Mohon tunggu...
Alviyatun
Alviyatun Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - ATLM (Ahli Teknologi Laboratorium Medik) di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Blog : https://alviyatunyudi.blogspot.com/ Pesan : Proses belajar berjalan sepanjang hayat, proses sabar dan ikhlas menerima dan menjalani segala ketentuan Allah dengan ikkhtiyar yang optimal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Prahara Secangkir Teh Hijau

30 September 2020   22:12 Diperbarui: 30 September 2020   22:20 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matanya yang sembab karena derasnya air yang mengalir di pipi seusai sholat magrib, kini telah tersamarkan dengan pulasan bedak dan make up tipis di pipinya. Pipi yang biasanya alami tanpa bedak dan blus on kini nampak cerah dengan blus on warna pink yang sengaja ia poleskan. 

Bibir yang biasanya alami kemerahan,kini menjadi lebih cerah dengan polesan lipstik tipis dengan warna senada baju dan jilbab Rasti yang bercorak merah muda. Nampak cantik dan anggun.

Roni yang duduk berhadapan dengan Rasti memandang takjub penampilan isterinya malam ini. Ada rasa haru di hatinya,tapi rasa kikuk dan gengsi kelelakiannya masih menjadi dinding penghalang kedekatannya. Dalam waktu 5 tahun pernikahannya,telah banyak masalah kecil yang terjadi antara mereka berdua. 

Tapi kali ini rasanya berbeda. Ada sesuatu yang sepertinya lain,tapi Roni belum tahu. Seandainya bukan di suasana seperti ini,tentu Roni sudah memeluk isterinya,menggodanya,mengajaknya bercanda. Ah...sungguh tak mengenakan.

"Em...Mas...mas Roni masih marah, ya? Maafkan Rasti ya, Rasti benar-benar tidak sengaja telah melalaikan kewajiban. Sebagai seorang isteri Rasti telah lalai akan janji Rasti pada awal membuka bisnis ini,bahwa Rasti tidak akan melupakan urusan rumah tangga. Maaf...ya...,"pinta Rasti.

Airmata Rasti hampir saja menetes,tapi ditahannya pula. Ia tidak ingin terlihat cengeng di depan mas Roni. Meskipun suaranya hampir saja terbata menahan sesak di dada,ia harus kuat. Ia harus mampu menyelesaikan argumen-argumennya agar mas Roni tidak salah paham lagi. Tidak mengabaikannya lagi.

"Mas, hari ini Rasti dapat pesanan kue 50 bungkus dari pelanggan baru,dan harus selesai sebelum azan maghrib. Sementara tadi siang mbak Jum dan mbak Sani menyelesaikan pesanan bu Kusnan dulu. Mbak Murni tidak bisa datang karena anaknya sedang sakit. Sehingga Rasti harus menyelesaikan dengan cepat pesanan kue itu. Karena Rasti sedang konsentrasi menyelesaikan pekerjaan,sampai-sampai Rasti tidak mendengar motor mas Roni. Tidak mendengar ucapan salam mas Roni. Bahkan Rasti sampai lupa  membuatkan teh dan menyediakan camilan untuk mas Roni,"lanjut Rasti.

"Tapi mestinya kan kamu tahu dan ingat jam berapa mas Roni pulang? Apa memang pekerjaanmu lebih penting daripada menunggu kehadiranku? Apa itu berarti menunggu kehadiranku tak ada artinya lagi?"tanya Roni.

"Ndak mas...ndak...bukan begitu! Kehadiran mas Roni selalu menjadi hal terpenting bagi Rasti. Rasti memang salah,Rasti lalai mas. Rasti sibuk memenuhi amanah yang terlanjur disepakati dengan teman lama Rasti. Rasti mohon mas Roni memaafkan dan memahami posisi Rasti. Bukankah siapa yang sabar menghadapi kejahatan pekerti isterinya,maka Allah memberikan pahala kepadanya seperti pahala yang dihadapkan pada Nabi Ayub a.s ? Apakah mas mau memaafkan Rasti?"bujuk Rasti pilu.

Kali ini air di pelupuk mata Rasti mulai menetes satu persatu. Rasti tak kuasa lagi membendungnya.Biarlah kali ini mas Roni tahu setegar apapun seorang wanita,ia bisa menangis juga. Hatinya akan tetap lembut dan juga mudah rapuh ,manakala karang di hadapannya tak jua hancur oleh air yang selalu menetesinya.  

Roni yang tertegun oleh kata-kata Rasti,sebenarnya tak tega membuat Rasti menjadi menangis seperti itu. Tapi seusai sholat tadi Roni mohon yang terbaik untuknya dan Rasti. Dan insyaallah inilah jalan yang ditunjukkan Allah untuk menggapai kebaikan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun