"Tentu saja, tidak. Iya kan Rahmat?" jawabku gugup karena lirikkan mata yang indah dari Ratih.
"Kenapa tingkah Kak Arkan aneh? Kakak suka sama Mbak ini, Â ya?" ledek Rahmat sambil tersenyum.
Aku semakin salah tingkah dan terlihat pipi Ratih yang merona merah.
"Kak Arkan sama Mbak Ratih ini tetangga. Nanti Rahmat, lama-lama kenal." Jawabku sekenanya.
"Oh begitu ya, Kak. Ayo Kak Arkan, kita ke toko bukunya. Mbak Ratih, ayo." Ucap Rahmat memegangi tanganku dan tangan Ratih.
Ratih tak berbicara sepatah katapun, apa mungkin ia tersinggung dengan ucapan Rahmat? Semoga saja, tidak.
Kami bertiga berjalan menuju toko buku, layaknya sepasang keluarga.
Waduh? Udah mulai kacau pikiranku. Mana mungkin aku berpasangan sama Bunga Desa, di pedesaan ini? Eh mungkin juga sih. Ah, sudahlah.
"Mas Arkan." Sahut Ratih.
"Ah sudahlah." Jawabku masih memikirkan pikiranku.
"Sudahlah? Apa yang sudahlah?" heran Ratih.