Tak lama, Soso diperkenalkan pada pentolan ‘partai’ lain yang juga seumuran dengan mereka, seorang pemuda tampan berjanggut hitam, Noe Zhordania. Pada Soso, Nunu, panggilannya, menceritakan soal Kvali, suratkabar lokal yang mereka ambil alih pengelolaannya untuk menyebarkan pesan-pesan perjuangan partai. Soso melongo, serius juga rupanya mereka, pake punya koran segala. “Partai tanpa media itu nggak afdol, kayak gereja tanpa lonceng, atau masjid tanpa toa.. orang bisa tau dari bangunan atau namanya, tapi nggak tau apakah ada kegiatan di dalamnya atau tidak!” katanya.
Jujur saja, Soso tertarik dengan apa yang dilakukan anak-anak yang masih sepantarannya itu. Bukan hanya tertarik, tapi juga iri, di saat yang lain sudah tahu apa yang diperjuangkannya dalam hidup, ia malah baru memulai. Kayak ABG yang baru puber, sementara teman sebayanya sudah punya bini!
*****
BERSAMBUNG: (16) Soselo, Si Penyair Amatir
Catatan:
[1] Terbit pertama kali tahun 1818 di Jerman.
[2] Secara harfiah berarti ‘Kelompok Ketiga’
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H