(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
(8) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan."
Pasal 81 ayat (7) dan ayat (8) ini mengatur tentang pemberian sanksi tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan chip elektronik. Selanjutnya Pasal ini diubah:
"Pasal 81A
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (7) dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
(3) Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah."
Anak korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa akan mengalami penderitaan fisik maupun psikis yang memerlukan waktu yang lama untuk pemulihannya.Â
Oleh karena itu diperlukan keberpihakan pemerintah terhadap penderitaan anak korban kekerasan seksual ini dalam suatu perundang-undangan yang konkrit. Negara melalui aparat penegak hukumnya menunjukkan keterpihakannya kepada korban melalui produk peraturan perundang-undangan.
Urgensi perlindungan anak sebagai korban tindak pidana termasuk perlindungan keluarga korban secara filosofis adalah hak dasar,perlunya perubahan paradigna dalam memandang korban secara fiosofis merupakan ha dasar, memandang korban kejahatan khususnya memandang korban kejahatan sebagai objek, Apalagi jika dilihat dari korbannya keahatan tersebut yaitu anak yang merupakan korban kejahatan seksual dari orang dewasa. Perubahan paradigma tersebut diharaokan menghindarkan anak korban kejahatab seksual menjadi korban kedua kalinya (revictimization).