“Ini markas kita,” jawab Lado, “Mesame Dasi…[2]” lanjutnya.
Di tempat itu, Soso diperkenalkan oleh Lado pada seorang pemuda sepantaran mereka yang bermata hitam. “Kau mungkin nggak tau So, ini adalah orang paling terkenal di kalangan guru dan pengawas di Seminari Tiflis, Silibistro Jibladze alias Silva, siswa yang menghajar rektor itu…” kata Lado tentang temannya itu.
Silva hanya mesam-mesem, sementara Soso terlihat kagum, kagum karena keberanian dan kenekatannya, juga karena nasionalisme Georgia-nya. “Sebagai orang Georgia, aku muak bangsa dan bahasaku sendiri direndahkan, di sini, di Tiflis, pusat Georgia sendiri…” kata Silva. “Karena itu, makanya kita dirikan Mesame Dasi ini untuk memperjuangkan nasib orang-orang Georgia yang tertindas di kampung halamannya sendiri, dan menjadi budak para kapitalis Rusia…” lanjutnya.
“Ini LSM?” tanya Soso polos.
Silva tertawa, “LSM? Nggak lah, bukan. LSM itu terlalu remeh, kesannya hanya mencari keuntungan dari selisih uang bantuan dengan program yang dibuatnya…” jawabnya. “Kita lebih serius dari itu, kita bikin partai!”
Soso melongo, “Partai, emang mau ikutan pemilu?”
Silva dan Lado tertawa. “Kita bukan bikin partai untuk sekadar ikutan pemilu. Kita bikin partai untuk basis perjuangan, membebaskan orang Georgia dari penindasan Rusia. Setidaknya, kita mulai dengan memberikan pendampingan pada para buruh yang kerja di pabrik-pabrik orang Rusia agar mereka tahu hak-haknya, jadi nggak terus-terusan diperas dan diperbudak…” kata si Silva lagi. “Kau mungkin sudah dibutakan oleh beasiswa dari gereja Rusia, jadi tak bisa melihat penderitaan orang kecil, buruh….” katanya lagi.
Kalimat terakhir itu bikin Soso rada-rada sebel.
“Kalian pernah jadi buruh atau pekerja?” tanya Soso.
Silva menggeleng, “Kita datang dari kelompok terpelajar yang peduli dengan nasib buruh!”
Soso tersenyum dalam hatinya, “Belajar belum, sudah dikeluarin, terus katanya berjuang demi kaum buruh padahal mereka belum pernah merasakan jadi buruh….” Mereka nggak tau kalau orang yang disebutnya ‘dibutakan oleh beasiswa gereja Rusia’ itu justru yang sudah pernah merasakan langsung pahit-getirnya jadi buruh. Soso nggak mau menceritakan soal itu pada mereka, biarin aja, pikirnya. Tapi, Soso mengakui bahwa apa yang mereka ‘perjuangkan’ cukup menarik, karena ia justru mengalaminya sendiri.