"Iki, sebenarnya ada yang mau aku omongin sama kamu" ujar Sindi.
"Kenapa?"
"Aku mau kita putus. Aku sudah lama ingin mengatakan hal ini padamu"
"Kenapa Sin? Apa aku berbuat salah padamu?"
"Tidak bukan itu. Sebenarnya aku ini sudah capek bersama terus dengan kamu. Kamu itu selalu tidak ada waktu buatku selalu saja keluargamu yang ada di pikiranmu. Aku merasa seperti pacar yang tidak dianggap"
"Apa kamu menyesal telah berpacaran denganku, Sin?"
"Sebenarnya iya. Secara ekonomi saja kamu itu tidak setara denganku. Kamu miskin Risky. Apa-apa susah. Aku juga malu mengenalkan kamu kepada teman-temanku apalagi orang tuaku."
"Terus mengapa waktu itu kamu menerimaku? Apa cuman karena kasihan?" ujar Rizky dengan emosi yang sudah mulai muncul.
"Iya aku kasihan sama kamu! Puas? Sudahlah kita akhiri saja." Sindi lantas pergi begitu saja meninggalkan Rizky yang masih duduk terpaku diam.
Masalah datang bertubi-tubi kepada Rizky. Ia merasa hidupnya selalu tidak adil.
Hari demi hari berlalu. Rizky tentunya tidak berdiam diri saja menerima kenyataan bahwa dia diberhentikan di tempat ia bekerja. Selama ini ia terus berusaha mencari kerja. Sangat sulit untuk lulusan Sekolah Menengah Pertama sepertinya untuk mendapatkan pekerjaan.