Mohon tunggu...
Ama Kewaman
Ama Kewaman Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Lepas

Lahir di Lembata, NTT, pulau terpencil bagai kepingan surga di bumi pada awal oktober 1994. Sekarang mengembara dalam jejak-jeak rantau.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gaun Pengantin

23 Juni 2021   23:57 Diperbarui: 24 Juni 2021   00:45 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaun Pengantin

(buat Marlina)

Oleh: Ama Kewaman

Sepanjang perjalanan hidup kita di dunia yang fana ini, ada sebagian dari hidup kita mesti diberikan untuk orang lain. Apa yang kita sebut cinta tak selamanya menjadi milik kita sendiri. Cinta telah memilih jalan sendiri untuk menentukan, apakah kita harus memutuskan untuk memberikan sisa hidup kita kepada belahan jiwa yang kita pilih, ataukah kita memutuskan untuk memberikan sepenuhnya kepada yang memberi kehidupan dengan kepenuhan cinta ini.

Pada akhirnya, cinta harus memilih jalannya sendiri untuk hati yang lebih mapan. Jika ia tak bersamamu selamanya, yakinlah bahwa cinta telah meninggalkan kerelaan untuk sebuah hati yang lapang.

Cinta selalu bermula dari pertemuan dan berakhir dengan kebersamaan. Jika cita tak berakhir dengan kebersamaan, mungkin saja hati telah memilih jalan lain untuk hati yang lebih mapan.

Keluarga adalah satu-satunya jalan dimana cinta itu tumbuh menjadi kebersamaan. Dan kebersamaan selalu berakhir dengan sebuah kerelaan. Hidup telah banyak memberikan kita pelajaraan akan pentingnya arti sebuah kebersamaan dan berakhir dengan sebuah kerelaan.

Kerelaan selalu meneteskan air mata, tetapi cinta ada untuk sekedar melengkapi hati yang lara.

Cinta datang untuk melengkapi jiwa yang lara dan rindu pada belahan jiwa yang lainnya. Jika ia terlalu lama untuk berdekatan, yakinlah pertemuan elah menyiapkan jalan saling bersua.

Pernikahan adalah akhir dari sebuah cinta. Engkau harus berusaha sekuat tenaga untuk meninggalkannya karena engkau akan tumbuh dalam harmonisasi cinta yang baru. Hadapilah, kasih, meski itu demikian sulit .

***

/Agustus 2013

Sudah hampir seperempat abad kami telah hidup bersama dalam keluarga, dan kebersamaan kami selalu diliputi dengan cinta, entah itu suka atau pun duka, kami telah menjalaninya secara bersama-sama. Hingga pada akhirnya, kebersamaan kami hampir mendekati sebuah perpisahan, dan karena itulah hanya kerelaan dan lapang dadalah yang dipersiapkan.

Kakak perempuanku yang pertama telah memutuskan cintanya untuk belahan jiwa yang telah dipilihnya. Keputusan itu pun telah disepakati bersama secara adat ketimuran berdasarkan tata cara kebiasaan orang Lamaholot. Dan itu terjadi sekitar setahun yang lalu ketika gaung bulan adat bergema dimana-mana,  memerintahkan semua kepala suku mengumandangkan maklumat untuk memudahkan segala urusan pernikahan dengan mengirimkan delegasi-delegasi.

Aku ingat betul, Ia pernah berjanji pada suatu hari, ketika perbincangan kami larut dalam dialog bersama petang. Aku dan kakak perempuanku yang kedua duduk di atas bale-bale kecil buatan ayah menghadap ke muaknya, sementara di belakangku, ayah berbaring dengan setumpuk kelelahan sepulang dari ladang. Mata kami menyaksikan bulan yang beranjak dari kaki langit dan tergelincir pelan-pelan di dalam bola mata kami. Sambil petang terus melaju dan kokok ayam bersenandung seperti syukur untuk berlalunya hari.

"Nanti kakak sudah selesai kuliah, kakak punya tanggungjawab untuk menyekolahkan kalian." Katanya sambil menyeruput teh panas yang dihidangkan ibu. Aku mengangguk setuju sambil bersenandung mengikuti kokokan ayam. Meski dia sebagai perempuan, tetapi aku menghormatinya sebagai kakak yang paling tangguh. Bapak yang terbaring dengan lelah dan penatnya tanpa pembungkus dada hanya mengatakan, selagi ia masih mampu ia akan tetap berusaha menyekolahkan kami semua anak-anaknya.

Aku tahu perjuangan ayah untutk menyekolahkan kakak perempuanku dan kami semua anak-anaknya. Meski kakak perempuanku yang pertama telah mendapatkan beasiswa dari pemerintah untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, namun biayanya masih tetap sama. Yang ditanggung pemerintah hanyalah biaya kuliah tapi dengan syarat dan tetek bengek segala macam itu seperti penjara intelektual. Sedangkan biaya sewa kos dan uang makan-minum sehari-hari masih mengharapkan dari orang tua sendiri. Sepengetahuan kebanyakan orang, kalau sudah diongkos pemerintah, itu artinya segala urusan ditanggung pemerintah. Tapi entahlah.

Akhir masa kuliah kakakku yang pertama bertepatan dengan berakhirnya musim panen di kampung halaman. Aku tahu ayah bukanlah orang yang berpendidikan tinggi, bahkan sekolahnya terhenti sebelum ia sempat menamatkan pendidikan dasar, tapi kepintarannya membaca musim tak kalah hebat dengan Cristoforus Colombus ketika menjelajahi samudra. 

Sepertinya ia telah mempersiapkan segala sesuatu secara diam-diam untuk mempersiapkan hari-hari akhir menjelang masa wisuda kakakku yang pertama. Kakak telah mengirimkan surat untuk ayah beberapa hari yang lalu untuk meminta uang kurang lebih 5juta-an untuk biaya administrasi dan persiapan wisudah. Tidak tanggung-tanggung, ayah menimbang semua kacang tanah hasil panen musim ini pada penimbun. Semuanya, tanpa ada yang tersisa untuk bibit musim depan.

Biayanya semua hasil panen itu persis sama dengan yang diminta kakak. Aku bangga melihat ayah. Sambil menerima uang hasil panen itu, aku melihat sudut mata ayah mengalir butir air mata kebahagiaan. Uasaha dan kerja kerasnya selama musim ini tak sia-sia. Aku berpaling memandang wajah ibu yang berdiri disampingku dan berbisik, "emak, bapa menangis." Ibu kembali memandangku dan mengelus-elus rambutku yang halus. Ibu menggenggam tanganku erat-erat seolah doa yang ia panjatkan merambah dan bergetar ke dalam urat nadiku.

Kami menyimak dengan saksama semua cerita kaka tentng kehidupannya di Kampus, sementara bulan beranjak terus meninggi. Ibu masih bertapa di depan tungku api untuk menyulap makan malam kami. Ibu selalu punya resep tersendiri untuk makanannya ketika kami anak-anaknya kembali ke rumah, ketika liburan sekolah dan liburan kuliah menuntun lagkah kami untuk bergegas lebih lekas, sebab rindu akan kepulan asap dari ibu dan rindu akan aroma tubuh ayah menanti kepulangan kami. 

"Ibu penjaga tungku abadi dan pewaris intelektual sejati dan ayah adalah pemberi semangat." begitulah aku sering merenung tentang ibu dan ayah dalam sendiriku. Ayah, kedua kakak perempuanku dan aku masih berbincang ngalur-ngidul tentang masa depan dan waktu kerja ayah. Kami memilih bernaung dibawah rembulan yang redup untuk sekedar berbagi cerita pada alam dan binar cahaya purnama yang suram, karena kami pun meyakini hal itu bisa menjadi biduk penunjuk arah masa depan kami.

***

/Juli 2018

Hari ini, tinggal beberapa bulan sebelum pernikahannya berlangsung, perjanjian yang pernah diucapkan itu telah bebar-benar ditepatinya. Perjanjian itu telah kami rasakan hingga kesuksesanku dan kakak perempuanku yang kedua sudah diambang hari. Masing-masing kami duduk di bangku kuliah semester akhir, meski di Universitas yang berbeda. Adik perempuanku dan lelaki bontot yang kami sayangi masih menikmati pendidikan menengah.

Jauh sebelum hari pernikahannya direncanakan, aku dan kakak perempuanku yang kedua telah berencana untuk sekedar membalas cintanya dengan membelikan hadiah gaun pengantin. Kami berencana untuk membeli gaun pengantin dengan uang kami sendiri dan menaruh cinta disana sebagai lambang perpisahan untuk keluarganya yang baru. Tapi yang pasti, bahwa cinta kami dalam kebersamaan akan terus tumbuh sampai waktu yang tak kami duga. Aku telah berhenti bekerja, karena itu aku hanya berharap lebih pada kakakku yang kedua.

Pada waktu yang bersamaan, aku dan kakak perempuanku yang kedua menerima pesan singkat yang dikirim dari desa kelahiran, tanah tempat kami merengkuh kenangan masa kecil bersama.

Abng, @sista, slmt siang.

Apa kabar? Nanti klw ada wktu

tlng tanya gaun pengantin di situ.

Siapa tahu hrgnya lbh murah. hehe

Sender: Beloed Sister 08082018xxxx

Sent: 04-Juli-2018 20: 30: 27

Slmt Siang jga, Inang. Kabar baik sja.

Nnti taxa dlu bru Krm gambarnya ee.

Biar lihat yg sesuai dgn selera. hehehe

Sender: Me 08123456xxxx

Sent: 04-Juli-2018 20: 31: 05

Ok, abng.

Sender: Beloed Sister 08082018xxxx

Sent: 04-Juli-2018 20: 31: 27

Ice jga dsni jdi nnti kmi 2 yg tax'a inang.

Sender: Me 08123456xxxx

Sent: 04-Juli-2018 20: 31: 05

Ok, abng.

Sender: Beloed Sister 08082018xxxx

Sent: 04-Juli-2018 20: 31: 27

Cinta telah berkelana begitu jauh dari desa kelahiran, mengarungi samudra nan luas untuk menjumpai kami di kota harapan, kota kami mengejar cita-cita yang dipesan oleh orang tua kami. Aku mencatat dalam sejarah hidupku sebagai kota kesalahan, sedangkan kakak perempuanku yang kedua menamainya sebagai kota perjuangan. Iya, mungkin lebih tepatnya begitu, tapi aku hanya menduga-duga.

Lalu aku mulai bertaya-tanya dalam diam dan sendiriku, tentang apa yang mampir di pelipis mataku dalam rupa rindu dan derai air mata, perihal kepergian kakaku yang pertama bersama dengan lelaki pilihannya. Biarkan air mata dan pelukan mesraku akan mengabarkan berita rinduku yang berat untuk melepaskannya pergi atas kebersamaan yang telah kami jalani seama lebih kurang seperempat abad yang lalu.

Aku tahu, rindu kami padanya telah menjerat kakinya untuk berat melangkah, dan ia sendiri telah mempersiapkan semuaya. Beberapa hari yang lalu, aku mendapat kabar, bahwa ia hanya menunggu aku dan kakak perempuanku yang kedua di kota ini untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut hari bahagianya dan menyaksikan prosesi pernikahan dengan lelaki pilihannya. 

Bukan berarti ia tak mau membayar mahal pada orang yang telah berpenalaman dalam hal tata rias da segala macamnya, tetapi ia hanya mengharapkan pada hari-hari akhir perpisahan kami, ia hanya ingin merasakan segala sesuatu tentang persiapan pernikahannya hanya dikerjakan oleh kami, sebab tangan lembut kami yang dibalut rindu akan dikenangnya bila rindu ini terlepas dari keluarga.

"Untuk tata rias dan busana segala macamnya itu, kaka hanya tunggu kakak perempuanmu yang kedua dari situ." Kata ibu menirukan ucapannya. Ibu melanjutkan, "dan kue pengantin di noe one pesan hama ama. Noke ala mari moke doi ki be tula." Kata ibu yang terdengar dari dalam ponsel.

Untuk menebus rindu pada kakak perempuan kami yang pertama, aku dan kakak perempuanku yang kedua telah menumpukan rindu yang berlapis-lapis dalam helai-helai benang yang merampungkan gaun pengantin, sehinga bila rindu ini terlepas, ia akan tetap membekas. Saat musim datang membawa hujan dengan kuyup rindu, gaun pengantin yang berbalut rindu akan menyejukan tubuhnya dengan kehangatan untuk berselimut karena kami  takan membiarkan dirimu dirayu dingin di kamarmu yang lain.

Kepadamu, kakak perempuan yang telah kujadikan sajak perkasa, telah kusemai rindu yang akan menjagamu disepanjang jalan kenangan kita. Hari ini, aku telah siap dengan perisai rindu untuk menyaksikan engkau mengenakan gaun pengantin, gaun bersulam rindu yang paling mujarab. Sebagai bait doa yang selalu kupanjat pada Tuhan, 'biarlah kasih-Mu engkau sucikan dalam ikatan perkawinan kakaku, agar rakhmat dan kasih yang berlimpah memberkahi perjalanan hidup yang telah mereka bangun atas nama-Mu yang suci.'

Jika yang kau nantikan adalah ragaku, maka biarkan aku datang untuk sekedar menyaksikan rindu kita memuai di atas altar yang suci. Jika yang kau rindu adalah kebersamaan kita, maka datanglah ke rumah kita yang dulu untuk sekedar menyaksikan masa kanak-kanak kita ketika bercanda. Jika yang hendak kau temui adalah ragaku, aku takut rindu ini terlepas kedalam genggamanmu dan aku hanyalah bekas kisah yang terluka.

Biarlah kita menjadi seperti ini, seperti tahun-taun sebelumnya dengan obrolan ringan di meja makan yang sederhana. Untukmu perempuan yang telah aku damba dalam rindu sebagai sajak yang perkasa, kakak perempuan pertama yang kami cintai, biarlah aku mengucapkan selamat yang bergema ke altar Tuhan yang suci, sebab engkau telah menjadi ratu atas keluargamu yang baru.

(Jakarta, Kamar Sepi 31/ 07/ 2018 21: 07)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun