Soso bengong, dan menunggu penjelasannya lebih lanjut.
"Bapakmu tak kenal aku, tapi aku mengenalnya..." lanjutnya, "Lelaki seumuranku waktu itu semuanya kenal bapakmu, karena dia dianggap beruntung mendapatkan ibumu. Sayangnya kami memang tidak beruntung, karena ibumu tumbuh remaja dan cantik di Gori, hanya sesekali saja ke sini...."
Soso tersenyum, ia paham maksudnya. "Apa yang Paman tahu soal bapak saya selain itu?"
"Aku hanya tahu bapaknya, Vano Djugashvili, dulu juga kerja di sini, menggarap kebun anggur milik Pangeran Badur Machabeli. Sempat kulihat pula bapakmu masih remaja, sama saudaranya, Giorgi Djugashvili," lanjutnya. "Yang kutahu kemudian, pamanmu, Giorgi, tewas oleh bandit. Dulu di sekitar sini memang banyak bandit, pelarian dari Tiflis. Ceritanya bisa meninggal aku tak tahu pasti."
"Soal Bapakmu, yang kutahu kemudian dekat dengan keluarga orang Rusia dari Armenia, Josef Baramov. Baramov dulu punya bengkel sepatu, tapi bangkrut karena ada saingan di Tiflis milik orang Rusia, Adelkhanov. Bapakmu kemudian bekerja di sana," lanjutnya. "Makanya, waktu melamar ibumu, dia langsung diterima, karena pekerjaannya menjanjikan ketimbang kami, pemuda-pemuda di sini yang hanya penggarap kebun!"
"Apakah keluarga Pangeran Machabeli masih ada di sini?" tanya Soso.
Lelaki itu menggeleng, "Tak ada lagi. Sekarang di sini kalau bukan milik keluarga Amilakhvari ya punyanya orang-orang Rusia-Armenia. Yang kukerjakan ini ya miliknya keluarga Amilakhvari," jawabnya.
"Kemana mereka?" tanya Soso sedikit kecewa, karena berharap bisa menelusuri soal keluarga dari pihak bapaknya.
"Keluarga Machabeli berbeda dengan keluarga Amilakhvari. Kalau Amilakhvari mau membantu Rusia dan bisa tetap hidup nyaman, keluarga Machabeli tidak. Mereka kembali ke Ossetia. Tanahnya di sini, mulai dari kebun anggur sampai ladang sayur, berpindah tangan semua ke tangan orang-orang Armenia!" Â Â
Soso tersenyum, "Terimakasih ceritanya, Paman..."
"Kabarnya, ibumu sudah berpisah dengan bapakmu ya?" tanya lelaki itu.