Kulihat dia bergegas menghampiri tukang becak. Aku tak berapa jelas mendengar isi percakapan mereka. Sesaat kemudian si petani itu kemudian kembali dengan wajah yang sumringah.
"Nah... sekarang neng naik aja kebecaknya. Dia akan mengantarkan neng ke rumah pak kades dengan selamat."
"Terima Kasih ya."
"sama-sama neng... eum..."
Kulihat mimik wajahnya yang tiba-tiba bersemu merah.
"Neng... eum... nanti sampaikan salam saya untuk Uleng ya..." Ujarnya kemudian.
Weleh... weleh... aku langsung menangkap ada lagat yang tidak beres ne... Jangan-jangan si petani naksir lagi sama Uleng.
"Iya. Sekali lagi makasih ya."
Kulangkahkan kakiku menaiki becak beroda tiga. Jangan harap bisa menemukan becak motor disini. Kulihat si mamang yang dengan sigap mengayuh becak perlahan-lahan. Keringat bercucuran mengalir dari keningnya. Kasihan juga aku melihatnya. Upz... tiba-tiba aja pandangan kami beradu. Kenapa aku jadi salah tingkah ya? Kulihat dia yang tersenyum ramah padaku
"Neng... Namanya siapa?" tanyanya kemudian.
"Ama."