Soso diam lagi, mencoba menghubungkan gagasan Said dengan pemikirannya sendiri. Pada beberapa titik, ia menemukan kesamaan. Ia pernah berdiskusi dengan Pangeran Ilia tentang kemerdekaan Georgia. Ia bilang, untuk apa melepaskan diri, kalau ia bisa membalikkan keadaan dengan menguasainya. Ia berpikir itu sejalan dengan gagasannya Said. Hanya saja, pemikirannya masih soal kedudukan dalam piramid, soal siapa yang di atas dan di bawah, bukan soal tujuan dari piramid itu sendiri. Apalagi soal 'jembatan' itu. Itu benar-benar sebuah gagasan yang baru baginya, dan sangat menarik.
Ternyata ada gunanya juga dia ikut si Said, setidaknya ia menemukan wawasan baru. Tapi Soso sudah memutuskan, ia tetap akan meninggalkan Kurtavi dan kembali ke Tiflis. Ia menyampaikannya pada Said.
"Ya udah. Aku minta maaf karena tak bisa memberikanmu liburan yang menyenangkan..." kata Said. Said lalu masuk ke kamarnya, dan kembali dengan dua buku, Otcy i deti[2] dan satunya lagi yang Soso lihat ia bawa dari sekolah, Chto dlat.'Â
Said menyerahkan buku yang pertama, Otcy i deti. "Kau baca ini. Supaya kamu ngerti soal nihilisme yang tadi kita bicarakan. Tapi jangan terjebak dengan seluruh gagasannya. Baru nanti kau baca yang ini. Tapi yang ini masih kubaca ulang. Nanti saja kalau aku sudah selesai membacanya, kukasih kau saat kita ketemu di sekolah nanti..." kata Said.
*****
BERSAMBUNG: (35) Nihilis?
[1] Saat ini berada di perbatasan antara Georgia dan Azerbaijan
[2] Secara harfiah berarti 'Ayah dan Anak,' novel Rusia yang ditulis oleh Ivan Turgenev, terbit pertama tahun 1862.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H