Aku malah tertawa ngikik. "Gue mo ke Karawang. Lu mo ikut?"
"Apa? Karawang? Gak keren amat tempat liburan lu?" Hendra terlihat ilfil.
"Bodo." Kuleletkan lidah ke arah Hendra. "Gue ke Karawang itu sekalian mo lihat-lihat rumah peninggalan Aki gue. Secara, ama anak-anaknya gak boleh dijual. So, gue disuruh bokap untuk mendisain ulang rumah tersebut. Rencananya sih mo direnovasi. Sehingga setiap tahun bisa dijadikan rumah berkumpulnya anak cucu cicitnya mendiang Aki."
Mendengar penjelasanku itu, kulihat Hendra hanya melongo sambil geleng-geleng kepala.
***
Estilo putih baru saja kuparkirkan di halaman samping rumah mendiang Aki. Mang Subur beserta istri, yang sehari-hari tinggal dan mengurusi rumah ini buru-buru keluar untuk menyambutku.
"Hayu masuk, A," ajak Mang Subur seraya mengambil alih koper yang kubawa dari Jakarta.
"Aduh, Mang. Gak usah repot-repot. Itu koper biar saya bawa sendiri aja." Aku mencoba mengambil lagi koper yang keburu dipegang oleh Mang Subur, tapi malah sengaja dijauhkan.
"Udah atuh lah. A Noval pasti cape kan abis dari perjalanan jauh. Sok atuh, istirahat heula. Tuh, Bi Isah udah menyiapkan uli goreng dan teh manis anget di dalam."
Akhirnya aku pasrah saja digiring masuk oleh Mang Subur ke dalam rumah.
Sesampainya aku di dalam rumah...