Soso mengangguk.
"Dulu kukira ibumu beruntung menikah dengannya..." imbuhnya, "Tapi ya sudah lah, kalau dia menikahi salah satu dari aku atau pemuda-pemuda di sini juga sama saja, kehidupannya juga tak bakalan lebih baik!"
Soso tersenyum pahit, "Ya begitulah mungkin jalan hidupnya, Paman..."
"Tak apa lah, setidaknya, anaknya, kamu, sedikit lebih baik, bisa sekolah!" tambahnya, "Kalau ibumu di sini, menikah dengan orang sini, ya paling anaknya juga tak jauh-jauh nasibnya sepertiku juga anakku!" ia tertawa.
"Apakah Paman tahu soal paman saya, Paman Sandala?" tanya Soso lagi.
Lelaki itu menatapnya, "Bibimu tidak bercerita?"
Soso menggeleng, "Tidak jelas ceritanya Paman..."
"Kuharap kau tidak keberatan jika aku menceritakan sesuatu yang mungkin tidak nyaman kaudengar..." ia menatap Soso.
"Ceritakan saja yang Paman tahu, tak apa, saya ingin mendengarnya..." tukas Soso.
"Pamanmu itu banyak masalah. Lahan peninggalan kakekmu yang tak seberapa habis dijual, ia kecanduan judi. Ia masih berutang banyak pada orang Rusia dari Armenia karena lahan yang dijual kepadanya ternyata sudah digadaikan kepada orang lain. Karena tak ditebus, ya akhirnya tanah itu dianggap miliknya. Pamanmu dikejar-kejar, dan kata orang bersembunyi di Tiflis..." lelaki itu memulai ceritanya.
"Ini kata orang-orang ya, karena aku juga tak tahu pasti..." lanjutnya. "Selama di Tiflis, dia berusaha mendekati lagi keluarga Amilakhvari, terutama Pangeran Ivane yang jadi tentara, dengan membawa-bawa hubungan kakekmu dengan keluarganya. Kabarnya, ia diterima di sana, bekerja di rumahnya, mengurusi kuda-kuda Pangeran Ivane. Ia merasa aman di sana, karena majikannya seorang bangsawan, jenderal kaveleri pasukan Rusia dan berkuasa pula di seluruh Kaukasus...."