"Jangan ambil resiko atuh, Aa. Akang teh gak tanggung jawab bila terjadi sesuatu ama A Noval."
"Tapi, Kang. Teror ini harus segera dihentikan. Saya curiga, bisa jadi ini teror dari developer perumahan. Kan Akang sendiri yang bilang kalo sawah-sawah di sekitar sini sudah banyak yang beralih nama menjadi milik developer. Nah, feeling saya mengatakan kalo teror ini sengaja dilakukan agar keluarga besar saya pun bersedia juga menjual sawah warisan Aki Dahlan ini," ujarku seraya menatap laki-laki yang hanya terpaut beberapa tahun di atasku itu. Kang Idrus pun mengangguk pasrah dan bergegas keluar rumah untuk menemaniku menuju ke sawahnya Aki.
Dan benar saja. Beberapa orang-orangan sawah tampak terbang melayang-layang memutari Kang Idrus dan aku yang telah berada di sawah. Mata mereka tampak merah menyala. Tampang mereka menyeramkan. Dan dengan tangan jeraminya, seseorang dari mereka bermaksud hendak menyenggolku. Tapi sayang, hal itu meleset. Dan akibatnya, dengan amarah tinggi, kembali teror itupun dilontarkan.
"Kamu siapa anak muda? Jangan coba-coba ikut campur di sini!"
Meskipun dengan hati yang kebat-kebit, kuberanikan diri untuk melawan orang-orangan sawah yang berjumlah sekitar setengah lusin.
"Saya Noval dan sudah seharusnya saya ada di sini. Kalian tau, ini adalah sawah Aki Dahlan, kakek saya sendiri. Dan sebagai ahli waris beliau, saya tekankan sekali lagi bahwa sawah ini tidak akan pernah dijual. Kini dan seterusnya."
Suaraku tampaknya membuat kaget orang-orangan sawah yang masih saja setia mengelilingiku. Tapi kemudian...
"Hahaha... Besar juga nyalimu, anak muda. Tidak adakah rasa takut di hatimu akan ancaman kami?"
"Tentu saja tidak!" jawabku lantang. "Ketahuilah, siapapun Anda yang ada dibalik teror-teror ini, tolong hentikan kekonyolan ini. Sudah tak zamannya lagi membuat kerusuhan dengan teror-teror seperti ini. Saya bisa melaporkan Anda ke pihak berwajib. Tolong, camkan itu!"
Dan usai aku mengakhiri bicaraku, orang-orangan sawah yang sejak tadi mengelilingiku dan Kang Idrus perlahan pergi dan menghilang entah ke mana. Membuatku dan Kang Idrus saling bertukar pandang. Kemudian kami pun berangkulan dan menangis lega karena telah berhasil mengusir teror dari orang-orangan sawah itu.
***