Hm, rumah ini masih sama seperti lebaran tahun lalu, terakhir kali aku ke sini. Hanya saja sedikit kusam, karena penghuni aslinya telah pergi meninggalkannya dua tahun silam. Pun cat tembok rumah ini sudah saatnya harus diganti. Dan soal renovasi dan disain ulang rumah? Hm, entahlah. Aku belum ada ide. Mungkin setelah seminggu berada dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitar sini barulah akan muncul hendak diubah seperti apakah disain rumah tua yang menurutku tampak artistik ini.
"Emangnya rumah ini mau direnovasi ya, A?" tanya Mang Subur.
Aku hanya mengernyitkan dahi. Menatap heran ke arah Mang Subur. Dari mana dia tahu?
Seolah paham apa yang ada di kepalaku, Mang Subur pun menjelaskan semuanya. "Tadi malam papahnya A Noval nelepon Mamang. Katanya Aa sengaja ambil cuti buat mendisain ulang rumah ini."
"Oh. Iya sih, Mang. Tapi saat ini saya sama sekali belum ada ide. Entahlah kalo seminggu kemudian."
"Lama juga teu nanaon atuh, A. Mamang sareng Bi Isah mah malah senang bila ada keluarga almarhum yang datang berkunjung."
Akhirnya malam ini kuhabiskan dengan ngobrol ngalor-ngidul bareng Mang Subur dan Bi Isah di ruang tengah.
***
"Kunaon ieu, Mang? Itu orang-orangan sawah kembali meneror saya. Lama-lama bisa gila saya. Euis bahkan udah minta saya untuk pindah rumah aja. Lha, saya kudu pindah ke mana, Mang? Kasih solusi atuh."
Ini adalah hari ketiga aku berada di desa ini. Dan di pagi yang cerah ini aku malah telah mendapat kabar tentang teror orang-orangan sawah di rumah Kang Idrus, orang yang selama ini dipercaya Aki untuk mengurus sawah-sawahnya.
"Kumaha kejadiannya, Kang? Hayu, kita cerita di saung belakang aja."