dalam hadits secara rinci.
- Menerapkan syari'at-syariat Islam dan menjaga etika, karena tidak mungkin seseorang dapat mempertahankan hadis sebagai sumber syari'at Islam tanpa mempelajari ilmu hadis riwayah ini terlebih dahulu.
2. Ilmu Hadits Dirayah
      Ilmu hadits dirayah dari segi bahasa berasal dari kata dara, yadri, daryan, dirayatan, dirayah. Itu adalah pengetahuan. Dilihat dari segi ilmu hadits, dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang syarat, jenis, sifat, dan hukum periwayatan, dan kondisi, jenis, keadaan para perawi serta segala hal yang berkaitan dengan keduanya.Â
Penjelasan dari definisi di atas yang perlu dikemukakan secara rinci, yaitu.
- Maksud syarat periwayatan adalah kondisi perawi ketika menerima periwayatan hadits, apakah periwayatan tersebut menggunakan metode as-sama', al-ijazah, dll.
- Macam-macam periwayatan, yaitu jenis-jenis periwayatan yang terdapat dalam periwayatan apakah bertemu langsung (sanad muttasil) atau terputus (inqitha')
- Hukum transmisi diterima (maqbul) atau ditolak (mardud)
-Hakikat dari periwayatan adalah untuk mentransfer informasi dalam sunnah dan mengandalkan orang yang membawa berita atau menyampaikan informasi kepada orang lain.
- Kondisi perawi berarti bahwa seorang perawi ketika menerima dan menyampaikan hadits, adil atau tidak, Â tempat lahirnya, tempat tinggal dan kematiannya.
- Syarat priwayat dalam hal ini berkaitan dengan syarat periwayatan ketika menerima hadits dan menyampaikan kelanjutan riwayat dalam sanad atau tidak. Jadi dalam hal ini informasi yang diriwayatkan itu rasional atau tidak, bertentangan dengan Al-Qur'an atau tidak, dsb.
- Macam-macam periwayatan yaitu berbagai bentuk seperti pembukuan, baik yang berbentuk musnad, mu'jam, ajza' dan sebagainya.
    Ilmu hadits dirayah adalah penelitian tentang sanad dan matan, periwayatan, meriwayatkan dan diriwayatkan bagaimana ciri-ciri suatu hadits diterima atau ditolak, hadits tersebut shahih, benar-benar dari Rasulullah atau dha'if.
B.Hadits Ditinjau Dari Segi Kualitas Sanad dan Matan
Suatu hadits dikatakan shahih tidaknya salah satunya dapat dilihat dari segi kualitas sanad dan matan. Ditinjau dari segi kualitas sanad dan matannya, hadits terbagi menjadi empat. Yakni hadits sahih, hadits hasan, hadits dha'if dan hadits  mawdu'. Dari ke-empat hadits tersebut, tentunya memiliki pendefinisian yang berbeda. Adapun pengertian atau definisi dari ke-empat hadits tersebut, yakni sebagai berikut.
1. Hadits Shahih
   Hadits shahih ditinjau dari segi bahasa berarti hadits bersih, hadits asli berasal dari Rasulullah SAW. Dalam batasan hadits shahih ini yang diberikan oleh para ulama' yakni "Hadits shahih merupakan hadits yang susunan lafadznya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi ayat al-qur'an, tergolong hadits mutawatir atau ijimak serta perawinya adil dan dabit".
Definisi di atas dapat dikatakan bahwa hadits shahih adalah hadits yang bersambung sanadnya dengan periwayat perawi yang adil dan dabit dari perawi pertama sampai perawi terakhir yang tidak mengandung unsur syaz dan `illat. [1]Contoh hadits shahih yakni sebagai berikut.
:
"Telah menceritakan kepada kami 'Abdan telah mengabarkan kepada kami 'Abd Allah telah mengabarkan kepada kami Yunus dari al-Zuhri telah mengabarkan kepada saya Abu Salamah bin 'Abd al-Rahman bahwa Abu Hurayrah radliallah 'anh berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: "Tidak ada seorang anak pun yang terlahir kecuali dia dilahirkan dalam keadaan fithrah. Maka kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya". Kemudian Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, (mengutip firman Allah surat al-Rum: 30: ('Sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus")
Pada sanad diatas menunjukan bahwa al-Bukhari merupakan perawi yang meriwayatkan hadits dari `Abdan, dari `Abd Allah, dari Yunus, dari al-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurayrah, kemudian dari Rasulullah SAW.
 Hadits tersebut telah memenuhi kriteria keshahihan hadits, sanad (mata rantai) perawi hadits ini muttasil yakni bersambung dari awal sampai akhir. Sementara itu, semua perawi yang menempati dalam hadits tersebut merupakan orang-orang yang adil dan dabit. Dan tidak ditemukan unsur syuzuz yakni unsur penyelisishan dengan periwayatan orang yang lebih siqah. Hadits shahih terbagi menjadi dua bagian yakni sebagai berikut.
a. Hadits shahih li dzatih
Hadits shahih li dzatih merupakan hadits yang memenuhi semua peryatan dalam kriteria keshahihan dari suatu hadits. Contohnya yakni sebagai berikut.Â
" "
"Menceritakan kepada kami 'Ali ibn 'Ayyasy ia berkata, menceritakan kepada kami Syu'aib Ibn Abi Hamzah dari Muhammad ibn al-Munkadir dari Jabir Ibn 'Abd Allah, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, 'Barang siapa yang mendengar azan kemudian ia berdo'a dengan menbaca: Allahumma rabba hazih al-da'wah al-tammah wa al-salah al-qa 'imah ati Muhammad al-wasilah wa al-fadilah wab'as maqam mahmud allazi wa'adtah, niscaya tertumpahlah syafaatku padanya"
b. Hadits Shahih li ghayrih
Hadits shahih li ghayrih merupakan hadits hasanlizatih yang periwayatannya lebih dari satu jalur, baik itu hanya semisal atau kuat, baik dengan maknanya yang sama atau redaksinya yang sama. Maka dalam hal ini, kedudukan hadits tersebut menjadi lebih kuat dan kualitasnya meningkat. Contoh dari Hadits shahih li ghayrih yakni sebagai berikut.Â
"Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Ahzam dan Abu Badr Abbad Ibn al-Walid keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abbad al Hunai berkata, telah menceritakan kepada kami Ali Ibn al Mubarak al-Hunai dari Ayub al-Sikhtiyani dari Khalid bin Duraik dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw.bersabda "Barangsiapa mencari ilmu untuk selain Allah, atau dengannya ia ingin mencari selain (ridhla) Allah, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka."
2. Hadits Hasan
Hadis hasan merupakan hadis yang bersambung sanadnya menggunakan periwayatan perawi yang adil dan  dabit, namun nilai kedabitannya kurang sempurna, serta selamat dari unsur syuzuz serta 'illat. Dicermati dari definisi tadi yang membedakan hadits hasan dengan hadits ahih adalah pada aspek kedabitan perawi.Â
Yang mana pada hadits hasan, dabit yang terkait menggunakan aspek tulisan serta hafalannya kurang tepat, sedangkan hadis sahih kedabitan perawi tepat. Adapun selamat dari unsur syuzuz serta 'illat. Contoh.
"Telah menceritakan kepada kami 'Ali ibn Nashr bin 'Ali telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abbad al Huna'i telah menceritakan kepada kami 'Ali ibn al-Mubarak dari Ayyub al-Sakhtiyani dari Khalid bin Duraik dari Ibn Umar dari Nabi saw.labersabda: "Barangsiapa belajar ilmu untuk selain Allah atau menginginkan selain Allah, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya (kelak) di neraka". Abu Isa berkata; 'Hadits ini hasan"Â
Alasan utama hadis ini dari evaluasi hadits hasan adalah terletak pada kualitas seseorang rawi yang bernama Muhammad bin 'Abbad al-Huna'i. Sebagaimana telah dipaparkan, seluruh rawi pada skema sanad di atas dinilai siqah oleh para kritikus hadis, kecuali nama Muhammad bin 'Abbad al-Huna'iÂ
yang dinilai saduq. penjelasan al-Suyuti dalam Tadrib al-Rawi, bahwa redaksi evaluasi dapat dipercaya rawi (alfaz al-ta'dil) terdapat empat tingkatan, yaitu:
1. Â siqah, mutqin, sabat, hujjah, adil-hafiz, atau dabit.
2. saduq, mahalluh al-sidq, atau la ba'sa bih.
3. syaikh.
4. salih al-hadis
Analisis sanad membagikan bahwa perawi yang bernama Muhammad bin 'Abbad al-Huna'i, menempati level kedua dari redaksi evaluasi kredibilitas rawiItulah sebabnya at-Tirmizi menilainya menjadi hadits hasan. Â Â Â Â Sedangkan hadits hasan li ghayrih adalah hadits yang mengalami peningkatan kualitas menjadi hadits hasan karena diperkuat oleh hadits-hadits lain yang sejenis dan bermakna. Nuruddin ltr.Ditegaskan bahwa hadits hasan li ghayrih merupakan hadits yang memiliki kelemahan yang tidak terlalu parah.Â
Misalnya, ada seorang perawi yang lemah, tetapi kelemahannya tidak lepas dari jajaran perawi yang diterima kehadirannya. Yang dimaksud lemah di sini adalah perawi yang hafalannya rendah, jarh dan ta'dilnya diperdebatkan tetapi tidak dapat ditentukan, atau perawi mudallis yang meriwayatkan dengan an'anah. Bukan perawi yang diduga pembohong dan pemalsu hadits, atau perawi Mudallis yang mengaku menerima hadits dengan cara al-sima,contohnya.
-
"Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr telah menceritakan kepada kami Hafs bin Ghiyas dari al-Hajjaj dari 'Atiyyah dari Ibn Umar dia berkata: "Saya shalat Duhur bersama Nabi saw.dua raka'at dan setelahnya dua raka'at dalam sebuah perjalanan'. Abu Isa berkata hadits ini hasan".
"Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid al-Muharibi yakni al-Kufi telah menceritakan kepada kami Ali bin Hasyim dari Ibnu Ab Laila dari 'Atiyah dan Nafi' dari Ibnu Umar dia berkata, saya shalat bersama Nabi saw. waktu mukim dan waktu safar,Â
dan saya shalat bersama beliau waktu mukim sebanyak empat raka'at dan setelahnya dua raka'at, saya juga shalat Duhur bersama beliau waktu safar sebanyak dua raka'at dan setelahnya dua raka'at, shalat ashar dua raka'at dan beliau tidak mengerjakan dua raka'at setelahnya (ashar), beliau shalat Maghrib tiga raka'at,
beliau tidak menguranginya baik waktu mukim atau safar, ia merupakan witirnya siang, setelahnya beliau melaksanakan dua raka'at. Abu Isa berkata, ini adalah hadits hasan, saya pernah mendengar Muhammad berkata, ini adalah hadits hasan, saya pernah mendengar Muhammad berkata, saya tidak pernah mendapati riwayat Ibn Abi Laila yang lebih menakjubkanku daripada hadis ini, padahal saya tidak pernah mengambil riwayat sesuatupun darinya"
3. Hadits Daif
      Secara umum hadits da'if diartikan yakni hadits yang tidak memenuhi syarat hadits shahih dan  hadits hasan. [1]Secara khusus hadits da'if ialah hadits yang mata rantainya terputus atau beberapa perawinya cacat," bertentangan dengan logika sehat, dalil-dalil tingkat yang lebih tinggi yaitu riwayat-riwayat mutawatir, tujuan utama ajaran Islam dan  berita sejarah yang telah dikonfirmasi, atau editorial mereka. tidak mendeskripsikan istilah kenabian atau matannya .
Hadis daif karena terputusnya sanad di antaranya adalah hadis munqati", misalnya hadits yang diriwayat oleh al Nasa'i dan Ibn Majah berikut:
"Telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid dia berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu 'Ayyasy dari Mughirah dari al-Harits al-'Ukli dari Ibn Nujay dia berkata; 'Ali ra, berkata: 'Aku mempunyai dua kesempatan dari Rasulullah saw.untuk menemuinya, yaitu kesempatan di malam hari dan kesempatan di siang hari. Apabila aku menemuinya di waktu malam, beliau berdehem kepadaku."
Menurut Ibn Ma'in dan al-Daruqutni, hadis ini munqati', karena ada persoalan pada seorang rawi yang bernama 'Abd Allah bin Nujay bin Salamah bin Jisym. Ia dinilai siqah oleh al Nasa'i dan Ibn Hibban. Namun sejatinya ia tidak mendengar langsung dari 'Ali bin Abi Talib, melainkan melewati bapaknya.
     Sedangkan hadis da'if yang disebabkan cacat pada periwayat misalnya hadis tentang shalat sunnah setelah Maghrib yang diriwayatkan oleh at-Tirmizi berikut:
 "Telah menceritakan kepada kami Ab Kuraib, yaitu Muhammad bin al-'Ala al-Hamdani, ia berkata; telah menceritakan kepada kami Zayd bin al-Hubab katanya, telah menceritakan kepada kami Umar bin Abu Khats'am dari Yahya bin Ab Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurayrah, katanya: "Rasulullah saw.Â
bersabda: "Barang siapa melaksanakan shalat enam rakaat setelah Maghrib, kemudian ia tidak berbicara buruk di antara shalat tersebut, maka akan dihitung baginya sama (pahalanya) dengan ibadah selama dua belas tahun". Ab Isa berkata: 'Hadis Abu Hurayrah ini gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadis Zayd bin al-Hubab dari Umar bin Khats'am'. Ia berkata:" Aku mendengar Muhammad bin Isma'il (al-Bukhari) mengatakan bahwa Umar bin 'Abd Allah bin Abu Khats'am adalah seorang munkar al-hadis, dan sangat lemah"
Sebagaimana dijelaskan sang at-Tirmizi, hadits ini da'if karena adanya perawi yang cacat, yaitu Umar bin Abu Khats'am yang bernama lengkap Umar bin 'Abd Allah bin Abu Khats'am. beliau meriwayatkan hadits hanya berasal Yahya bin Abi Katsir. Sedangkan yang meriwayatkan darinya merupakan Zayd bin al-Habbab serta Musa bin Ismail al-Wasiti. Imam al-Bukhri menganggapnya sebagai perawi yang sangat lemah. Ibnu Adi menganggapnya sebagai pemalsu hadits.
                Contoh hadis da'if berikutnya adalah riwayat yang masyhur di tengah masyarakat, yaitu sabda Nabi saw:
            "Berpuasalah kalian agar kalian sehat".
Hadits ini ber asal Abu Hurairah. Al-Tabrani meriwayatkan dalam Mu'jam al-Awsar dan  Abu Nu'aim pada Tibb an-Nabawi dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abu Dawud dari Zuhayr bin Muhammad dari Suhail bin Abi Salih dari ayahnya dari Abu Hurairah. Al-Tabrani menilai tidak terdapat seorang pun yang mengeluarkan redaksi seperti ini kecuali Zuhayr ibn Muhammad, beliau adalah seseorang perawi yang lemah waktu murid-muridnya berasal dari orang-orang Syam.Â
Zayn al-Din al-Iraqi pada Takhrij Ihya 'Ulum al-Din berkata bahwa hadits dari Abu Hurairah ini lemah. Padahal, dari Imam al San'ani, hadits ini diklaim keliru. evaluasi ini berbeda dengan penilaian al-Munziri dalam at-Targhib dan  al-Haisami dalam al-Majma' al-Zawa'id yang menyatakan sanadnya sah.
Akar persoalan evaluasi kontradiktif ini artinya seseorang narator bernama Zuhayr ibn Muhammad. dia artinya perawi siqah sejati. tetapi, Jika hadis-hadis tersebut diterbitkan oleh kaum Syam, maka kondisinya tidak lagi siqah, sebab se ketika itu pemikirannya sudah banyak berubah.
Peneliti hadits dituntut untuk memperhatikan dengan akurat syarat mental serta psikis seorang perawi waktu meriwayatkan haditsnya, baik ketika kondisinya prima atau telah menurun sehingga diterima. Memang periwayatannya sulit buat dikoreksi.Â
periwayat Zuhayr bin Muhammad mempunyai syawahid berasal hadits Ibnu Abbas yaitu hadits "Berperanglah engkau  pasti akan mendapatkan harta rampasan perang serta berpuasa kamu akan sehat" yang dikeluarkan oleh Ibnu Adi menggunakan mata rantai sanad Nasal dari Dahhak berasal Ibnu 'Abbas .Â
tetapi syawahid ini sangat lemah bahkan palsu, sebab Nasal diklaim matrk serta Dahhak tidak pernah bertemu dengan Ibnu Abbas. dengan penelitian yang lebih cermat akhirnya bisa ditentukan bahwa evaluasi al-Munziri dan  al-Haisami terhadap dilema ini cukup lemah.
4. Hadits Mawdu'
Hadits Mawdu' merupakan hadits yang di dalamnya terdapat perawi yang terindikasi  telah membohongi Rasulullah. atau hadits yang mengatasnamakan Nabi muhammad Saw. sengaja atau tidak sengaja, menggunakan niat baik atau jelek. [1]dengan demikian hadits Mawdu' merupakan hadits yang berdasarkan pada Rasulullah dengan dusta , serta sebenarnya tidak terdapat hubungannya dengan hal tertsebut. Itu bahkan bukan hadits. Para ulama hadits menyampaikan nama hadits mawd' untuk mengingatkan para perawi yang menganggapnya sebagai hadits. Para ulama setuju bahwa mebuat hadits mawd merupakan haram".
Abdul Qadir Hassan menyebutkan terdapat beberapa motivasi lahirnya hadis mawdu'. diantaranya, dengan sengaja menghambat kepercayaan , sebagai mencari nafkah, sebagai menaikkan wibawa serta kehormatan seperti yang dilakukan oleh raja atau sultan, kelompok fanatik, menegur makruf nahi munkar, kesalahan, rakyat. [1]Contoh hadits mawdu' yakni sebagai berikut.Â
: : :
"Sekelompok pejuang datang menemui Rasulullah saw. Nabi bersabda kepada mereka, 'Kalian datang dari sebaik baik tempat, yaitu dari jihad kecil menuju jihad besar. Ditanyakan kepadanya, Apakah jihad besar itu?" Nabi menjawab, "Seorang hamba yang berjuang melawan hawa nafsunya" Â
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam kitab  al-Zuhd, dari 'Ali bin Ahmad bin Abdan, dari Ahmad bin Ubayd. dari Tamam, dari Isa bin Ibrahim, dari Yahya bin Ya'la, dari Lais bin Abi Sulaim, berasal Ata', dari Jabir bin 'Abd Allah, dari Rasulullah. dari al-Baihaqi, tiga perawi dalam sanadnya, yaitu Isa bin Ibrahim, Yahya bin Ya'la, serta Lais bin Abi Sulaim adalah da'if. Bahkan perawi yang bernama Isa bin Ibrahim dianggap oleh Abu Hatim dan  al-Nasa'i menjadi seseorang matrk al-hadits, dan  dianggap menjadi perawi hadits munkar oleh al-Bukhari. menurut al-Zaila'i, teks hadits pada atas sebenarnya merupakan kata-istilah mutiara yang diucapkan oleh Ibrahim bin Abi Ablah, seorang tabi'in berasaldari Syam menurutnya hadits yang benar yakni hadits riwayat yang maqtu' bukan riwayat marfu'. Apalagi dari segi hadits ini pula lemah, sebab pada dasarnya seluruh jihad itu akbar. perjuangan melawan musuh dewa pada medan perang atau melawan hawa nafsu membutuhkan pengorbanan yang sangat akbar atau besar.
C. Kaidah Otentisitas Sanad dan Matan Hadits
      Pengertian dari pembagian hadits ditinjau dari kualitas sanad dan matan diatas, terdapat beberapa kata kaidah otentisitas hadits sanad dan matan hadits. Tujuannya yakni untuk mengukur dan meneliti keabsahan hadits yang diperlukan acuan dalam standar baku. Ataupun acuan yang dipakai sebagai kaidah-kaidah keshahihan hadits.
      Sebagaimana yang telah dijelaskan pada poin diatas, bahwa hadits shahih merupakan hadits yang bersambung sanadnya, yang diriwayatkan oleh orang-orang yang adil dan dabit, tidak ada unsur syuzuz atau kejanggalan dan illat atau cacat samar. Hadits dinyatakan shahih jika memenuhi persyaratan, maupun unsur kaidah keshahihan dalam hadits. Adapun unsur keshahihan dalam sebuah hadits yakni sebagai berikut.
- Sanad atau mata rantai hadits tersebut bersambung
- Perawui dalam sanad hadits bersifat adil yakni terpercaya
- Perawi dalam sanad bersifat dabit yakni cermat
- Sanad dam matan hadits terhindar dari syuzuz yakni kejanggalan
- Sanad dan matan hadits terhindar dari unsur `illat yakni cacat samar.
Â
Penjabaran dari setiap poin yakni sebagai berikut.
Â
1. Â Sanad atau Isnad bersambungÂ
Rantai yang berkesinambungan ialah hadits yang berasal dari perawi pertama sampai perawi terakhir (mukharrij/kodifikasi) tidak ada pemutusan mata rantai yang terjadi. menggunakan istilah lain, setiap perawi dalam rantai hadits mendapatkan riwayat hadits dari perawi terdekat sebelumnya. Situasi ini berlanjut sampai akhir rantai hadits. Hadits yang sanadnya dilanjutkan oleh para ulama pakar hadits disebut dengan beberapa istilah antara lain hadits musnad, muttashil serta mawsul.Â
 Dilema mata rantai merupakan suatu perkara yang menentukan diterima atau tidaknya suatu hadits. Bukti pentingnya masalah ittisal al-sanad artinya banyaknya ragam hadits daif ditimbulkan oleh adanya pemutusan mata rantai, meskipun itu diriwayatkan oleh seseorang perawi yang dievaluasi adil serta dabit. karena hadits yang putus rantainya, walau rantai putus pada satu daerah saja (misalnya pada generasi teman yang dikenal dengan hadits al-mursal), masih mengkategorikan sebagai hadits yang sanadnya tidak berkesinambungan, serta derajat hadits tadi dalf. bisa diidentifikasi dalam beberapa cara:
 a. Catat semua nama perawi pada sanad sehingga bisa dicermati hubungan antara pengajar dan  siswa yang digambarkan dalam aneka macam biografi narator.Â
b. mengkaji riwayat hidup setiap perawi melalui buku-kitab  Rijal al-Hadits, sebagai akibatnya diketahui tahun kematiannya antara guru serta peserta didik, dan  hubungan kontemporer antara keduanya, kesenjangan yang diprediksi merupakan enam puluh tahun.
c. Perhatikan simbol-simbol transmisi atau sighat al-tahammul wa ada' al-hadits mirip sami'tu, haddatsana, akhbarana serta sebagainya. sehingga perawi mudallis yang memakai sighat`an" tidak dikategorikan sebagai mata rantai yang berkesinambungan. Suatu sanad hadits dianggap berkesinambungan Bila seluruh perawi pada sanad tersebut terbukti sahih-benar bertemu (sudah terjadi hubungan transmisi) menurut kaidah al-tahammul wa ada' al-hadits antara perawi menggunakan perawi terdekat sebelumnya.
 2. Perawi yang Adil
Secara lughawi, kata adil berasal dari bahasa Arab yang berarti tengah, lurus atau condong kepada kebenaran. Sedangkan secara istilah, para ulama memiliki pendapat yang beragam pendapat tersebut memunculkan lima belas macam kriteria, yaitu beragama Islam, baligh, berakal, taqwa, menjaga muru'ah, teguh dalam agama, tidak melakukan dosa akbar atau besar, tidak membiasakan dosa kecil, tidak melakukan bid'ah, tidak berbuat jahat, tidak berbuat dosa, maksiat, menjauhi perbuatan mubah yang merusak muru'ah, berakhlak mulia, diyakini mengandung informasi, umumnyaÂ
3. Perawi Dabit
Secara harafiah arti dabit berarti kuat, sempurna, kokoh serta hafal dengan tepat. Sedangkan secara istilah, dabit berkaitan dengan kapasitas intelektual perawi hadits. Secara umum  kriteria dabit dirumuskan menggunakan tiga macam kemampuan, sebagai berikut a. Perawi dapat tahu dengan baik sejarah yang sudah terjadi dengan apa yang didengar
 b. Para perawi menghafal dengan tepat setiap sejarah yang sudah terjadi beliau selepas dari mendengar.
 c. perawi bisa menceritakan balik  sejarah yang telah didengarnya dengan baik.
           Ketiga kriteria di atas dari para ulama diklaim menjadi dabit sadr. Selain sadr dabit ini pula dikenal kata dabit kitabah, yaitu suatu sifat yang dimiliki oleh perawi yang tahu dengan baik goresan pena-tulisan hadits yang ada pada buku-kitabnya, dan  mengetahui betul letak kesalahan-kesalahan di goresan pena-goresan pena yang dimilikinya. Sedangkan keadaan atau sikap yang dapat menghambat kedhabitan adalah sebagai berikut :
      a. dalam meriwayatkan hadits lebih galat.
      b. Kelupaan lebih menonjol daripada hafalan.
      c. Riwayat yang diajukan diduga kuat mengandung kesalahan.
      d. Riwayat yang disampaikannya bertolak belakang menggunakan riwayat perawi yang siqah, hafalannya jelek, meskipun sebagian riwayatnya benar.
Dengan demikian, perawi dabit merupakan perawi yang mampu memelihara hadis melalui ingatan (hafalan) atau tulisan. Jika beliau memberikan hadits, maka hafalannya sangat sempurna, serta Jika beliau menulis hadits, maka penulisannya akurat. Keakuratan pertama disebut dabit sadr, sedangkan ketelitian ke dua dianggap dabt kitabah.Â
Bila ketelitian perawinya kuat, maka hadits yang diriwayatkan itu benar. Bila akurasinya kurang kuat (qafil al-dabt), maka derajat hadits yang diriwayatkan turun sebagai hadits hasan. Sedangkan Bila akurasinya tidak kuat, maka hadits yang disampaikannya berstatus daif.
Baik adil juga dabit merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang dua perawi hadits. Jika keadilan perawi berkaitan dengan akhlak, maka karakter perawi erat kaitannya dengan kapasitas intelektual. Jika ke sifat ini menempel di kepribadian seorang perawi, maka yang bersangkutan biasa diklaim perawi siqah. Untuk mengetahui hadis perawi bisa diketahui berdasarkan kesaksian para ulama dengan mengacu pada biografi para perawi dan  lebih khusus lagi literatur al-jarh wa al-ta'dil.
4. Tidak Mengandung unsur Syuzuz.
         Hadits syuzu adalah hadits yang memiliki lebih dari satu rantai riwayat, dimana salah satunya diriwayatkan oleh seorang perawi siqah, namun hadits ini bertentangan dengan sanad hadits lain yang diriwayatkan oleh banyak perawi yang juga siqah, maka salah satunya Langkah penting untuk memilih kemungkinan syuzu dalam hadits ialah dengan membandingkan satu hadits menggunakan hadits lain yang memiliki tema yang sama.Â
Para ulama mengakui bahwa penelitian wacana syuu hanya bisa dilakukan oleh peneliti yang mempunyai pengetahuan pada bidang hadits, dan  penelitian ini dianggap lebih sulit daripada penelitian tentang illat hadits.
         Dalam istilah yang lebih sederhana, syuzu ialah ketidakteraturan dalam hadits yang diriwayatkan oleh perawi siqah. Alasan perbedaan ini merupakan bahwa periwayatan ini bertentangan dengan hadits lain menggunakan tema yang diriwayatkan oleh lebih banyak perawi siqah. dengan demikian, selain ukuran kualitas sejarah, serta kuantitas mata rantai, perawi siqah kalah jumlah dengan perawi siqah lainnya. yang memiliki riwayat.
         Berkaitan dengan syuu ini terdapat perihal bahwa apapun derajat hadits, termasuk hadits mutawatir, Jika secara lahiriah bertentangan dengan ajaran al-Qur'an, maka dianggap shaz hadits. Pendapat ini tidak populer karena pada hakikatnya antara hadits shahih serta Al-Qur'an tidak akan terdapat kontradiksi, mengingat Al-Qur'an adalah sumber primer hadits. tidak mungkin sebuah cabang bertentangan dengan intinya. Bila ada dua kemungkinan, yaitu kurangnya pemahaman terhadap permasalahan, sebagai akibatnya tidak mampu menggabungkan keduanya. Atau konflik yang terjadi bukan pertengahan  yang sebenarnya.
5. Tidak Mengandung unsur `llat
            Pengertian 'illat di sini bukanlah pengertian umum  dalam ilm Ushul al-Hadits, yaitu stigma-stigma yang ada dalam hadits yang biasa diklaim menggunakan ta'n al-hadits atau jarh. yang dimaksud dengan 'illat dalam hal ini artinya sebab-sebab yang tersembunyi. yang menghambat kualitas hadis. Keberadaannya menyebabkan hadis yg secara lahiriah terlihat berkualitas shahih, pada akhirnya menjadi tidak sahih.
Para ulama mengakui bahwa penelitian illat ini relatif sulit karena sangat tersembunyi bahkan secara lahiriah terlihat benar. buat mengungkapnya diperlukan intuisi yang tajam, kecerdasan dan  hafalan yang sempurna serta pemahaman yang luas.
            Langkah penelitian yang wajib  dilakukan ialah mengumpulkan semua sanad untuk satu tema, lalu membandingkan sanad yang satu dengan yang lain. Demikian juga matanya dibandingkan menggunakan matan lainnya. Bila bertentangan dengan hadits-hadits lain dengan tema yang sama, atau isinya bertentangan dengan Al-Qur'an, berarti mengandung 'illat.
            Berdasarkan penjelasan para ulama, hadits illat umumnya terdapat pada :
 a. tiga sanad yang terlihat muttasil dan  martu", akan tetapi sebenarnya mawquf meskipun sanadnya pada keadaan muttail.
b. sanad yang terlihat marfu' serta muttasil, namun di kenyataannya mursal meskipun sanad tersebut pada keadaan muttasil.
c. Hadits yang mengandung kerancuan sebab bercampur dengan hadits lain dalam sanadnya. contohnya, kesalahan pengucapan nama perawi yang memiliki kemiripan atau kemiripan dengan perawi lain kualitasnya tidak sama.Â
            Jadi, illat artinya penyebab yang samar dan  tersembunyi yang bisa Mengganggu otentisitas hadits, meskipun secara lahiriah sepertinya aman dari cacat. seperti kisah seseorang anak kepada ayahnya sendiri. Oleh secara lahiriah diklaim muttasil (lanjutan) sebab pada umumnya terdapat kontemporer, namun selesainya diselidiki lebih lanjut, ternyata tidak menemukan tanda anak lahir ketika ayah mereka meninggal.
D. Sanad dan Hubungannya dengan Dokumentasi Hadits
      Hadits ditinjau dari segi kualitas tentunya memiliki dokumetasi hadits. Terutama dalam pendokumentasian sanad hadits. Adapun hubungan sanad dengan dokumentasi hadits yakni sebagai berikut.
1. Dokumentasi Sanad Hadits
Menjadi salah satu data sejarah lama, kitab-kitab hadits ialah salah satu dokumen sejarah yang cukup tua yaitu perjalanan sejarahnya sudah melalui waktu yang sangat lama, semenjak empat belas abad yang lalu. Isi dari kitab-kitab ini dipertahankan murni serta diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya terus menerus, sampai sekarang.Â
Salah satu keistimewaan atau keunikan hadis berasal dari dokumen sejarah hal-hal lain pada dunia, artinya data tertulis dari mereka yang menerima dan  meriwayatkan hadits-hadits ini, yang dimaksud dengan sanad. Dengan ketelitian, moral serta profesionalisme yang tinggi, terutama penulis kitab  hadits, hadits-hadits hadits didokumentasikan satu per satu. Hal ini dapat dipandang, contohnya, dalam kitab-kitab al-Jmi ash-Shahh oleh al-Bukhari dan  Muslim.
 kedua ulama di atas, menuliskan nama sanad hadits masing-masing. masing-masing, meskipun untuk hadits yang memiliki banyak jalan, seperti dalam mutawtir dan hadits-hadits populer. Begitu juga ulama lainnya, seperti Abu Daud, at-Turmudzi, an-Nasa'i, Ibnu Majah, Malik bin Anas, Ahmad bin Hambal, ad-Darimi, Daruquthni, serta al-Hakim. Mereka tidak menulis hadits yang tidak ada sanadnya menuntaskan. Termasuk untuk hadits-hadits yang memiliki rantai jalan ganda.
Dalam perkembangan selanjutnya, para ulama pasca generasi Mudawwin, mencoba menyusun nama-nama sanad pada buku khususnya yang dilengkapi dengan biografi masing-masing. pada kitab-kitab  ini ditulis secara rinci dan  lengkap berkaitan dengan daftar riwayat hidup, kualitas, serta kepribadian, dari sanad pertama hingga terakhir.Â
Selain itu, juga tertulis bagaimana penilaian ulama kontemporer atau setelahnya pada kualitas mereka, baik mengenai keadilan atau dhabitannya. di antara kitab  -kitab  yang secara spesifik berisi data mereka, yakni usud al-Ghbah fi Asm ash-Shahbah dari Ibn Hajar Asqalni (buku yang spesifik memuat biografi para sahabat); Mizan al-Itidl oleh Muhammad bin Usman adz-Dzahabi dan  Tahdzb at-Tahdzib oleh Ibn Hajar Asqalani (kitab  yang berisi biografi sanad hadits di semua thabaqah atau taraf).Â
2. peran Sanad pada Dokumentasi Hadits
  peran sanad pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu: pertama untuk menjaga atau memelihara hadits; dan  kedua, untuk penelitian Kualitas hadits satu per satu secara detail. Sanad hadits dicermati dari urutan atau nasab yang dibagi ke beberapa thabaqah atau tingkatan.tingkatan-tingkatan itu menunjukkan urutan generasi ke generasi, yaitu antara satu dan  lain terkait atau digabungkan. Hadits-hadits Rasulullah yang sepenuhnya terdapat pada tangan mereka, diterima serta disampaikan dengan dua cara, yaitu:
-pertama melalui secara lisan, dan  kedua, secara tertulis. Cara pertama, merupakan cara utama yang ditempuh oleh para ulama hadits dalam kapasitasnya sebagai rantai hadits. Hal ini karena pada pra- Islam, warga  Arab sudah terbiasa menggunakan budaya menghafal, yang dilakukan semenjak nenek moyang mereka. dengan kegiatan ini, tradisi lama yang relatif positif sehingga dipertahankan serta digunakan untuk pentingnya menjaga ajaran agama. Upaya mengembangkan daya hafal ini lebih efektif dengan didukung oleh dua potensi, yaitu: pertama, kekuatan hafalan yang dimilikiÂ
-ke dua, semangat kerja yang dimotivasi oleh iman, ketakwaan, dan  tanggung jawab terhadap pemilihan hukum Islam. Cara ke dua (metode penulisan), di masa awal Islam masih kurang berkembang, Jika dibandingkan dengan zaman tbi at-tbiin, atb tbi at-tbiin, dan  masa sesudahnya. Hal ini karena, terdapat beberapa faktor Prioritasnya ialah untuk lebih mengoptimalkan penyebaran Al-Qur'an. namun dengan demikian, kegiatan menulis tetap berjalan dengan baik, dan juga membantu mendukung pelestarian hadis. Hal ini terlihat pada catatan mereka, baik yang ditulis oleh para sahabat maupun tabiin.
      Diantara sahabat, sebagaimana disebutkan di atas, adalah Abdullah bin 'Amru bin al- Ash, Jabir bin Abdillah, Abu Hurairah, Abu Syah, Abu Bakar ash-Siddiq, Ibnu Abbas, Abu Ayyub al-Ansari, Abu Musa al-Asy'ari, serta Anas bin Malik.Â
di antara nama-nama tabiin akbar yang tercatat diantaranya: Ikramah, Umar bin Abdil Aziz, Amrah binti Abd ar-Rahman, al-Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar, Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, dan Muhammad bin Abi Kabsyah al-Ansari. kemudian pada antara tabiin Nama-nama kecil dicatat, termasuk Ibrahim bin Jarir, Ismail bin Khalid al-Ahmas, Ayyub bin Abi Tamimah AS-Sakhta Husain bin Aburrahman As- Sulaimi, Zaid bin Aslam, serta Zaid bin Rafi.
tulisan mereka berupa surat yg dikirim pada orang lain, yang berisi nasehat atau pesan Nabi SAW, seperti yang dilakukan Asid bin Hudhair al-Ansari kepada Marwan tentang persidangan pencuri, atau apa yang dilakukan Jarir bin Abdillah pada Muawiyah tentang sebuah hadits yang berbunyi: "insanlam yarham an-nsa l yarhamuhu Allah Azza wa Jalla (siapa yang tidak mencintai sesama manusia, niscaya Allah tidak akan mencintainya). serta hanya ada catatan langsung, yang pada waktunya akan menjadi diriwayatkan pada orang lain, atau anak didik-muridnya, baik melalui qiraah atau dikte (membaca atau didikte di depan peserta didik), diploma (memberi izin kepada murid-muridnya untuk meriwayatkan hadits pada orang lain), al-muktabah (menulis hadits yang diberikan pada muridnya), beberapa cara lain Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H