"Iya Romo, santai aja..." kata Lado, setengah meledek. "Udah ya, aku ada urusan dulu. Kau simpan bukunya baik-baik, mahal itu. Teman Yahudimu itu pelit kali kalau sama aku..." katanya lagi sambil meninggalkan Soso.
Giliran Soso yang pusing. Mau bawa buku itu ke kamar, atau menyimpannya di tempat Pak Yedid?
*****
Soso terpaksa membawa buku itu ke asrama dan disembunyikan di bawah kasurnya. Niatnya sih ia akan membawa buku itu besok ke kamarnya yang di rumah Pak Sese dan Mak Imel itu. Meski sudah meninggalkan rumah Pak Sese dan Mak Imel, kamar itu masih menjadi miliknya. Pak Sese dan Mak Imel ingin Soso sering-sering pulang ke situ. Soso sering ke kamarnya, tapi tak pernah bertemu mereka. Susah juga karena waktunya nggak pernah nyambung. Jam istirahat Soso nggak sama dengan jam istirahat kerja Pak Sese dan Mak Imel. Lagipula, soal kamar itu, kata Mak Imel, nggak ada yang ngisi selain Soso dan bapaknya dulu. Niatnya juga dulu mau dibikin buat gudang. Jadilah Soso masih memegang kuncinya, karena sebagian barangnya juga masih disimpan di situ.
Deg-degan juga Soso membawa buku itu ke asrama. Ia takut mendapatkan hukuman lagi. Bukan soal 'Tembok Derita' itu, tapi ia mendengar kabar soal beasiswa tahun depan. Mereka yang berprestasi, memiliki catatan bersih, bisa mengajukan beasiswa penuh. Soso sangat berharap mendapatkan beasiswa itu. Kalau masih dengan beasiswa sekarang yang masih harus membayar, ia nggak yakin masih bisa bertahan. Nggak mungkin Mak Keke terus-terusan meminta bantuan pada Romo Chark dan lainnya.
Sebetulnya ia ragu bisa mendapatkan beasiswa itu. Penyebabnya apa lagi kalau bukan soal 'catatan bersih.' Lah, ia sendiri sudah pernah dihukum. Dan siapapun yang masuk 'Tembok Derita' sudah bisa dipastikan catatannya tercoreng, karena jelas-jelas sudah divonis melakukan pelanggaran yang lumayan berat.
Tapi walikelasnya, Romo Subutov membesarkan hatinya. "Jangan pikirkan soal itu So. Bagus juga kejadiannya masih pas kamu baru-baru masuk sini, jadi biasanya masih bisa ditolelir selama tidak mengulanginya. Dan kau kan nggak pernah bikin masalah lagi. Jadi mungkin itu nanti bisa jadi pertimbangan..." kata Pak Subutov. "Lagipula, guru-guru dan pengawas sudah tahu kronologi kejadiannya. Cuma nggak mungkin kamu nggak ikutan dihukum, karena itu bisa jadi preseden buruk.." lanjut lelaki asal kota Irkutz di dataran Siberia itu.
"Sudah, kau konsentrasi aja belajar. Setelah rangkaian Natal selesai nanti, bersiap untuk ujian..." lanjut Romo Subutov. "Nantilah kubantu kau melobi rektor kalau pas pengajuan beasiswa. Ingat, jangan bikin masalah lagi. Saya kasih tau aja, menjelang ujian, razia kamar bakalan makin sering. Kalau ada apa-apa aku males bantu lho ya, aku sudah males urusan sama Inspektur Germogen atau Romo Dmitri. Kata mereka aku terlalu lembek, terlalu sering memberi dispensasi pada siswa!"
Waduh... razia kamar? Cilaka dua belas... "Kenapa pula kusimpan buku itu di bawah kasur..." rutuk Soso dengan jantung yang berdebar-debar. Mana waktu kembali ke kamar masih lama lagi.. kalau razia itu dilakukan sekarang, habis lah dia.
*****
BERSAMBUNG: (18) Razia Kamar