Mohon tunggu...
Alimuddin Limun
Alimuddin Limun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif universitas islam negeri Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi (Kritik Faqihuddin Abdul Qodir tentang Poligami) Perspektif Perundang-undangan dan Pro-Kontra Poligami di Indonesia

2 Juni 2024   22:24 Diperbarui: 3 Juni 2024   04:56 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Definisi Poligami Poligami dapat diartikan perkawinan antara seorang dengan dua orang atau lebih (namun cenderung diartikan: perkawinan satu orang suami dengan dua orang isteri atau lebih). 

Dalam tinjauan secara sosio-antropologi yang dinamakan poligami tidak membedakan pengertian, apakah seorang laki-laki kawin dengan banyak wanita atau sebaliknya seorang perempuan kawin dengan banyak laki laki. Di sini poligami mempunya dua arti: 

1. Polyandry, yaitu perkawinan antara seorang perempuan dengan beberapa laki laki. 

2. Polyginy, yaitu perkawinan antara seorang laki laki dengan beberapa perempuan. 

Tetapi, pemahaman yang berlaku secara umum di masyarakat,makna poligami seperti yang di ungkapkan oleh Soemiyati,yaitu perkawinan antara seorang laki laki dengan lebih seorang wanita dalam jangka waktu yang sama. Poligami dengan arti ini adalah menyadur arti asli dari poligini, karena itulah beberapa ahli hukum dan sosio-antropologi sering menggunakan kata pologini sebagai akar kata aslinya untuk menyebut istilah perkawinan antara seorang laki laki dengan beberapa perempuan.

Adapun yang menjadi alasan-alasan dan syarat-syarat berpoligami yang ditentukan oleh undang-undang dapat ditemukan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu: Pasal 4 ayat (2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:  

1) Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya.

2) Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

3) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.  

Pasal 5 ayat (1) untuk mengajukan permohonan kepada Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) undang-undang ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 

1) Adanya persetujuan dari isteri / isteri-isteri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun