[terkejut] "oh kamu nak" [terdiam sesaat memandang wajah lusuh anak itu]
"loh kemana orang tuamu nak ?" sambung tanyanya.
"tidak tahu pak. dari kecil saya hidup sama kakek. kata kakek, orang tua saya sedang bekerja diluar sana. tidak tahu dimana".
"kakekmu kemana ?"
"meninggal seminggu yang lalu pak. setelah kakek saya meninggal rumah kami di ambil oleh orang-orang yang memakai jaket kulit hitam. mereka juga memakai kacamata. tak tahu siapa mereka. mereka cuma bilang kalau kakek saya punya hutang pak. tak tahu saya harus kemana lagi. hanya ini yang kakek titipkan" [menunjukkan kotak semirnya, kepalanya menunduk]
Bapak pemilik toko kembali terdiam. Terus dipandanginya anak malang itu. Ia bergumam dalam hati "kasihan sekali anak ini".
"yasudah kamu ikut bapak sebentar lagi. bapak punya gubuk tak terpakai di belakang pasar ini"
Tak ada jawaban dari anak itu. Ia hanya menunduk melihat tanah yang mulai basah karena tetesan air yang keluar dari matanya. Ia berharap bapak itu tak melihatnya.
[mengelus bahu anak itu] "sudahlah nak kau jangan menangis. kau tinggallah disana. siapa namamu nak ?".
"Paimin pak" sambil membasuh air mata dengan lengannya.
Sampailah mereka di gubuk milik bapak itu. Sebuah gubuk kecil yang didingnya terbuat dari anyaman bambu. Sebuah gubuk kecil yang hanya memiliki satu lampu tepat berada di tengah-tengahnya. Terlihat juga sebuah kasur lapuk yang beralaskan tanah.