Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Dua Langkah Lagi Indonesia Siap Mewujudkan E-Voting

28 April 2019   14:51 Diperbarui: 29 April 2019   13:08 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Simulasi e-voting dengan menggunakan teknologi buatan Badan Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT).| Kompas.com/Sabrina Asril

"Ribet sekali Mas Pemilu sekarang ya." kata istri saya. 

"Lihat tuh ratusan petugas TPS meregang nyawa dan ribuan terpaksa harus diinapkan di rumah sakit,ada polisi juga yang jadi korban loh," lanjutnya. 

"Say," kata penulis kepada honey saya itu, "Prabowo cs bahkan mengatakan KPU curang. Uang negara juga sangat besar dihabiskan untuk pemilu serentak ini. Lebih dari 25 trilun rupiah dihabiskan untuk pemilu sekarang," celoteh penulis. 

"Kenapa kita tidak memilih lewat HP saja? Kirim SMS kek, kirim WA kek, atau, via internet saja," suara mendesah istri di telingaku. 

"Ogh itu namanya E-Voting say." jawab saya. 

E-voting juga bisa dilakukan di TPS seperti sekarang tetapi tidak ada kertas lagi di sana. Mesin pemilu seperti mesin ATM disediakan di TPS. Mesin itu dinamakan Electronic Voting Machine (EVM). Bisa juga bukan EVM yang digunakan tetapi laptop biasa yang terhubung dengan internet. 

Percakapan di atas mengarahkan kita pada kesimpulan bahwa ada dua cara utama e-voting. Pertama, e-voting di TPS dengan menggunakan mesin EVM atau laptop. Kedua, e-voting di mana saja (remote voting). Itu bisa dilakukan sambil ngerumpi di gerobak sayur, di rumah, di cafe dan mal, bisa juga sambil guyonan dengan do'i, serta di mana saja sepanjang punya handphone dan tersedia koneksi internet. Sampai di sini masih ok kan.

Menyelami masing-masing sistem itu, e-voting di TPS dan e-voting di mana saja (remote voting), kita seperti berjalan di belantara hutan lebat yang demikian luasnya. Isu data kependudukan, identitas penduduk, peretas, virus komputer, jaringan internet, ketersediaan EVM, dll menyerbu otak kita. 

Jalan yang sulit, arah yang tidak begitu jelas, dan tidak jelas kapan kita akan sampai di ujung belantara ini. Tidak begitu sederhana untuk mengadopsi dan/atau mengembangkan sistem yang ada yang pas dengan kebutuhan dan lingkungan teknologi serta sosial politik Indonesia. Walaupun demikian, peta jalan e-voting wajib dibuat dan kita harus konsisten untuk berjalan di peta jalan yang sudah disepakati secara nasional.

Kabupaten Jembrana, Bali merupakan pioner e-voting Indonesia. Ini dilakukan sejak tahun 2009 dan sejauh ini sudah dilaksanakan puluhan kali dengan sukses. E-voting ini berhasil menghemat anggaran Pilkades lebih dari 60 persen dan dengan dukungan KTP-E peluang pemilih melakukan pemilihan lebih dari satu kali dapat dinihilkan. 

Sejauh ini, tidak terdengar ada perselisihan dalam menjalankan e-voting disini. Walaupun demikian, Pilkada Bupati masih terikat dengan ketentuan Pilkada serentak secara nasional. Pilbup Jembrana belum e-voting. Info lebih lanjut, klik disini.

Negara mana yang sudah E-Voting?
LifeWire melalui artikelnya Which Countries Use Electronic Voting? mendokumentasikan negara mana saja yang sudah e-voting, menguji e-voting, membatalkan penggunaan e-voting. Negara-negara itu dikelompokan dalam empat kategori, yaitu: (i) sudah digunakan secara nasional; (ii) digunakan di beberapa wilayah negara itu saja; (iii) sudah menguji e-voting, dan (iv) membantalkan penggunaan e-voting.

Rincian negara-negara tersebut adalah sebagai berikut:

  • Diseluruh Wilayah Negara: Brazil, Estonia, India, dan Venezuela 
  • Hanya di Beberapa Wilayah Negara: Kanada, Amerika Serikat, Peru, Argentina 
  • Sudah Menguji E-Voting: Bhutan, Inggris, Italia, Norwegia, Kazakhstan, Australia, Nepal, Filipina, Australia, Guatemala, Costa Rica, Ekuador, Russia, Mongolia, Nepal, Bangladesh, Indonesia, Finlandia, Somalia (Somaliland), dan Swiss 
  • Membatalkan E-Voting: Belgia, Prancis, Belanda, Jerman, Paraguay, Jepang.

Kapan Indonesia Siap E-Voting?
BPPT, LIPI, dan IABIE sudah mengembangkan e-voting komprehensif di Indonesia sejak 2004. Ini dituangkan secara rinci di presentasi PPT yang dibagikan di grup WA Asosiasi Peneliti Indonesia (Himpenindo). 

E-Voting, yang dinamakan E-Demokrasi diusulkan oleh tim ini untuk Pemilu 2009 tetapi hingga Pemilu 2014, dan Pemilu 2019 yang baru saja selesai masih belum dapat digunakan. Presentasi PPT itu tidak disediakan di masing-masing ketiga institusi tersebut. 

Sudah 14 tahun kita melakukan uji coba e-voting. Gema uji coba biasanya sangat keras pada akhir masa pemilu kemudian menghilang secara perlahan-lahan. Menguat kembali pada musim pemilu yang berikutnya dan kemudian kembali menghilang. 

Gema e-voting itu sangat melengking saat ini karena korban jiwa pemilu serentak 2019 mencapai 272 meninggal dunia 1.878 orang sakit/dirawat di rumah sakit (sumber). 

Kita harapkan ini menjadi momentum untuk benar-benar mewujudkan e-voting di Indonesia secara penuh dalam waktu yang kurang dari 10 tahun atau dalam kisaran dua putaran pemilu yang akan datang.

Sebanyak 75% E-Voting sudah di Situng KPU 
Seperti kita ketahui bersama KPU sudah sekitar satu minggu melakukan rekapitulasi perolehan suara Pilpres dan Pileg 2019. Kegiatan rekapitulasi ini populer disebut sebagai Real Count KPU (RC KPU),yang antara lain ditujukan untuk meluruskan suara-suara sumbang dan/atau meredahkan eskalasi suhu politik atas hasil Quick Count (QC) yang dirilis oleh banyak lembaga survei ternama Indonesia.

Disini disajikan hasil RC pilpres dan pileg secara nasional dan bisa difilter hingga ke tingkat TPS. Pada tingkat TPS ini disajikan juga data suara TPS Formulir C1 sesuai jenis Pemilu (Pilpres, DPR, DPD, dan DPRD). Data diperbarui secara berkala sekitar tiga atau empat jam sekali. Akses publik terbuka untuk URL situs KPU ini.

Otomatisasi pembuatan tabel perolehan suara itu bagian terpenting dari e-voting boz. Data perolehan suara C1 diunggah ke aplikasi Situng. Aplikasi ini secara otomatis dan simultan memproduksi tabel-tabel suara sebagai berikut: (i) Tabel PPS; (ii) Tabel Desa/Kelurahan; (iii) Tabel Kecamatan; (iv) Tabel Kabupaten/Kota; (v) Tabel Provinsi, dan (vi) Tabel Nasional. 

Tabel Desa (PPS) menyajikan data perolehan suara Pemilu setiap TPS dalam wilayah Desa/Kelurahan. Tabel Kecamatan menyajikan data perolehan suara Pemilu setiap Desa/Kelurahan dalam wilayah Kecamatan. Tabel Kabupaten/Kota menyajikan data perolehan suara setiap Kecamatan dalam wilayah Kabupaten/Kota. 

Tabel Provinsi menyajikan data perolehan suara peserta pemilu untuk setiap kabupaten/kota dalam wilayah provinsi. Tabel Nasional menyajikan data perolehan suara setiap provinsi (termasuk luar negeri) Indonesia.

Visualisasi dan/atau tata kelola tabulasi yang dapat difilter secara berjenjang mulai dari tabel perolehan suara nasional hingga tabel perolehan suara setiap TPS adalah sub-sistem e-voting yang penting. Ini sudah sekitar 75 persen dari sistem e-voting yang komprehensif. Yang 25 persen lagi adalah otomatisasi pencoblosan. Seperti dijelaskan di atas hal ini bisa dilakukan di TPS dengan EVM (Electronic Voting Machine) dan pencoblosan di mana saja atau remote voting. 

Bisnis Proses Situng. KPU Kabupaten/Kota, ini bukan pegawai Pemda loh, mengunggah data suara dari formulir C1, yang dikirim langsung dari PPS (KPU Desa/Kelurahan), ke Situng KPU Nasional dan Situng lokal. 

Data ini kemudian ditabulasikan secara otomatis dan simultan oleh aplikasi Situng menjadi Rekapitulasi: (i) perolehan suara masing-masing TPS dalam wilayah desa/kelurahan; (ii) perolehan masing desa/kelurahan dalam wilayah kecamatan; (iii) perolehan suara masing-masing kecamatan dalam wilayah kabupaten/kota; (v) perolehan suara masing-masing kabupaten/kota dalam wilayah provinsi, dan (vi) perolehan suara masing-masing provinsi (termasuk luar negeri) sebagai perolehan suara secara nasional.

Hingga semalam, 27 April 2019, hasil RC KPU untuk Pilpres adalah 56 persen dan 44 persen masing-masing untuk Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi. Data masuk dari 42 persen TPS seluruh Indonesia. Ini diselesaikan dalam waktu satu minggu dan dengan demikian akan mencapai 100 persen dalam waktu 10 hari lagi atau sekitar tanggal 3-5 Mei RC Pilpres KPU akan dapat diselesaikan. 

RC Pilpres ini akan lebih cepat sekitar 19 hari dibandingkan perhitungan manualnya yang direncanakan baru akan selesai tanggal 22 Mei.

Untuk Pileg DPR RI posisi top six adalah sebagai berikut: (i) PDIP (19.7%); (ii) Golkar (14.16%); (iii) Gerindra (11.19%); (iv) Nasdem (10.31%); (v) Demokrat (8.38%), dan (vi) PKB (7.81%). Data yang masuk baru dari 16 persen dari jumlah TPS seluruh Indonesia. Rasanya RC Pileg baru akan dapat diselesaikan selesaikan setelah tanggal 22 Mei.

Legalisasi Situng
Dalam hal RC KPU melalui aplikasi Situng berjalan lancar dan tepat waktu, maksudnya tabulasi SITUNG konvergen 100 persen (identik) dengan tabulasi manual berjenjang KPU dan/atau tidak ada deviasi yang significant antara keduanya, penulis yakin tidak ada lagi pihak yang masih akan menolak hasil perhitungan perolehan suara perserta Pemilu 2019. Kredibilitas kedua sistem perhitungan suara secara tidak langsung telah disepakati secara nasional.

Dengan demikian, terbukti tong hilap, Situng memiliki unsur-unsur penting yang mencakup hemat anggaran, lebih cepat, lebih transparan, lebih aman, dan dapat menihilkan potensi kesalahan dan/atau kecurangan jual beli suara di semua jenjang KPU. 

Ini momen yang sangat tepat untuk mendesak pemerintah dan DPR terpilih 2019 untuk melegalkan, memberikan pengesahan, atas Situng sebagai teknologi dan/atau mekanisme yang dijamin oleh UU, rekapitulasi (penjumlahan) perolehan suara peserta Pemilu Indonesia. Itu berlaku baik untuk pemilu serentak seperti tahun 2019 ini, atau pilkada serentak bahkan untuk Pilkades seperti yang sudah dilakukan di Jembrana Bali sejauh ini.

Baca juga: Urgensi Digitalisasi Pemilu Indonesia. 

Manfaat Instan Legalisasi SITUNG.

Manfaat instan dari legalisasi Situng dan dihapuskan ketentuan hitung manual KPU dapat ditunjukan pada tingkat KPPS (PPS), PPS, dan PPK Kecamatan terlebih dahulu. Volume pekerjaan KPPS (TPS), PPS, dan PPK Kecamatan dapat dipangkas secara besar-besaran. Tidak mungkin lagi ada potensi korban jiwa dan/atau korban masuk rumah sakit. Ribuan ton kertas dapat dihemat. 

Triliunan rupiah anggaran negara dapat dihemat dan dialihkan untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat. Ini baru pemangasan hingga tingkat kecamatan loh. Belum ke tingkat kabupaten/kota, belum ke tingkat provinsi, dan tentu saja belum sampai ke tingkat KPU Nasional.

Coba kita tinjau bisnis proses penghitungan dan rekapitulasi suara yang berlaku saat ini. Ada lima jenis C1 Plano sesuai jenis pemilu mulai dari Plano Pilpres (PPWP) hingga Plano DPRD Kabupaten/Kota. Masing-masing plano tersebut terdiri dari plano perolehan suara dan plano admin yang mencatat DPT, suara sah dan tidak sah, dan lain sebagainya. 

Seperti disajikan dibawah ini, ada 56 lembar C1 Plano perolehan suara dan sembilan lembar C1 Plano admin sehingga jumlah keseluruhan C1 Plano adalah 65 lembar yang wajib ditulis petugas KPPS untuk setiap TPS (KPPS).

PKPU No. 3/2019
PKPU No. 3/2019

Petugas KPPS diwajibkan untuk menyalin dengan pena/bolpoin tabulasi-tabulasi C1 Plano tersebut ke dalam dua jenis C1 yang lain yaitu C1 Hologram dan C1 Non-Hologram, serta satu C1 non-hologram yang lain. Yang terakhir ini bisa fotokopi atau scan dengan format PDF dan kemudian baru tanda tangan basah. Jumlah keseluruhan formulir C1 Hologram adalah 146 lembar yang terdiri dari 110 lembar plano perolehan suara dan 36 lembar plano administrasi. 

Ini hanya untuk satu TPS loh. Jika ada 100 TPS, di Desa Bojong Gede Bogor ada lebih dari 100 TPS, maka ada 1.460 lembar C1 Plano yang perlu ditulis dengan tangan. Jika dalam satu Kecamatan ada 10 desa/kelurahan, maka lembar itu akan berjumlah 14.600. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Dengan diberlakukannya Situng seperti sekarang ini, maka dapat dihapus pekerjaan penyalinan formulir C1 Plano tersebut. Penyalinannya saja yang dihapuskan. Pekerjaan tangan bolpoin dan pena C1 Plano tetap dilaksanakan dan C1 Plano asli ini akan digunakan untuk input data TPS di Situng.

Implikasi dari penghapusan salinan C1 Plano tersebut adalah dapat dicegahnya potensi kembali berjatuhannya korban dari pihak penyelenggara pemilu seperti yang baru saja terjadi dalam minggu-minggu ini. Mungkin kita sudah mendengar bahwa pekerjaan penyalinan C1 Plano itu memaksa petugas KPPS lembur hingga pagi. Selain itu, triliunan rupiah otomatis dapat dihemat pada tingkat ini saja.

PKPU No. 4/2019
PKPU No. 4/2019

Potensi Sangat Besarnya Pemangkasan Anggaran/Volume Pekerjaan KPU Kecamatan (PPK)
Formulir (tabulasi) DAA1 Plano seperti disajikan pada tabel diatas adalah identik dengan Tabulasi TPS seperti sudah dijelaskan diatas. Ada 4.140 dan 840 masing-masing lembar suara dan lembar TPS Admin yang ditulis secara manual oleh PPK Kecamatan. 

Jumlah lembar tabel TPS untuk setiap desa/kelurahan adalah 4.980 lembar dan ini sebetulnya sudah jadi secara otomatis ketika C1 Plano diunggah ke Situng. Namun, UU Pemilu mewajibkan PPK untuk melakukan tabulasi secara manual tersebut. 

Sedangkan Formulir (Tabulasi) DA1 Plano yang juga disajikan dalam diagram yang sama diatas adalah identik dengan Tabel Desa/Kelurahan Situng. Ada 4.170 dan 854 lembar/tabulasi masing-masing untuk DA1 Plano perolehan suara dan DA1 Plano untuk administrasi yang wajib dikerjakan oleh PPK Kecamatan secara manual (bolpoin/pena). 

Sama seperti kasus DAA1 itu, DA1 ini juga sudah secara otomatis tersedia ketika data formulir C1 diunggah ke Situng. Namun, sama seperti formulir DAA1 tersebut dan formulir-formulir pada jenjang KPU yang lebih tinggi, PPK Kecamatan wajib membuat Formulir DA1 Plano secara manual. 

Jumlah keseluruhan lembar/tabel TPS (DAA1 Plano) dan Tabel Desa/Kelurahan (DA1 Plano) 5.024 lembar/tabel. Tabel ini dapat juga disebut sebagai Tabel Kecamatan karena dikerjakan secara manual oleh PPK Kecamatan. 

Masing-masing Formulir DAA1 Plano dan DA1 Plano itu juga wajib disalin secara manual menjadi Formulir DAA1 dan DA1 yang masing-masing diberi nama Sertifikat Rekapitulasi Perhitungan Perolehan Suara Tingkat TPS dan Rekap Tingkat Desa/Kelurahan. DAA1 dan DA1 perlu masing-masing dibuat dalam dua rangkap.

Dengan demikian, jumlah lembar/tabel yang harus dikerjakan dengan tulis tangan oleh PPK adalah sebanyak 3 x 5.024 lembar = 15.072 lembar. Jika dalam satu kabupaten ada 40 kecamatan seperti Kabupaten Bogor, maka ada 602.880 lembar formulir DAA1 dan DA1 yang harus dikerjakan oleh PPK Kecamatan. Ada berapa kecamatan seluruh Indonesia! Angka lembar/tabel DAA1 dan DA1 yang mengerikan.

Kesemuanya itu tidak perlu dikerjakan lagi jika Situng sudah legal di Pemilu Indonesia. Triliunan rupiah lagi dapat dihemat pada jenjang ini. Juga, kita cukup mengkhawatirkan dengan volume pekerjaan PPK yang jauh lebih berat dari volume pekerjaan KPPS. Akankah korban berjatuhan kembali? Akankah mereka dapat memenuhi tengat waktu 22 Mei.

Manfaat Tersembunyi Situng saat ini.
Situng mendahului pekerjaan PPK Kecamatan dalam membuat rekap tabulasi TPS dan Tabulasi Desa/Kelurahan. Hasil yang dikerjakan oleh PPK itu harus identik dengan hasil Situng. Situng juga mendahului pekerjaan rekapitulasi yang dikerjakan KPU Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional. Hasilnya harus konvergen atau bahkan harus identik.

Implikasinya, potensi dorongan sebagian PPK dan/atau KPU pada jenjang yang lebih tinggi yang sebelumnya sudah berniat nakal untuk melakukan jual beli suara seharusnya dapat diminimalisir. Potensi kecurangan itu juga sudah diangkat oleh banyak makalah dalam proses panjang pengujian e-voting atau E-Demokrasi Indonesia.

Lihat juga: Bandit-Bandit Bergentayangan di Pemilu 2019.

Perbaikan Iklim Demokrasi
Perbaikan iklim demokrasi seperti penyederhaan pileg akan sangat membantu pengembangan dan pengoperasian e-voting Indonesia di masa yang akan datang. Perbaikan itu mencakup pilih partai saja atau pilih caleg dan jangan dua-duanya.

Enjoy it. Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun