Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (108) Darah Budak, Kerabat Bandit

18 Maret 2021   18:25 Diperbarui: 19 Maret 2021   22:34 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Soso tak menyahut lagi. Apa lagi yang harus dibantah kalau begitu kenyataannya?

"Kau harus bersyukur Nak, setidaknya ada dari keturunan Geladze yang bersekolah..." Nenek Miso menepuk-nepuk pundak Soso, "Siapa tahu besok kau jadi orang! Walaupun mungkin kau tidak bisa membantu semua keluargamu, setidaknya adalah yang bisa dibanggakan oleh keluargamu. Apalagi oleh keluarga Djugashvili, karena namanya kau sandang...."

Soso tersenyum kecut. "Terimakasih ceritanya Bebia, saya harus kembali ke rumah Bibi Anna..." kata Soso. Ia pun pamit.

*****

Pulang dari rumah Nenek Miso, Soso melanjutkan napak tilas keluarganya di Didi-Lilo itu. Sendirian saja, karena si Abel malah tertarik ikut dengan Paman Yakov ke tempat pengolahan minuman dari anggur tempatnya bekerja. Soal itu ia tak tertarik. Ia lebih suka mencari tahu soal leluhurnya, mumpung ada waktu dan kesempatan.

Saat melintasi perkebunan anggur, Soso melihat seorang lelaki setengah baya yang umurnya kira-kira sepantaran dengan bapaknya. Ia mampir dan menyapanya. Tak lupa ia memperkenalkan dirinya sebagai klan Geladze.

Mendengar itu, lelaki itu menghentikan pekerjaannya, membersihkan pohon-pohon anggur. Ia rupanya sudah mendengar soal Soso, karena memang ibunya belum lama berkunjung ke situ, saat Sandala Geladze, pamannya meninggal.

Ia bahkan tahu kalau Soso bersekolah di Seminari Tiflis.

"Darimana kau punya uang untuk membiayai sekolahmu? Bukannya bapakmu sudah berhenti membuat sepatu?" tanyanya.

"Saya dapat beasiswa, Paman..." jawab Soso. "Memangnya Paman kenal bapak saya?"

Lelaki itu tertawa, memperlihatkan gigi depannya yang ompong. "Anggap saja dulu aku adalah saingan bapakmu!" katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun