"Ya. Aku tahu itu."
"Kita semua mengalami masa yang sulit. Kepergian Linda dan Herman juga membuatku sedih."
"Aku juga begitu, sayang.. Tapi untuknya, berbeda dengan kita, kau tahu itu." Tomas berbalik menghadap Rita. Ia membelai rambut panjang istrinya.
"Hampir 3 tahun. Hampir 3 tahun ia melakukan hal yang sama. Mabuk-mabukan, hidup tidak jelas.." Sebutir air mata menetes dari mata Rita. "Apakah aku salah kalau aku lelah dengan semua tingkah lakunya?"
Tomas memeluk tubuh Rita. "Tidak, Rita. Itu wajar. Tapi coba kau pikir kembali, kalau bukan kita yang memberinya perhatian, siapa lagi? Hanya kita berdua yang dimiliki Ari. Ia sudah tidak punya siapa-siapa lagi.."
Rita menangis.
"Kau sendiri yang berjanji pada Linda bahwa kau yang akan menjaga Ari, bukan? Lakukanlah hal ini untuk Linda, kakakmu." ujar Tomas.
Dalam benaknya, Rita meresapi kata-kata Tomas. Suaminya benar. Hanya dirinya kerabat yang Ari miliki. Ia tidak boleh menyerah untuk melunakkan sikap Ari. Ia harus bisa membantu Ari melewati masa traumanya. Betapa sulitnya mengubah sifat Ari yang keras dan tertutup, namun ia harus melakukannya. Semua ini untuk janji yang pernah ia katakan kepada Linda sesaat sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya.
Rita menghapus air matanya lalu berbalik ke arah Tomas. Tomas mengangguk sambil tersenyum menguatkan Rita. Rita berusaha tersenyum. Ia memeluk tubuh suaminya lalu mencium bibirnya.
---
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H