"Ibu penjaga tungku abadi dan pewaris intelektual sejati dan ayah adalah pemberi semangat." begitulah aku sering merenung tentang ibu dan ayah dalam sendiriku. Ayah, kedua kakak perempuanku dan aku masih berbincang ngalur-ngidul tentang masa depan dan waktu kerja ayah. Kami memilih bernaung dibawah rembulan yang redup untuk sekedar berbagi cerita pada alam dan binar cahaya purnama yang suram, karena kami pun meyakini hal itu bisa menjadi biduk penunjuk arah masa depan kami.
***
/Juli 2018
Hari ini, tinggal beberapa bulan sebelum pernikahannya berlangsung, perjanjian yang pernah diucapkan itu telah bebar-benar ditepatinya. Perjanjian itu telah kami rasakan hingga kesuksesanku dan kakak perempuanku yang kedua sudah diambang hari. Masing-masing kami duduk di bangku kuliah semester akhir, meski di Universitas yang berbeda. Adik perempuanku dan lelaki bontot yang kami sayangi masih menikmati pendidikan menengah.
Jauh sebelum hari pernikahannya direncanakan, aku dan kakak perempuanku yang kedua telah berencana untuk sekedar membalas cintanya dengan membelikan hadiah gaun pengantin. Kami berencana untuk membeli gaun pengantin dengan uang kami sendiri dan menaruh cinta disana sebagai lambang perpisahan untuk keluarganya yang baru. Tapi yang pasti, bahwa cinta kami dalam kebersamaan akan terus tumbuh sampai waktu yang tak kami duga. Aku telah berhenti bekerja, karena itu aku hanya berharap lebih pada kakakku yang kedua.
Pada waktu yang bersamaan, aku dan kakak perempuanku yang kedua menerima pesan singkat yang dikirim dari desa kelahiran, tanah tempat kami merengkuh kenangan masa kecil bersama.
Abng, @sista, slmt siang.
Apa kabar? Nanti klw ada wktu
tlng tanya gaun pengantin di situ.
Siapa tahu hrgnya lbh murah. hehe
Sender: Beloed Sister 08082018xxxx