Mohon tunggu...
Sayyid Jumianto
Sayyid Jumianto Mohon Tunggu... Guru - Menjadi orang biasa yang menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis untuk perubahan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Buku Biru 19, [Tantangan Menulis Novel 100 hari]

1 April 2016   21:02 Diperbarui: 1 April 2016   21:11 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="alsayidja"] 

[/caption] 

Cerita yang kemarin: http://fiksiana.kompasiana.com/alsayidjumianto/buku-biru-18-tantangan-menulis-novel-100-hari_56fd209f139373f6106d1713

BUKU BIRU

AL Sayyid Jumi Anto

no.62

jumlah kata: 616

 

#‎TantanganMenulisNovel100Hari

Benar bapak dan ibu datang menumpang mobil mas Bejo dan istrinya kaka Sri aku biasa memanggilnya sauadagar kaya raya di  Surabaya dan konon akan membuka cabang juga di Yogya ini, perusahaan jasa dan perdagangan yang  laris,  sayang dalam mengarungi biduk rumah tangga mereka tidak di karuniai anak.

“apakah ini dik Biru ya?” kata mba Sri  padaku sejal meninggalnya  mas Harun aku belum jumpa dengannya lha sibuk benar  kerjannya saja sampai luar negeri

“:dik waduh sudah kesini ya tadi bapak njagong”  kata mas Bejo  padaku

“tidak papa “ aku bilang

“bawa pa ini Dion mamamu?” tanya budhe Sri pada Dion anakku

“Donant sama soto kesukaan  eyang” lugas dan biacaranya polos apa adanya pada kami, membuat kami tertawa disiang itu.

“waah enak pasti ya?” kata bapak mas Harun, Pak Purwadi

“sudah besar kamu Dion” kata neneknya

“mama bawa Donat sama Soto  enak lho..” semua tertawa dibuatnya di meja makan dekat dapur yang membuat kami senang kelucuan anak-anak kami dan cucu-cucu yang spontan dalam berbicara dan polah tingkahnya yang serba gembira.

Kami makan disiang ini  penuh kegembiraan dan ramai sekali, anampak mas Bejo selalu memandangku penuh arti, aku tidak enak sama mba Sri, kualaihakan pada mba Min yang membantu menyediakan makan minum hari itu.

“aku pindah dekat sama budhe ya Dion?”

“mama dekat sini saja banyak enak ini sop buatan bu lik Jun” kata Dion padaku

“ya aku mau juga tuh tempenya” kami makan bersama dengan mereka dan aku tidak tahu mengapa pandangan matanya mas Bejo seakn menusuk dan masuk dalam pikiranku, toh dia kakak iparku juga! Aku berpikir positif  hari yang penuh gembira tidak ku pikirkan keburukan situasi ini.

“tadi pagi pak Dhe sudah  ke pantai Depok jadi beli ikan ini ayo pada dimankan, bulik Jun yang masak enak sekali lho” tawaran bapak pada kami benar mas Bejo sudah mengantar bapak dan ibu ke pantai rekreasi enaknya!

Depok kenangan indah  mas Harun bila sabtu bebas tugas kami seakan tidak lupa pada pantai  yang apenuh kenangan, kapan kita dapat kesana mas, ratap hati yang  menajadi iri hati pada mas Bejo dan istrinya.

“ dik biru mas Bejo mau buka cabang tokonya di Yogya”

“wah bisa belanja ya Dion”

“ya begitulah mas Bejo rejekinya melimpah”

“amiin “ kata Dinda didekatku

“Dinda mamamu masih cantik saja”ledek mba Sri padaku

‘malu mba..nieh kepalaku besar ini” kami tertawa lebar dibuatnya dan senang bukan main hari ini.

“makanya mas Bejo kesini kalau mau dik Biru jadi yang memegang cabang baru kita bagaimana? kata mas Bejo padaku

“haduuh sibuk mas, nanti saya kan pertimbangkan”

“ya dik” bujuk mba Sri istri mas Bejo padaku

“bagaimana dik BIru? “ desak mas Bejo padaku

“saya bersedia kalau tidak merepotkan aku mengajarnya  nanti”

“karena mas Bejo tidak punya anak aku jadi sepi ini Biru” keluh mba Sri padaku, memang meja makan ini sudah sepi  bapak dan ibu kekamar sentong agak jauh dari meja makan kami, sepi  dari anak-anak dan celotehnya setelah makan mereka pada keluar dan bermain di pendapa, hanya mba Min, aku dan dik Jun serta mas Bejo dan Mba Sri berada dimeja makan ini.

“akau mempertimbangkan mas Bejo untuk mengambil kamu istri kedua setelah aku bagaimana di Biru?” bagiamanapun inilah kekagetanku dan bagai halilintar yang menyambar kepalaku aku hampir tidak memperkirakan ternyata sampai begini keinginan mas bejao dan istrinya, aku akan dijadikannya istri kedua, aku diam dan diam

”dik Biru coba kamu pikirkan dan ini jelas ya kami pengen anak yang bisa membuat rumah kita nanti ramai kaya begini” kata mba Sri padaku.

Aku diam dan tidak maulah hatiku menolak keras

“nanti saya pikir-pikir dulu ya mba?”

semua diam dan senyap, aku jadi serba tak enak hati dibuatnya….

Apakah tahu

dalam hati

tidak terkira

bahkan lautan tidak dapat mengalahkanya

tentang hati yang harus tepat

memilihnya

 

awal april12016

BERSAMBUNG

-NOVELBUKUBIRUALSAYIDJA-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun