Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Stalin: (34) Jembatan Kehidupan

30 Desember 2020   10:25 Diperbarui: 31 Desember 2020   08:17 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WPAP by Alip Yog Kunandar

Soso jengkel dengan 'kebenaran' omongan si Said itu. "Jadi apa rencanamu untuk dirimu sendiri?"

"Aku mulai berpikir mengambil peran dalam membangun jembatan itu..." jawab Said. "Hanya saja aku tak tahu apa peran yang akan kuambil. Kesehatanku buruk. Tak bisa aku bekerja seperti bapakku. Bertani tak punya lahan lagi. Menghibur tak punya bakat. Menjadi polisi tak cukup kuat..."

"Menjadi politisi?" tanya Soso.

"Itu yang mungkin..." jawabnya.

"Kenapa tidak keluar saja dari sekarang?" tanya Soso.

Said tertawa. "Aku masih perlu waktu untuk menjadikan diriku tidak menjadi nihilis atau atheis terlebih dahulu...." jawabnya. "Mungkin satu atau dua tahun ke depan..."

"Kasian bapakmu Id, dia berharap kamu jadi pendeta, jadi nasibnya tak seperti dirinya yang harus banting tulang..." kata Soso.

"Itu impian orang tua manapun, mungkin juga impian orang tuamu, menjadikan kehidupan anaknya lebih baik dari mereka. Wajar saja. Tapi aku nggak mau jadi bagian kelompok elit di dunia dan gelagapan nanti ketika ditanya jasaku dalam kehidupan..." jawabnya. "Tapi itu butuh waktu. Aku harus yakin ketika aku berhenti sekolah, aku jadi apa..."

"Kalau kamu jadi politisi, apa yang kau pikirkan tentang kampung halamanmu ini? Melepaskan diri dari Rusia dan membentuk pemerintahan sendiri?"

"Aku tidak melihat pentingnya membagi-bagi dunia ini dalam negara..." jawab Said. "Kita hanya butuh satu jembatan untuk menemui Tuhan, jadi buat apa membangun banyak jembatan kalau pada akhirnya hanya membuat manusia berkelahi untuk saling memperebutkan bahan baku? Coba bayangkan seluruh dunia membangun satu jembatan yang sama, maka setiap orang, menyumbang dengan cara dan kemampuannya sendiri. Tak perlu berebutan, tak perlu saling sikut, toh pada akhirnya semua akan memakainya..."

"Jadi kamu menganggap dunia ini akan baik jika hanya ada satu negara?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun