Mohon tunggu...
Alya Putri N
Alya Putri N Mohon Tunggu... Arsitek - Pelajar

Hobi menggambar tapi suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hanya Menjadi Kenangan

7 Februari 2021   12:34 Diperbarui: 7 Februari 2021   13:12 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Malam itu hujan turun dengan derasnya. Membasahi tanah dan membuat genangan kecil di jalanan yang berlubang. Beruntungnya hujan kala itu hanyalah hujan besar biasa, tidak ada angin yang besar juga tidak menampakkan kilat-kilat menggelegar yang bisa membuat orang-orang disekitarnya ketakutan.

Jalanan terlihat sepi. Hanya ada beberapa kendaraan saja yang masih berlalu lalang. Dari kejauhan terlihatlah sebuah bis yang berhenti di pinggir jalan. Seseorang turun dari bis itu. Supir bis pun kembali melajukan kendaraannya setelah penumpangnya turun. Orang itu mengambil sebuah senter didalam tasnya, dan mulai menyalakannya. Senter itu ia gunakan untuk membantunya menyeberangi jalanan. Karena jika sudah malam begini kendaraan yang lewat sedikit kesulitan untuk mengetahui jika ada orang yang menyeberangi jalan. Apalagi hujan, yang membuat para supir diharuskan untuk ekstra hati-hati dan lebih fokus lagi melajukan kendaraannya.

Orang yang baru saja turun dari bis adalah bernama Rizky. Muhammad Rizky Saputra atau yang biasa dipanggil Iki. Ia adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Kedua kakaknya sudah menikah dan mempunyai anak. Sedangkan adiknya masih duduk di bangku kelas satu di salah satu SMA Swasta di Bandung.

Seiring derasnya air hujan, Rizky mempercepat langkah kakinya agar bisa segera sampai dirumahnya. Untungnya arak antara jalan raya dengan rumahnya tidak begitu jauh.

Disepanjang jalan menuju rumahnya, Rizky tidak bertemu satu orang pun padahal ini masih bisa dibilang belum terlalu malam untuk beristirahat. Adzan isya terdengar berkumandang beberapa menit yang lalu. Mungkin karena hujan hari ini yang sangat deras, membuat warga di sekitarnya lebih memilih berdiam diri bersama keluarganya masing-masing di dalam rumah.

Basah sudah semua pakaian yang dikenakannya. Ia tidak mempunyai payung atau bahkan jas hujan untuk melindungi dirinya dari derasnya hantaman air hujan. Hanya sebuah jaket kain biasa yang saat itu ia kenakan. Tas yang ia pakai ukurannya kecil sehingga untuk melindungi semua isinya ia cukup memeluk erat tas itu di depan dadanya agar tidak kebasahan. Sebab hanya itu satu-satunya tas yang ia punya untuk membawa semua keperluannya bekerja. Semenjak putus sekolah ia tidak pernah dibelikan lagi tas atau bahkan sengaja membeli tas untuk dirinya. Jika bukan karena pemberian dari Kakaknya, mungkin sampai saat ini ia belum mempunyai tas kecil itu.

"Assalamualaikum." Ucap Rizky setelah memasuki rumahnya.

"Waalaikum salam." Jawab ibu bapaknya yang saat itu tengah menikmati sepiring singkong rebus.

"Kenapa tidak neduh dulu Ki? Baju kamu basah semua"

"Nanggung Bu, takutnya hujannya malah semakin besar. Lebih baik Iki langsung pulang saja"

"Iya tapi Ibu khawatir kamu masuk angin kalau kamu hujan-hujanan seperti ini"

"Tidak apa Bu. Kalau untuk hujan-hujanan seperti ini tubuh Rizky masih tetap kuat. Angin tidak bisa menembus tubuh Iki"

"Kamu ini ya. Yasudah sana cepat mandi. Ganti bajunya supaya tidak masuk angin."

"Siap Bu!" Jawab Rizky sambil menyomot satu singkong rebus kemudian segera pergi untuk mandi dan berganti pakaian.

Diumurnya yang baru menginjak enam belas  tahun dia harus merelakan masa-masanya untuk bersekolah dan bermain dengan teman sebayanya. Kekurangan biaya yang membuat  nya mau tidak mau untuk berhenti sekolah. Orang tuanya sudah tidak bisa bekerja seperti biasanya. Mungkin karena sudah termakan usia, tenaganya tidak sekuat dulu.

Jangankan untuk membayar uang sekolah setiap bulannya. Untuk makan saja terkadang ia harus meminta makan ke salah satu rumah kakaknya yang sudah menikah. Rasa tidak enak dan canggung pasti ada. Apalagi jika hubungan dengan pasangan dari kakaknya itu tidak terlalu akrab. Namun, dari pada harus menahan lapar dan pada akhirnya malah membuatnya sakit maag kemudian berobat dan itu harus mengeluarkan uang. Sayang uangnya, menurutnya uangnya lebih baik dipakai untuk membeli beras beserta lauk pauknya.

Saat itu belum ada bantuan untuk anak sekolah yang kurang mampu. Tidak seperti sekarang, sudah ada bantuan biaya untuk sekolah tapi malah disalahgunakan. Tidak semuanya tentunya, hanya orang-orang yang kurang bersyukur dan bertanggung jawab atas apa yang telah didapatkan.

Terkadang rasa bersalah selalu muncul dipikirannya. Dulu ia termasuk anak yang nakal, sering bolos sekolah bahkan nilai ulangan tidak pernah ada yang diatas KKM. Herannya dia selalu naik kelas. Karena nilai yang kurang menyebabkan dia tidak diterima di SMP Negeri di daerahnya.

Setelah lulus SMP dia tidak melanjutkan ke jenjang yang berikutnya. Ia memutuskan untuk ikut bekerja bersama tetangganya yang memang pada saat itu menawarkan pekerjaan kepada dirinya. Hanya menjadi seorang buruh. Yang gajinya tidak terlalu besar namun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Pekerjaannya memang melelahkan. Namun, itu tidak menjadi masalah bagi Rizky. Yang penting ia bisa membantu kebutuhan ekonomi keluarganya, meringankan beban orang tua dan yang paling penting supaya Adiknya bisa tetap sekolah. Ia tidak mau adiknya harus putus sekolah seperti dirinya yang karena kekurangan biaya. Adiknya harus tetap sekolah karena sekolah itu penting juga agar adiknya bisa mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu menguras tenaga, tempatnya nyaman dan juga gajinya besar.

Ketika sedang berbaring diatas tempat tidurnya untuk beristirahat. Tiba-tiba pintu kamarnya yang tidak terkunci dibuka oleh seseorang dari luar. Dan ternyata adalah Adik perempuannya, Dita.

Lantas Rizky pun bangun dan menatap sang Adik kesayangannya itu.

"Ada apa?"

"Kak belikan aku handphone ya?" Pinta Dita kepada kakaknya yang baru saja masuk kedalam rumahnya.

"Nanti saja ya" Jawab sang kakak dengan suara yang begitu pelan. Pekerjaannya hari ini sangat membuat energinya terkuras.

"Nanti? Nanti kapan Kak? Aku sudah capek menunggu terus. Aku malu Kak! Maluu!Temen-temenku sudah mempunyai handphone. Sedangkan aku? Kapan?!"

"Nanti ya Dita. Kakak pasti akan belikan ponsel untukmu."

"Kakak masih kerja kan? Punya gaji kan? Kenapa tidak membelinya sekarang saja. Bukannya seharusnya hari ini Kakak gajian?"

Ini bukan kali pertama Rizky mendengar perkataan seperti itu dari adiknya. Dari kecil adiknya memang selalu dimanja dan setiap kemauannya selalu diberikan. Meskipun kondisi saat ini sudah jauh berbeda dari pada dulu. Namun, Adiknya ini tidak pernah mengerti kondisi keluarganya saat ini. Terutama kondisi keuangan.

Rizky menghela nafasnya sejenak. "Iya, tapi kan uangnya sebagian untuk Ibu Bapak sebagian lagi untuk membayar uang SPP kamu sebagian lagi untuk keperluan lain, Dita"

Dita menatap Kakaknya dengan tatapan kesal dan marah.

Rizky yang tau Adiknya sedang merasa kesal tersebut akhirnya membuka suara. Ia tidak tega sebenarnya tapi mau gimana lagi. Uang selalu menjadi masalah utama dalam kehidupannya.

"Tolong nger-" belum sempat Rizky melanjutkan perkataannya. Dita langsung memotong pembicaraan.

"Ah sudahlah Kakak memang pelit! Tidak mau mengerti keadaan Dita. Kakak tidak sayang sama aku. Aku benci Kakak!"

Dita langsung keluar dari kamar Kakaknya. Dengan bantingan pintu yang cukup menggelegar sampai kaca jendela di kamar Kakaknya ikut bergetar.

Kedua orang tua Rizky yang mengetahui itu langsung menanyakan apa yang telah terjadi. Rizky memberi tahu semuanya kepada orang tuanya. Ibu Rizky merasa kasian kepada Rizky, yang sudah rela bekerja keras demi keluarga namun sayangnya sang adik tidak pernah mengerti keadaan. Dita selalu merasa seperti dahulu. Dimana orang tuanya masih bisa bekerja. Dan membiayai semua kebutuhan sehari-hari.

"Biar Ibu yang bicara sama Dita ya Ki" ujar Ibu Rizky.

Rizky mengangguk"Iya Bu"

Ibu Rizky mendatangi Dita untuk membujuknya sekaligus memberi nasihat dan juga pengertian kepada Dita.

Bapak Rizky merasa bersalah kepada Rizky. Karena jika ia masih bisa bekerja, mungkin Rizky tidak akan putus sekolah dan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.

"Maafkan Bapak ya Ki. Kalau saja Bapak masih bisa bekerja mungkin kamu masih sekolah saat ini. Dita juga tidak akan seperti itu ke kamu" ujar Bapak Rizky pelan.

"Sudah Pak, tidak apa kok. Bapak jangan khawatir ya" jawab Rizky menenangkan Bapaknya.

Dan juga jika ia masih bisa bekerja mungkin kondisi ekonomi keluarganya tidak akan sulit seperti ini.

Semenjak saat itu Bapaknya Rizky selalu melamun. Bahkan ketika sedang diajak berbicara jawabannya itu tidak nyambung atau terkadang tidak terdengar jika ada yang bertanya padanya. Hal itu semakin membuat Rizky khawatir.

Suatu hari ketika Rizky pulang dari tempat ia bekerja. Ia dikejutkan oleh seorang tetangga yang menghampirinya dan memberi informasi jika Bapaknya terjatuh dari kamar mandi. Dan saat ini sudah di bawa oleh Kakak-kakaknya ke rumah sakit.

Tanpa masuk ke rumah. Rizky langsung putar balik menuju rumah sakit dimana Bapaknya dibawa.

Sudah satu minggu Bapaknya dirawat di rumah sakit. Tentunya Rizky harus mencari uang kesana kemari, berharap bisa mendapatkan pinjaman yang tidak berbunga. Meskipun Rizky mempunyai dua Kakak yang sudah menikah tapi mereka tidak mau disulitkan untuk membantu membiayai rumah sakit Bapaknya. Alasannya selalu sama, mereka mempunyai banyak kebutuhan keluarganya sendiri.

Tapi untungnya Rizky bisa mendapatkan pinjaman dari tempat ia bekerja. Awalnya Rizky merasa malu untuk meminjam ke tempatnya bekerja karena pinjamannya yang satu bulan kemarin juga belum lunas. Tapi karena sangat membutuhkan uang itu. Rizky memberanikan diri untuk meminjam kembali. Dan untung saja mereka mengerti sehingga Rizky bisa mendapatkan pinjaman uang untuk membayar biaya rumah sakit Bapaknya.

Hubungan Rizky dengan Adiknya Dita masih belum akur. Dita masih keukeuh ingin dibelikan handphone padahal ia juga tau kondisi saat ini Bapaknya tengah dirawat dan pasti membutuhkan biaya.

Tiba di suatu hari, Rizky dituduh telah mengambil barang milik Pabrik tempat ia bekerja. Saat itu semua pegawai diperiksa. Entah itu benar atau tidak semua barang bukti itu terdapat di tas milik Rizky.

"Ini masuknya apa Rizky?"tanya Pak Ferdy selaku pemimpin di Pabrik tersebut.

"Saya berani sumpah Pak! Saya tidak pernah melakukan itu. Saya juga tidak tahu mengapa barang itu bisa berada didalam tas saya" bela Rizky.

"Tapi barang ini ada di tas milik mu Rizky, jika bukan kamu sendiri siapa lagi?!"

"Tapi Pak-"

Rizky yang merasa ia tidak melakukan hal itu berusaha untuk membela dirinya. Namun, hasilnya nihil. Awalnya Pemimpin Pabrik akan melaporkan nya ke polisi. Tapi karena melihat kondisi keluarga Rizky yang memang sangat membutuhkan Rizky akhirnya Rizky tidak jadi di laporkan ke polisi. Sebagai sanksi atas perilaku tersebut, Rizky diberhentikan dari Pabrik itu.

"Saya tidak akan melaporkan kamu Rizky. Sebenarnya saya cukup terkejut mendengar hal ini. Tapi ya seperti yang sudah diketahui. Akan sangat tidak adil untuk pegawai yang lain jika kamu masih bekerja disini setelah apa yang telah menimpa kamu hari ini. Kamu saya pecat. Semoga kamu bisa mendapatkan pekerjaan ditempat lain" ujar Pak Ferdy.

Lututnya seakan-akan lemas tak berdaya. Tubuhnya berasa seperti ditusuk oleh puluhan pisau. Sungguh menyakitkan. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi.

"Baik Pak, terimakasih selama ini saya bisa bekerja di sini" Jawab Rizky kemudian pergi dengan kepala yang di penuhi pikiran keluarganya.

Rizky merasa terpukul sekali. Ia kebingungan gimana nanti untuk memberi tahu keluarganya. Ia juga bingung kenapa barang itu bisa ada didalam tas miliknya. Padahal seingatnya ia tidak pernah berniat sekalipun untuk mengambil barang apapun tanpa izin dari Pabrik itu.

Ia diberhentikan oleh Pabrik tanpa adanya pesangon bahkan dia tetap diharuskan membayar semua utang pinjamannya kepada Pabrik.

Masalah handphone saja sampai saat ini masih belum bisa diwujudkan. Padahal setelah melunasi utangnya kepada pabrik, Rizky berencana akan mengumpulkan uang untuk membelikan Adiknya handphone.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Itu mungkin ungkapan yang cocok untuk Rizky. Adiknya meminta dibelikan handphone, Bapaknya jatuh dari kamar mandi sehingga harus dirawat dan membuat utangnya bertambah karena untuk membayar biaya rumah sakit Bapaknya selama dirawat dan di berhentikan bekerja tanpa diberi pesangon.

Saat ini yang menjadi tujuannya adalah pacarnya, Sindi. Ia akan memberi tahu Sindi jika ia sudah diberhentikan dari tempat ia bekerja. Rizky juga bingung siapa lagi yang akan mendengarkan segala keluh kesahnya selain Sindi. Karena jika kepada orang tuanya itu hanya akan menambah beban pikiran.

"Sin, aku telah diberhentikan dari pabrik" keluh Rizky kepada Sindi.

"Kok bisa? Memangnya kamu melakukan apa sampai bisa diberhentikan seperti itu?" tanya Sindi penasaran.

Rizky mulai menceritakan semuanya kepada Sindi.

"Iki, sebenarnya ada yang mau aku omongin sama kamu" ujar Sindi.

"Kenapa?"

"Aku mau kita putus. Aku sudah lama ingin mengatakan hal ini padamu"

"Kenapa Sin? Apa aku berbuat salah padamu?"

"Tidak bukan itu. Sebenarnya aku ini sudah capek bersama terus dengan kamu. Kamu itu selalu tidak ada waktu buatku selalu saja keluargamu yang ada di pikiranmu. Aku merasa seperti pacar yang tidak dianggap"

"Apa kamu menyesal telah berpacaran denganku, Sin?"

"Sebenarnya iya. Secara ekonomi saja kamu itu tidak setara denganku. Kamu miskin Risky. Apa-apa susah. Aku juga malu mengenalkan kamu kepada teman-temanku apalagi orang tuaku."

"Terus mengapa waktu itu kamu menerimaku? Apa cuman karena kasihan?" ujar Rizky dengan emosi yang sudah mulai muncul.

"Iya aku kasihan sama kamu! Puas? Sudahlah kita akhiri saja." Sindi lantas pergi begitu saja meninggalkan Rizky yang masih duduk terpaku diam.

Masalah datang bertubi-tubi kepada Rizky. Ia merasa hidupnya selalu tidak adil.

Hari demi hari berlalu. Rizky tentunya tidak berdiam diri saja menerima kenyataan bahwa dia diberhentikan di tempat ia bekerja. Selama ini ia terus berusaha mencari kerja. Sangat sulit untuk lulusan Sekolah Menengah Pertama sepertinya untuk mendapatkan pekerjaan.

Setelah semua usahanya untuk mencari pekerjaan, akhirnya ada seorang tetangga yang mengajaknya bekerja. Menjadi kenek supir truk. Rizky langsung mau, ia tidak pilih-pilih dalam pekerjaan asalkan itu halal. Meskipun pekerjaannya lebih berat tapi tak apa yang terpenting keluarganya kembali bisa menjalani hidup seperti biasa dan adiknya bisa menyelesaikan sekolahnya sampai akhir.

Dari pekerjaannya menjadi kenek supir truk itu, Rizky berhasil mengumpulkan uang untuk membeli handphone adiknya dan juga melunasi hutang nya pada Pabrik yang dulu tempat ia bekerja.

Waktu tak terasa cepat berlalu. Dita telah lulus SMA dan ia sekarang bekerja sambil kuliah. Kejadiannya dulu membuat ia berubah, semenjak bekerja ia menjadi tahu jika bekerja itu tidak mudah. Dita menyesal dulu ia sangat keterlaluan dan tidak bisa mengerti keadaan. Tapi memang penyesalan selalu ada di akhir bukan. Biarlah penyesalan menjadi masa lalu kita sebagai pelajaran untuk masa depan yang lebih baik lagi.

Rizky mulai menabung setelah Dita lulus SMA. Ia berencana akan mengikuti ujian paket C. Ia sangat berharap untuk bisa menyelesaikan sekolahnya sampai sarjana. Seperti yang ia impikan dari dulu.

Rizky mulai mencari pekerjaan lain dengan ijazahnya tersebut. Berharap bisa mendapatkan pekerjaan yang memang bisa disesuaikan jika ia kuliah nanti. Rizky pun mendapatkan pekerjaan menjadi pelayan di salah satu tempat makan di Bandung.

Jika kita berusaha bersungguh-sungguh maka kita akan mendapatkan hasil yang terbaik. Usaha tidak akan mengkhianati hasil. Rizky percaya akan ungkapan itu. Rizky berhasil menyelesaikan ujian paket C nya ia kemudian mencoba mengikuti ujian mandiri. Dan akhirnya ia pun bisa diterima di Universitas Swasta dengan jurusan yang ia inginkan. Teknik mesin.

Rizky selalu mendapatkan cemoohan dari orang sekitarnya. Mereka meragukan jika orang seperti Rizky itu tidak pantas untuk kuliah. Bahkan tetangga yang dulu menawarkan pekerjaan menjadi kenek supir truk itu turut serta mengunjingkan Rizky. Menurutnya Rizky hanya akan menghabiskan uangnya untuk kuliah. Dengan atau tidaknya kuliah pasti ujung-ujungnya akan bekerja juga.

"Buat apalah Ki kuliah segala. Orang kamu juga udah dapat kerja kan? Malah nambah-nambah beban tahu gak" ujar Sang Kakak pertama.

"Iya tahu tuh, awas aja ya kalau sampe nanti ujung-ujungnya kamu minta bantuan biaya dari Kakak. Tidak akan Kakak kasih!" ujar Kakak kedua sambil menggendong anaknya yang telah tidur.

"Doakan saja, semoga Iki tidak akan menyusahkan kalian lagi" pinta Rizky.

"Sudahlah" kedua Kakaknya itu pun pergi meninggalkan Rizky.

Tapi Rizky tetap akan keputusannya. Ia telah memikirkan hal ini dari jauh-jauh hari bahkan disaat Adiknya masih bersekolah. Pekerjaan memang penting untuk merubah nasib keluarga menjadi lebih baik. Selain itu pendidikan juga lebih penting, karena dengan berpendidikan yang baik selain membanggakan orang tua juga supaya mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi.

Dengan tekad yang kuat tanpa dukungan dari siapapun. Rizky berhasil menyelesaikan program sarjananya. Selain bangga, orang tua Rizky sangat bersyukur bisa mempunyai anak seperti Rizky. Selalu menyayangi keluarganya, pantang menyerah, selalu semangat dan tidak pernah mengeluh.

Setelah lulus kuliah Rizky mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya. Hal ini membuat Kakak-kakaknya terkejut dan malah sekarang menjadi timbal balik. Kakak-kakaknya lah yang sekarang selalu meminta uang kepada Rizky. Ingat meminta! Untuk uang jajan anaknya yang menjadi alasan. Tidak tahu malu memang, dulu saja merendahkan. Setelah berhasil baru saja malah mendekat.

Cerita itulah yang selalu menjadi inspirasi seorang anak perempuan yang memang masih berikatan saudara dengan Rizky. Saudara jauh. Sayangnya Erlina tidak bisa bertemu kembali dengan Rizky.

Rizky sudah pergi. Meninggalkan duka yang begitu dalam bagi keluarga dan orang-orang terdekatnya. Sebuah kecelakaanlah yang menjadi akhir dari kehidupannya.

Kini semua kenangan itu hanya bisa menjadi cerita, cerita tentang semangat dan pantang menyerah yang Rizky lakukan.

Meskipun hanya sebentar tapi Erlina bersyukur bisa mengenal sosok Muhammad Rizky Saputra. Selain menjadi Saudara ia juga menjadi inspirasi Erlina untuk selalu bersemangat dan pantang menyerah dalam menghadapi suatu masalah kehidupan.

Anak perempuan itu selalu teringat perkataan Rizky. Jika hidup itu harus dinikmati, diusahakan, dan tidak lupa doa yang selalu menyertainya. Kamu tidak boleh menyesal terlahir dari keluarga yang serba kekurangan. Menyesal tidak akan merubah apapun. Menyesal lah kamu ketika kamu tidak mampu merubah kekurangan itu.

Rizky selalu mengingatkan untuk selalu semangat, pantang menyerah, karena kegagalan hari ini adalah kesuksesan dimasa yang akan datang. Kamu tidak akan pernah merasa sukses jika tidak pernah gagal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun