"Berubahlah, mumpung masih ada waktu sebelum terlambat, pastilah dirimu akan menyesali kemudian"...
Seakan-akan apa yang dikatakan Toyan adalah pertanda buat Marno bahwa hidupnya tidak lama lagi. Marno hanya menimpalinya dengan celotehan halus dan guyon tidak serius, karena bagaimanapun, Marno sudah menganggap Toyan sebagai saudara sendiri, Marno hanya bisa memahaminya serta memakluminya.
Seiring berjalannya waktu, hari-hari Marno semakin runyam saja, Istri dan Anaknya tidak bisa lagi menerima keadaan yang hanya makan dari hasil melaut saja, mereka mempunyai semacam rencana untuk meningkatkan taraf hidup yang serba pas-pasan tersebut, mereka tidak mau lagi hidup bersusah payah. Akhirnya, yang dikhawatirkan Marno pun terjadi.Â
Hal ini, sebenarnya sudah ia ketahui semenjak lama, bahkan, di daerahnya, sudah banyak yang menggunakan ilmu tersebut, semata-mata hanya untuk meningkatkan taraf hidup menjadi kaya dan tidak merana.
Toyan yang pada waktu itu sedang ngopi di warungnya Kang Anhar, duduk disebelah Marno, tiba-tiba berujar bijak....
"Jangan kau sesali jika hal itu sudah terjadi. Jika tidak ingin terjadi, pikirkanlah baik-baik sebelum bertindak"
Marno pun menjawab dengan nada kesal.....
"Tapi bagaimana, apakah ada cara lain untuk meningkatkan taraf hidup selain dengan cara itu"...
Daaaaaaaaan.......
"Jancokkkkkk..... hanya mimpi"....
Marno tiba-tiba bangun dari tidurnya, agak kelakapan, bangun setengah sadar, agak linglung.