"Mas,ada yang ingin Rasti sampaikan,apa mas Roni ada waktu?" tanya Rasti.
"Apa, sayang...?"jawab Roni balik tanya.
Pelan tapi pasti Rasti mengutarakan niatnya untuk membuka usaha catering.
 "Begini,mas,jika mas mengijinkan Rasti ingin sekali membuka usaha catering di rumah. Selain untuk mengisi waktu luang, insyaallah bisa menambah penghasilan keluarga. Bagaimana menurutmu mas? Mas tidak keberatan bukan?" desak Rasti meyakinkan suaminya.
Roni sedikit kaget mendengar usulan dari isterinya. Tidak pernah terbayang dalam benaknya,Rasti berniat membuka usaha sendiri. Sejenak Roni terdiam. Sepi. Rasti menunggu jawaban. Tak lama kemudian Roni memberikan jawaban.
"Mas mengijinkan kamu membuka usaha catering,tapi mas harap disela-sela kesibukanmu nanti,urusan rumah tangga tidak terabaikan. Mas tidak ingin melihat isteri tercintaku ini,kelelahan dan akhirnya tak peduli dengan mas Ronimu ini."
"Insyaallah ndak mas,doakan agar usaha Rasti lancar ya,mas! Makasiiih banget,"ujar Rasti sambil memeluk suami tercintanya.
Dalam beberapa bulan saja sejak dibuka,usaha catering "Barokah" mulai ramai memenuhi pesanan. Rasti yang awalnya hanya dibantu oleh satu orang tetangganya,kini mulai menambah 2 tenaga baru. Â Semakin lama Rasti semakin larut dalam kesibukannya.
Sore itu pukul 15.30 WIB. Seperti biasanya mas Roni tiba di rumah. Gemuruh bunyi mesin si Pitung tak sedikitpun mengubah posisi Rasti untuk beranjak dari dapurnya. Suara itu jelas sekali terdengar. Tapi entah mengapa Rasti tak bergeming. Padahal kemarin ia masih menyambut kedatangan Roni di depan pintu.
"Barangkali karena terlalu banyak pesanan kue hari ini,"bisik Roni dalam hati. "Assalammu'alaikum...sayang...," salam Roni menebar keseluruh ruang depan.
Ia langsung menuju kamar tidurnya. Hari yang melelahkan...benar-benar melelahkan. Roni merebahkan diri di kamar dan memejamkan kedua matanya.Â
Rasa kantuk yang menyergapnya di jalan tadi ingin segera diobatinya. Dan benar saja,tak lama kemudian dia sudah berteman dengan bunga-bunga mimpinya. Lelap.