"Teman Yahudimu itu yang bilang.." jawab Lado sambil melirik ke dalam toko buku. "Dia bercerita soal kekagumannya padamu, datang ke Tiflis dengan bahasa Rusia yang payah, bekerja di pabrik sepatu, belajar bahasa, sampai diterima di seminari itu..." lanjutnya.
Soso sebetulnya malah menceritakannya pada Lado. Tapi karena anak itu sudah tahu, nggak ada gunanya ditutup-tutupi. "Yaah kau tahu lah, aku kan bukan anak orang kaya..." jawab Soso.
"Aku nggak mau bahas soal itu. Nggak ada salahnya juga kau kerja di pabrik, setidaknya dengan itu kau bisa merasakan bagaimana penderitaannya kan?" tanya Lado.
Soso mengangguk.
"Aku juga tahu kau sangat mencintai Georgia, tanah air kita. Puisimu tadi membuktikannya..." kata Lado lagi.
Soso diam sejenak, "Terus?"
"Bergabunglah denganku dan kawan-kawan yang lain..." kata Lado.
"Partai itu?" tanya Soso.
"Selain partai, aku juga mengorganisir gerakan buruh pribumi..." jawab si Lado. "Partai itu gerakan intelektualnya, makanya terus didukung oleh penerbitan. Tapi pemikiran tanpa tindakan kan percuma. Nah, aku yang memimpin gerakannya.."
"Tapi aku masih anak sekolah, belum saatnya begitu-begini..." jawab Soso.
"Nggak apa-apa So..." kata si Lado. "Sekolahmu ya terusin aja. Aku juga nggak mau dijewer sama Mak Keke kalau sampai kamu nggak selesai sekolah gara-gara ikutan aku. Maksudku, kau datanglah sekali-kali ke tempatku, nyumbang saran, ngasih gagasan, sharing pengalaman. Atau apa lah yang bisa kau lakukan..."