Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (67) Kisah Pilu Sang Bapak

2 Februari 2021   19:29 Diperbarui: 3 Februari 2021   19:46 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Si Ararat mencolek pinggangnya, "Bener kan. Sini uangku!"

Soso merogoh kantong baju dalamnya dan mengeluarkan uang 50 kopeck dan memberikannya pada anak itu. Soso duduk di dekat Pak Beso.

"Sejak kapan di Tiflis?" tanya Soso.

"Sudah beberapa bulan..." jawab Pak Beso yang tampaknya biasa saja, tak ada kekagetan atau raut kegembiraan di wajahnya. "Kau sehat?" ia balik bertanya.

Soso mengangguk. "Kenapa tak menemui saya di sekolah?"

Pak Beso melirik, "Kau mau aku diusir lagi oleh penjaga sekolahmu?"

Soso nyengir, teringat kejadian saat Pak Beso datang ke sekolahnya dan memaksanya memberi sejumlah uang. Tapi waktu itu Pak Beso memang lagi mabok, jadi Soso rada-rada jengkel dan hilang kendali emosinya.

"Kenapa tidak di Rustavi?" tanya Soso lagi.

"Sudah, aku tak kuat. Kerja di pabrik baja butuh tenaga, badanku sudah tak lagi sekuat dulu. Lagipula aku kan tak pernah kerja seberat itu..." jawab Pak Beso tanpa menghentikan pekerjaannya.

"Sudah ketemu Pak Devdariani berarti?"

Pak Beso mengangguk. "Dia yang memasukkanku ke bagian angkut-angkut. Katanya sementara dulu di situ, tapi ya itu, aku tak kuat. Gajinya kupakai pergi ke Gori... tapi..." ia tak melanjutkan kalimatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun