Mohon tunggu...
Agus Sujarwo
Agus Sujarwo Mohon Tunggu... Guru - Founder Imani Foundation

Founder Imani Foundation

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Merangkai Harapan dari Samanea "The Little Shenzhen" Hill

20 Juni 2024   23:57 Diperbarui: 22 Juni 2024   21:04 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pupr.bogorkab.go.id

Sumber: pupr.bogorkab.go.id
Sumber: pupr.bogorkab.go.id

Mengutip data infografis terakhir yang dirilis di laman pupr.bogorkab.go.id, pada tahun 2021 dari total panjang ruas jalan 1.706.851 kilometer yang ada di wilayah Bogor, 395.071 kilometer dalam kondisi baik, 964.377 kilometer termasuk sedang, 276.106 kilometer di antaranya rusak ringan, dan 71.297 kilometer berstatus rusak parah. Dan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ruas jalan dengan status rusak parah ini mengalami peningkatan 8 kali lipat yang hanya rusak parah sepanjang 9.200 kilometer.

Parungpanjang, seperti halnya kota (satelit) lainnya adalah keniscayaan dari pertumbuhan demogeografis. Perkembangan ibu kota dalam hal ini yang semakin pesat, ditandai dengan heterogenitas penduduk, keberagaman budaya, perubahan spasial fisik perkotaan, nilai-nilai dan keyakinan, yang awalnya hanya Jakarta telah memunculkan akronim baru Jabodetabek yang merupakan kependekan dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Wilayah-wilayah yang sebelumnya mayoritas adalah pertanian dan perkebunan, perlahan berubah bentuk berwajah miniatur dan bahkan perkotaan.

Maka, persoalan yang muncul kemudian yang dihadapi oleh kota-kota baru ini, termasuk Parungpanjang, tidaklah sesederhana sebatas seperti perbaikan jalan pun penambahan fasilitas layanan kesehatan misalnya, melainkan sangatlah kompleks, yang jika kemudian diringkaskan, senantiasa terpola ke dalam dua persoalan; pertama, internal dan kedua eksternal. Internal berarti berkaitan dengan kondisi material-immaterial yang ada di wilayah ini seperti, infrastruktur, lanskap kota, kesenjangan sosial, atau urbanisasi. Sedangkan persoalan eksternal, terlebih dengan status Parungpanjang sebagai gerbang antarprovinsi berkaitan dengan kemampuan potensi internal Parungpanjang untuk bersanding dengan khususnya kota-kota terdekat yang melingkupinya, dan khususnya kemampuan untuk beradaptasi dengan komunitas global. 

Dan kembali ke inti persoalan yang pernah saya tuliskan. Bicara tentang kerusakan jalan, maka sisi devaluasi perkembangan tata perkotaan yang sangat lekat adalah inefisiensi. Dan terkait sisi inefisiensi, paradigma yang perlu diluruskan bahwa kata efisiensi tidak hanya diperuntukkan bagi kalangan pekerja, profesional, pun pengusaha tetapi untuk setiap sisi profesi yang ada di dalam masyarakat. Itu berarti, jika seorang akuntan profesional memerlukan akses digital yang cepat dalam mendapatkan data-data keuangan terbaru dari klien yang dilayaninya, seorang petani pun juga punya hak untuk bisa sampai ke pasar tradisional tanpa harus dibebani dengan kemacetan ataupun kerusakan permukaan jalan.

Faktor inefisiensi ini belum termasuk di dalamnya ekosistem secara keseluruhan yang masuk ke dalam setiap sisi kehidupan (human life). Peralihan bentuk desa tradisional menjadi kota kecil ini juga berdampak pada sisi lingkungan alam. Kita tentu masih ingat tentang rencana pembangunan sebuah kawasan club house di bentang alam selatan Yogyakarta, yang mau tidak mau pada akhirnya harus mempertimbangkan keseimbangan ekologis dengan adanya potensi karst di kawasan tersebut. Jika kemudian projek pembangunan ini jadi dilaksanakan, akan ada kerusakan bentang alam yang harus dikorbankan. Dan untuk setiap kerusakan yang terjadi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap inefisiensi ekosistem yang ada di lingkungan tersebut.

Burung-burung walet ataupun kelelawar pun tak lagi memiliki rumah gua untuk bersarang, yang bisa jadi akhirnya mereka harus bermigrasi (baca: meninggalkan) ke luar area menempuh perjalanan bermil-mil untuk mendapatkan sarang barunya. Potensi sumber daya air di bawah permukaan tanah yang mampu mengatasi kekurangan ketersediaan air di permukaan pun juga berkurang. Demikian halnya dengan kawasan karst dengan lanskap dan batuan yang khas dan fisiografi yang unik seperti keberadaan tebing, gua, dan sungai bawah tanah yang berpotensi sebagai pusat studi arkeologis dan objek wisata yang bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat pun juga menghilang. Pun demikian halnya berlaku secara serupa di kawasan Parungpanjang yang kaya akan sumber daya alam basalt. 

Kembali ke persoalan inefisiensi. Jika formulasinya adalah keseimbangan ekuivalen dengan efisiensi maka ketidakseimbangan (baca: kecemasan, kerusakan, kepadatan) ekuivalen dengan inefisiensi. Data kependudukan terakhir yang dirilis oleh instansi daerah Kecamatan Parungpanjang melalui laman kecamatanparungpanjang.bogorkab.go.id menunjukkan bahwa total jumlah penduduk di kawasan ini berjumlah 118.465 jiwa pada tahun 2023. Jika dibandingkan dengan tahun 2021, dengan total jumlah penduduk 115.141 jiwa, pertumbuhan penduduk di kawasan ini mengalami peningkatan sebesar 3.324 jiwa atau mengalami rerata kenaikan sekitar 1.662 penduduk per tahunnya.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana caranya untuk melayani para penduduk di Kecamatan Parungpanjang ini agar tetap dapat hidup dalam keseimbangan dan tanpa kecemasan, seperti halnya yang menjadi makna dari Buitenzorg itu sendiri; kota tanpa kecemasan. Dan asumsinya adalah jika secara internal, para warga di Kecamatan Parungpanjang ini sudah mendapatkan keseimbangan yang seharusnya memang mereka dapatkan, maka sangat mudah bagi para "peselancar Parungpanjang" atau orang-orang yang bukan merupakan penduduk tetap Parungpanjang mendapatkan keseimbangan yang serupa.

Mari belajar dari Shenzhen. Pada 44 tahun silam, atau lebih tepatnya tahun 1980, Shenzhen telah berkembang dari sebuah kabupaten pertanian di daerah terpencil dengan populasinya yang tidak sampai 30 ribu jiwa menjadi sebuah kota metropolitan inovatif yang penuh daya hidup dan memesona seluruh penjuru dunia. Dengan produk domestik bruto melonjak dari 200 juta yuan menjadi hampir 2,7 triliun yuan, majalah Inggris The Economist sempat memuji, "Dari 4.000 zona ekonomi khusus di seluruh dunia, keajaiban Shenzhen adalah contoh sukses nomor wahid atas reformasi dan keterbukaan Tiongkok.

Salah satu sisi inovatif ini adalah apa yang oleh Huapeng Qin, Associate Profesor Peking University, sebagai Kota Spons (Sponge City). Kota Spons adalah sebuah model perencanaan kota baru di Tiongkok yang menekankan pengelolaan banjir melalui penguatan infrastruktur hijau daripada hanya mengandalkan sistem drainase. Lanskap fisik perkotaan yang paling kentara dari projek ini adalah kawasan alam yang melimpah seperti pepohonan, danau, dan taman, atau rancangan lainnya yang ditujukan untuk menyerap air dan mencegah banjir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun