Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (65) Bandit Pasar Armenia

31 Januari 2021   20:34 Diperbarui: 1 Februari 2021   19:21 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Alip Yog Kunandar

Pasar itu sangat ramai. Orang-orang yang berbicara dalam bahasa hayeren[1] terdengar di mana-mana. Sejak Tiflis dikuasai Rusia, memang banyak sekali orang Armenia yang pindah ke kota itu,[2] terutama mereka yang menganut agama Kristen. Di Tiflis, nasib mereka sedikit lebih baik daripada orang-orang Georgia asli. Kebanyakan dari mereka adalah pedagang yang sudah hampir mencapai taraf saudagar. Sisanya adalah buruh pabrik dan pekerja kasar lainnya.

Soso celingak-celinguk, antara berharap bisa menemukan Pak Beso dengan ketidakyakinanya sendiri. Kalau ia bertemu ya bagus, berarti ia bisa menanyainya langsung, kenapa bapaknya itu kembali ke Tiflis. Sementara kalau tidak, ia berharap bapaknya benar-benar berada di Rustavi, mencari nafkah dengan baik-baik di sana.

Tiba-tiba dari arah depan, seorang anak yang tingginya sedagu Soso berlari dengan cepat lalu menabraknya. Soso terhuyung lalu jatuh ke samping kiri. Celakanya, di situ terdapat penjual kacang-kacangan yang menggelar dagangannya di atas nampan. Satu nampan berisi kacang pistas[3] langsung terguling bersama dengan tubuh Soso. Kacang-kacang berwarna kuning itu langsung berhamburan.

Seorang lelaki yang menunggui barang itu langsung berlari ke arah Soso, membantunya berdiri sambil mengoceh dengan bahasa hayeren. Jelaslah Soso tak mengerti. Beberapa saat kemudian, lelaki itu mungkin menyadarinya, begitu melihat seragam putih yang dipakai Soso. Ia pun kemudian menggunakan bahasa Rusia yang terpatah-patah.

"Beresi barangku, atau kutuntut kau ganti rugi, atau kulaporkan kau ke sekolahmu!" katanya.

Soso terpaksa memberesi kacang-kacang yang berhamburan itu dengan tangannya. Untung saja kacang itu mentah dan kering, tanah di bawahnya juga padat dan kering, jadi ia tak terlalu kesulitan meski di akhir ia harus memungutinya satu-persatu.

"Periksa dompet atau barang bawaanmu!" kata lelaki itu saat Soso masih memulungi kacang-kacang yang masih tersisa.

Meski bingung, Soso merogoh saku dalam pakaiannya. Rasanya ia menyimpan uang entah berapa di situ, dan ternyata masih ada. "Masih ada, Pak, kenapa?" tanya Soso.

"Anak yang tadi menabrakmu itu adalah anggota komplotan copet. Biasanya ia sengaja menabrak korbannya lalu mengambil barangnya...." jawab lelaki itu.

"Rasanya tak ada yang hilang, Pak..." kata Soso lagi.

"Uangmu lengkap?" lelaki itu bertanya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun