Paimin terdiam. Ia menundukkan kepalanya melihat dan menghitung uang yang diperolehnya kemarin.
"oh iya mas makasih" sahutnya setelah terhitung uangnya tak cukup.
**
Seperti biasa saat hampir senja Paimin menyudahi pencariannya. Ia sampai di gubuknya tepat saat matahari sudah tak bisa berenang, tenggelam. Ia langsung membasuh badannya lalu ia merebahkan punggungnya pada kasur. Kedua tangannya berada di bawah kepalanya. Ia menatap langit-langit. Masih saja ia memikirkan bendera kusam di sekolah itu. Ingin sekali ia menggantikannya dengan yang baru. Ia mencoba menghitung kembali uang hasil jerih payahnya.
"ah ini masih kurang" batinnya berbisik.
***
Tanpa sebuah topi yang dapat melindunginya dari terik matahari tak membuatnya mengeluh. Ia terus bersemangat mencari rupiah untuk membeli sebuah bendera. Mimpinya terus terbawa bersama langkah-langkah kecilnya.
Benar saja. Niatnya yang tulus membuahkan hasil. Jerih payahnya tak sia-sia. Ia berhasil mengumpulkan uang melebihi harga bendera itu sesaat setelah menghitungnya di sebuah bangku taman. Terlihat wajahnya kegirangan mirip saat cinta anak remaja yang baru diterima oleh pasangannya. Ia pun tak sabar ingin segera membelinya.
Sore Itu...
Paimin berlari penuh nafsu. Detak dantungnya tak beraturan. Ia datangi kembali toko pinggir jalan yang menjual bendera itu.
"saya ambil yang ini mas" tangannya kembali memegang bendera yang hampir membuatnya gila. Tanpa menawar harga semula ia langsung mengeluarkan uang yang sempat dilipatnya. Seketika rasa lelahnya sirna saat bendera itu sudah resmi menjadi miliknya. Ia lipat benderanya dan diselipkan pada kotak semirnya.