Soso tak menyahut lagi. Apa lagi yang harus dibantah kalau begitu kenyataannya?
"Kau harus bersyukur Nak, setidaknya ada dari keturunan Geladze yang bersekolah..." Nenek Miso menepuk-nepuk pundak Soso, "Siapa tahu besok kau jadi orang! Walaupun mungkin kau tidak bisa membantu semua keluargamu, setidaknya adalah yang bisa dibanggakan oleh keluargamu. Apalagi oleh keluarga Djugashvili, karena namanya kau sandang...."
Soso tersenyum kecut. "Terimakasih ceritanya Bebia, saya harus kembali ke rumah Bibi Anna..." kata Soso. Ia pun pamit.
*****
Pulang dari rumah Nenek Miso, Soso melanjutkan napak tilas keluarganya di Didi-Lilo itu. Sendirian saja, karena si Abel malah tertarik ikut dengan Paman Yakov ke tempat pengolahan minuman dari anggur tempatnya bekerja. Soal itu ia tak tertarik. Ia lebih suka mencari tahu soal leluhurnya, mumpung ada waktu dan kesempatan.
Saat melintasi perkebunan anggur, Soso melihat seorang lelaki setengah baya yang umurnya kira-kira sepantaran dengan bapaknya. Ia mampir dan menyapanya. Tak lupa ia memperkenalkan dirinya sebagai klan Geladze.
Mendengar itu, lelaki itu menghentikan pekerjaannya, membersihkan pohon-pohon anggur. Ia rupanya sudah mendengar soal Soso, karena memang ibunya belum lama berkunjung ke situ, saat Sandala Geladze, pamannya meninggal.
Ia bahkan tahu kalau Soso bersekolah di Seminari Tiflis.
"Darimana kau punya uang untuk membiayai sekolahmu? Bukannya bapakmu sudah berhenti membuat sepatu?" tanyanya.
"Saya dapat beasiswa, Paman..." jawab Soso. "Memangnya Paman kenal bapak saya?"
Lelaki itu tertawa, memperlihatkan gigi depannya yang ompong. "Anggap saja dulu aku adalah saingan bapakmu!" katanya.