"Halah, saya kan cuma ngompor-ngomporin aja Pak De..." kata Soso.
"Iya, tapi kalau nggak dikomporin kamu dulu, mungkin sampai sekarang masih pada blok-blokan. Sekarang mah lumayan, kalau ada orang Armenia ada masalah, yang Georgia ikut bantuin, dan sebaliknya. Apalagi sekarang, anak-anak yang hilang itu kan dari keduanya. Wong anak-anaknya juga pada akur kok, main bareng, masak orangtuanya pada diem-dieman..." kata Pak Sese lagi.
"Anak-anak itu suka pada main bareng sekarang?" tanya Soso lagi.
Pak Sese mengangguk. "Kalau malam minggu begini, sejak sore sudah pada ngumpul, terus pada ngelayap, kadang baru pada pulang besoknya..."
"Lah, jangan-jangan sekarang juga anak-anak itu pada ngelayap, bukannya menghilang habis nyolong sepatu!" kata Soso.
"Makanya, kok bisa-bisanya dituduh nyolong. Kalaupun nyolong, paling mereka juga pada balik ke rumahnya juga kan, mau pada kemana lagi?"
Soso menjawil tangan Pak Samvel.
"Biasanya anak-anak itu pada kemana kalau main Pak?" tanya Soso.
"Aku nggak pernah tanya, So..." jawabnya. "Memang kubiarkan saja, mau pulang malem mau pulang besoknya nggak masalah, kalau anakku yang penting hari Minggu sudah di rumah, pergi ke Gereja, istirahat, besoknya kerja lagi. Itu aja..."
"Jangan-jangan mereka lagi pada main, bukannya ngilang gara-gara nyolong sepatu!" kata Soso.
"Nah itu, dari tadi aku sudah ngomong sama polisi-polisi itu. Tapi nggak ada yang dengerin. Si Kustov itu tetap saja menyangka anak-anak itu menghilang karena nyolong..." kata Pak Samvel lagi.