Soso mengangguk, meski tak terlalu yakin, soalnya ia juga tak tahu berapa uang yang dikantonginya, tapi setidaknya memang ada beberapa keeping uang yang tersisa di kantong pakaian dalamnya.
"Berarti kau bukan korban, hanya apes saja..." kata penjual kacang itu, "Mungkin dia sedang kabur setelah ketahuan mencopet atau mencuri sesuatu..."
Soso berdiri, "Rasanya sudah beres, Pak..." katanya.
"Kalau pembeli tahu kacang-kacang ini habis terburai ke tanah, pasti harganya akan turun..." kata lelaki itu lagi, "Belilah barang semangkuk!"
Soso garuk-garuk kepala, "Bapak tahu kan kalau saya anak sekolahan? Buat apa kacang-kacang ini, taka da keluarga saya di sini, tak bisa memasak pula..."
"Satu mangkuk saja!" lelaki itu agak membentak.
Soso rada-rada jengkel juga, tapi ia nggak mau rebut berkepanjangan, "Berapa?" tanyanya.
"Satu kopeck..."
Soso mengeluarkan uang satu kopek, meski ia tahu itu sangat mahal. Tapi sudahlah. Sebagai gantinya, ia mendapatkan semangkuk kacang mentah yang dibungkus daun kering. Ia pun berlalu sambil membawa bungkusan kacang itu, ia sendiri tak tahu buat apa kacang itu. Kalau saja sempat, bisa saja ia membawanya ke rumah Mak Imel, tapi itu cukup jauh, ia tak punya cukup waktu.
*****
Selain waktunya habis buat mulungi kacang, sudah berkeliling pun Soso tak menemukan sosok Pak Beso, yang sepintas mirip sih banyak. Waktu istirahat pun sudah nyaris habis. Soso memutuskan untuk kembali ke sekolah, dan mencobanya lagi besok, siapa tahu lebih beruntung.