Mohon tunggu...
Ali Anhar
Ali Anhar Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan

Guru PAI SMPN 3 Lembang, Penulis 9 Buku, Alumni IPAI UPI 2021, Alumni Youlead 1 Bandung, Alumni Mentor Muda Youlead, dll.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pandangan Loss of Adab Prof Syed Naquib Al-Attas dan Upaya Menjadi Manusia Beradab

13 Maret 2021   09:31 Diperbarui: 13 Maret 2021   09:44 3982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Ali Anhar Syi'bul Huda (Mahasiswa Ilmu Pendidikan Agama Islam, Universitas Pendidikan Indonesia)

Pendahuluan

            Manusia sebagai ciptaan Tuhan tentu tidak akan terlepas dari yang namanya permasalahan hidup. Sebagai warga negara yang mendiami wilayah dengan lebih dari 17.000 pulau mulai sabang sampai merauke dan telah mendeklarasikan diri merdeka sejak 1945 hingga hari ini, juga tidak luput dari terpaan masalah dan tantangan yang kian hari semakin terasa.

            Permasalahan bangsa tersebut semakin menjadi-jadi akhir-akhir ini, dapat penulis utarakan berdasarkan fakta di lapangan dan juga telah banyak beredar di media massa setidaknya ada dua masalah. Pertama, terjadinya permasalahan yang melanda dunia pendidikan kita dengan tidak dimasukannya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) tahun 2020-2035 (Ramadhan, 2021). Kemudian permasalahan kedua melanda pada dunia politik kita dimana terjadinya kisruh Partai Demokrat sebagai akibat terpilihnya Jendral Purnawirawan Moeldoko yang tidak sah atas dan menyalahi hukum saat KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara sehingga membuahkan hasil kritikan tajam baik dari internal partai dan banyak pihak (Azanella, 2021). Hal tersebut menjadi sorotan dan penting karena terkait dengan sistem demokrasi yang dianut oleh negara kita Indonesia.

             Dua hal permasalahan tadi adalah contoh kecil yang menjadi indikator moral bangsa Indonesia sedang mengalami goncangan, selain itu tentu masih banyak juga permasalahan-permasalahan lain yang lagi-lagi ter-ekspose beredar di media massa seperti tindakan kriminalitas, pembunuhan, dan berbagai macam kabar yang menurut penulis kurang sedap.

            Berangkat dari pokok-pokok masalah yang sudah dijabarkan di atas, menggugah pemikiran penulis untuk menelusuri akar masalahnya. Satu di antara terjadinya permasalahan tersebut ternyata berdasar sumber literatur adalah karena apa yang dinamankan dengan loss of adab. Konsep tersebut dicetuskan oleh cendekiawan muslim hebat yaitu Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas. Oleh karenanya masa-masa ini menjadi hal yang paling disukai oleh penulis sehingga menarik untuk dibahas dan dikaji.

Metode Penulisan

            Dalam menjabarkan konsep dan pandangan Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas mengenai loss of adab, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Adapun sumber-sumber dalam penulisan menggunakan studi kepustakaan (library research) seperti jurnal, skripsi, dan lain-lain.

Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi kunci utama dalam penulisan ini dapat dijabarkan melalui ajuan-ajuan pertanyaan berikut:

  1. Apa yang dimaskud dengan loss of adab menurut Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas?
  2. Bagaimana profil dari Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas?
  3. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk menjadi manusia beradab?

Tujuan Penulisan

  1. Mendeskripsikan konsep loss of adab menurut Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas
  2. Mendeskripsikan profil riwayat hidup Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas
  3. Mendeskripsikan upaya-upaya untuk menjadi manusia yang beradab

Kajian Pustaka

Biografi Singkat Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas

            Sebagai seorang tokoh pemikiran yang berpengaruh di dunia, beliau dikenal dengan Prof. SMN Al-Attas. Adapun kepanjangan dari namanya ialah Syed Muhammad Naquib bin Abdullah bin Muhsin al-Attas. Cendekiawan muslim ini lahir di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 5 September 1931. Ayah beliau bernama Syeid Ali bin Abdullah Al-Attas yang merupakan keturunan ulama dan ahli tasawuf yang terkenal dari kalangan Sayyid dalam silsilah keluarga Ba'lawi di Hadramaut hingga sampai kepada Imam Hussein, cucu Rasulullah Shalaullahu'alaihi wassalam. Sedangkan sang Ibu bernama Syarifah Raquan Al-Aydarus juga merupakan keturunan kerabat raja-raja Sunda Sukapura, Jawa Barat. Adapun silsilah dari jalur ibu, keturunannya ialah seorang ulama bernama Syed Muhammad al-Aydarus. Beliau adalah guru & pembimbing spiritual Syed Abu Hafsh Umar al-Syaibani dari Hadramaut yang mengantarkan Nur ad-Din ar-Raniri (seorang ulama Melayu) ke tarekat Rifa'iyah (Sya'bani, 2014, hal. 12--13).

            Dunia Islam patut bersyukur memiliki cendekiawan muslim yang banyak disegani oleh semua pihak termasuk Barat. Keseganan tersebut diapresiasi oleh berbagai kalangan karena beliau dikenal sebagai seorang ilmuan yang menguasai bidang filsafat, teologi, metafisika, sastra, sejarah, agama, dan peradaban. Pembuktian bahwa beliau memang ahli/pakar dalam bidang-bidang yang telah disebutkan tadi terbukti dengan menyabet beberapa penghargaan antara lain, dilantik sebagai anggota Akademi Falsafah Maharaja Iran (Fellow of The Imperical Iranian Academi of Philosophy) pada tahun 1975 yang bersanding bersama beberapa sarjana terkenal, seperti Hendry Corbin, Sayyed Hossein Nasr dan Toshihiko Izutsu. Selain itu beliau dianugerahi mendali seratus tahun meninggalnya Sir Muhammad Iqbal (Iqbal Centenary Commemorative Medal), yang diberikan Presiden Pakistan, Jendral Muhammad Za Ul-Haq pada 1979. Lalu dianugerahi pula Kursi Kehormatan Abu Hamid Al-Ghazali (Abu Hamid Al-Ghazali Chair of Islamic Thought) pertama, yang diberikan oleh Dato' Seri Anwar Ibrahim, pada 1993. Kekaguman lainnya yang dapat kita teladani, bahwasannya sebagai seorang ilmuan Muslim beliau terkenal dengan sikap kritisnya utamanya terhadap gagasan Sekularisme dengan menerbitkan buku yang berjudul Risalah Untuk Muslimin tahun 1970 dan Islam and Sekularism tahun 1978 (Suriani, 2014, hal. 15--16).

Pandangan Loss of Adab Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas 

            Latar belakang dicetuskannya sebuah pandangan mengenai adab dimana pada era zaman digitalisasi sekarang ini dan menuju dunia yang katanya society 5.0 (five point zero) yaitu sebuah tatanan sosial yang tidak mengenal batas-batas dikolaborasikan dengan kemajuan teknologi sehingga semisal orang di belahan Amerika Latin dapat berjejaring dengan orang di Asia Tenggara secara leluasa karena pesatnya kemajuan teknologi. Akan tetapi kemajuan teknologi tersebut yang bersumber dari sains dalam kebudayaan Barat, telah memisahkan peranan agama (sekularisme), dengan tidak mengakui eksistensi Tuhan di dalamnya, sehingga menggugah inisiatif oleh beliau untuk mengembalikan nilai-nilai Islam dalam perkembangan sains. Juga upaya agar tidak ada dikotomi antara sains dengan Islam sebagaimana diungkapkan oleh Sayyid Hussein Nasr dalam bukunya The Encounter Man and Nature terjemahan Ali Noer Zaman (2006) juga beberapa tokoh lain seperti Ibnu Sina (370-428 H/980-1037 M), Nashir al-Din Thusi (597-672 H/1201-1274 M), Qutb al- Dun Syirazi (634-710 H/1236-1311 M) menyatakan bahwa dalam khazanah ilmu pengetahuan Islam klasik, dikotomi antara ilmu dan agama atau fisik dan metafisik tidak pernah ada (Hakim, 2020, hal. 74). 

           Dampak yang ditimbulkan dari terdegredasinya antara agama dengan ilmu pengetahuan dan sains atau yang lebih dikenal dengan sekularisme telah menimbulkan berbagai dampak juga permasalahan dalam tatanan kehidupan. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut:

Sumber: Databoks.id (dalam Akhmad Hasan Saleh, 2020, hal. 30)
Sumber: Databoks.id (dalam Akhmad Hasan Saleh, 2020, hal. 30)

            Data secara empiris tersebut telah menggugah pikiran Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas untuk mereduksi kembali pemahaman yang salah akibat pemisahan antara agama dengan sains. Hal tersebut beliau sandarkan kepada sebuah dalil hadis yang bersumber dari Ibnu Mas'ud bahwasannya Rasulullah bersabda:

Inna Adibniyi min rabbiyi fa ahsani ta'dibiyi

           Terjemahnya: "Sungguh aku telah dididik dengan adab yang baik dari Rabbku maka jadilah pendidikan adabku istimewa." [Alauddin al Mutqi al-Hindi Burhan Fauri, dalam kitabnya Kasratul amal fi Sunani Akwali wa al-Afali yang dikutip dari kitab Muasasah ar-Risalah, t.th., hal. 406 (dalam Toha Machsun, 2016, hal. 225)].

           Lebih praktisnya lagi Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas menjabarkan secara sintaksis peranan adab sebagaimana Muhammad Ardiansyah, Didin Hafidhuddin, Endin Mujahidin, dan Nirwan Syafrin (2019, hal. 55--56) jabarkan sebagai berikut:

  • Bangunan adab pertama ialah adab terhadap diri sendiri (al-nafsun). Sebagai mahluk Allah, manusia diberikan potensi dasar akal dan nafsu dimana keduanya perlu imbang;
  • Adab terhadap sesama, peranan ini memberikan pengertian bahwa manusia sebagai mahluk sosial perlu untuk hidup berdampingan dengan orang lain;
  • Adab terhadap ilmu pengetahuan, tidak dapat dikatakan seseorang berilmu tanpa dibarengi dengan perangai yang baik, oleh karena itu penting adab sebelum ilmu.
  • Adab terhadap alam dan lingkungan, manusia diberikan intruksi oleh Rabb agar menjaga alam dan tidak merusaknya. Berbagai bencana alam terjadi seperti banjir yang terjadi beberapa waktu lalu melanda sebagian besar wilayah di Indonesia salah satu faktor penyebabnya ialah gundulnya hutan sehingga tidak adanya resapan air;
  • Adab terhadap hubungan vertikal antara hamba dengan Rabb (spiritual);
  • Adab terhadap berbahasa, dimana manusia diberikan kemampuan untuk membaca (iqra) sehingga dengan potensi tersebut ia berinteraksi dengan sesama menggunakan bahasa yang mudah dipahami;
  • Adab terhadap seni dan musik, karena sifat Allah yaitu al-jamil (indah) maka di dalam penciptaan manusia terdapat juga sifat Allah tersebut, sehingga pada dasarnya manusia suka keindahan, maka ia membuat sebuah karya yang enak dilihat, didengar dan dipandang kemudian terwujudlah sebuah budaya; dan
  • Adab terhadap rumah dan furnitur.

             Itulah beberapa penjabaran mengenai konsep loss of adab yang dijabarkan secara detail oleh Prof. Syeid Muhammad Naquib Al-Attas yang diajukan sebagai sebuah solusi bagi terciptanya peradabann manusia yang lebih baik lagi. Pada episode berikutnya, dijelaskan upaya-upaya yang dapat kita wujudkan untuk menjadi manusia beradab. 

Manusia

            Penulis dapat mengatakan dengan berani bahwa yang membedakan antara manusia dengan mahluk Allah lainnya ialah terletak pada adab. Tidak akan kita pernah temukan mahluk yang dapat menghasilkan kebudayaan dan kemajuan teknologi serta pengetahuan ihwal dari manusia sebagai sebab bahwa ia adalah mahluk beradab. Menurut Mahbub Junadi (2017, hal. 54) ia berpendapat bahwa manusia terdiri atas dua dimensi yaitu jasad dan ruh yang memiliki nilai-nilai kemanusiaan antara lain yaitu bahwa manusia itu fitrah (potensi-potensi berlaku baik), di samping potensi baik, manusia juga memiliki sifat buruk seperti kikir, bakhil, pembohong, pemarah (potensi nafsu), dan manusia adalah mahluk sosial.

             Kemudian manusia dalam pandangan Islam ialah mahluk ciptaan Allah Subhanahu wata'ala, manusia juga diciptakan untuk hablum min al-nas, dan yang paling penting bahwa manusia adalah mahluk terbatas (Siregar, 2017, hal. 50).

Adab

           Korelasi antara bahasan manusia dengan adab ini sangatlah tepat, sengaja penulis urutkan setelah bahasan mengenai manusia tadi karena hanya manusialah yang teridentifikasi memiliki adab. Lalu dari tadi banyak diutarakan mengenai adab, namun tahukah kita pengertian adab itu sendiri?

           Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adab diartikan yaitu kehalusan budi pekerti, kesopanan, dan akhlak. Pengertian secara etimologi oleh KBBI tersebut mendapat kritikan salah satunya oleh Jihad Wahda (2015, hal. 107) yang menyatakan bahwa pengertian tersebut belum menggunakan perspektif Islam dimana pemaknaannya sebenarnya lebih luas lagi.

           Sedangkan Ibnu Hajar al-Asqalaniy dalam kitabnya Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari yang disitir oleh Syarif Hidayat Busthami (2018, hal. 5) mengartikan adab ialah, "Segala perkara baik ucapan maupun perbuatan yang ditunjukkan dalam amal keseharian, dan sebagian ulama menggambarkan adab adalah diterapkannya akhlak yang mulia."

           Kemudian makna adab lainnya menurut Machfuddin Aladip (dalam Indra Fajar Nurdin, 2015, hal. 167) memiliki arti pengajaran kepada orang lain agar mempunyai budi pekerti yang baik, sehingga orang yang belajar tadi mempunyai budi pekerti yang baik, pendidikan jiwa dan akhlak, dan melatih kedisiplinan.

           Selanjutnya muncul sebuah pertanyaan, seberapa pentingkah adab bagi seseorang dalam kehidupan? Jawaban terbaiknya salah satunya diungkapkan oleh Al-Mikhlad bin Husain yang berpesan kepada Imam Ibnul Mubarak bahwa, "Kita jauh lebih membutuhkan banyaknya adab dibanding banyaknya hadits" (Hanafi, 2017, hal. 69).

Upaya Untuk Menjadi Manusia Beradab

           Sekelumit permasalahan yang menerpa khusunya bumi pertiwi dengan munculnya masalah adab manusia Indonesia perlu untuk segera diselesaikan sampai tuntas secara bertahap. Upaya-upaya tersebut sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh berbagai pihak, dalam paparan solusi untuk menjadi manusia beradab tersebut, penulis mengambil dua sudut pandang yaitu pendidikan dan Islam yang bersumber dari literatur sebagai berikut:

  1. Agar menjadi manusia beradab peran pendidikan amatlah penting sebagaimana yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara (dalam Inanna, 2018, hal. 29) bahwa pendidikan mengusahakan dengan berbagai upaya untuk menumbuhkembangkan seluruh potensi manusia termasuk memperhalus dan menguatkan adab;
  2. Dan yang kedua membangun manusia yang beradab haruslah dengan nilai-nilai ajaran Alquran. Nilai-nilai ajaran Alquran tersebut dijelaskan oleh Abdullah Darraz (dalam Tenny Sudjatnika, 2017, hal. 142--144) terdiri dari:
    • Nilai akhlak indvidu semisal menjaga nafsu, betutur kata lemah lembut, tidak pemarah, berlaku jujur, sabar, dan lain-lain;
    • Nilai akhlak dalam keluarga seperti birrul walidain, saling menghormati sesama anggota keluarga, menjauhi hal-hal yang dilarang oleh Allah dalam mengarungi kehidupan berkeluarga, dan lain-lain;
    • Nilai akhlak sosial yang terdiri dari larangan membunuh tanpa hak, memenuhi janji, menunaikan amanah, tidak menzalimi sesama masyarakat dan warga, dan lain-lain;
    • Nilai-nilai akhlak dalam negara semisal turut berpartisipasi dalam menjaga ketertiban umum, mengedepankan musyawarah, memenuhi kewajiban kepada negara, dan lain-lain; dan
    • Nilai-nilai akhlak kepada Allah dengan beribadah hanya kepada-Nya.

               Berbagai cara untuk menjadi manusia yang beradab sebagaimana yang telah dipaparkan panjang lebar di atas tersebut benar-benar secara serius dijalankan maka menurut penulis tidak ada lagi yang dizalimi dan terzalimi. Semuanya akan berada dalam keteraturan dengan penuh keberadaban untuk menggapai cita-cita menjadi Indonesia Maju di masa sekarang dan mendatang.

Adapun solusi yang diajukan oleh penulis untuk menjadi manusia beradab dapat diusulkan sebagai berikut:

  1. Sudah saatnya kita memfokuskan terhadap cita-cita para pendiri negeri ini untuk menjadi bangsa yang maju dan beradab dengan cara meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat dan kurang substantif;
  2. Cara pandang kita terhadap ilmu dan pengetahuan haruslah tidak dikotomikan bahkan dianak tirikan lagi peranan dari nilai-nilai ajaran Islam. Sebagai sebuah alternatif, penulis usulkan harus terintegrasinya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan pelajaran lain konteksnya di Indonesia;
  3. Mengusulkan mata pelajaran PAI sebagai leading dalam mengislamisasikan sains dan pengetahuan. Selaras dengan konsep yang dicetuskan oleh Prof. SMN Al-Attas dalam pembahasan di awal.

Kesimpulan

            Dan itulah beberapa ide serta gagasakan yang dapat penulis utarakan selaku generasi milenial zaman now untuk turut menyumbangkan sumbangsih setidaknya dengan ikhtiar fikriah melalui tulisan ini.

            Konsep yang dicetuskan oleh Prof. Syeid Naquib Al-Attas sebenarnya berangkat dari keprihatinan beliau terhadap umat Islam saat ini. Suprerioritas bangsa Barat yang menghegemoni sains dan pengetahuan dengan cara memisahkan nilai agama dalam keberjalanannya telah membutakan cara pandang muslim itu sendiri dalam melihat ilmu.

            Tidak dapat dikatakan seseorang yang memiliki kapasitas sebagai seorang ilmuan kalau ia belum mencerminkan nilai-nilai adab dalam tingkah laku dan ucapannya. Terjadinya kemerosotan akhlak manusia saat ini sebagai akibat pandangan sekuler dan liberal yang menggeliat pada tubuh umat dengan memandang segala-galanya harus dengan kacamata rasional, dan lupa serta menafikan hal metafisik yaitu keimanan kepada Tuhan dalam sains. Apabila itu terus terjadi maka itulah yang dinamakan loss of adab menurut beliau Prof. SMN Al-Attas. Adapun ajuan solusi dari beliau adalah perlu dikembalikannya lagi nilai-nilai Islam dengan cara tidak mendikotomikan antara ilmu sains dan agama, melainkan sains harus dilandasi dengan ajaran-ajaran Ilahiah.

Daftar Pustaka

Akhmad Hasan Saleh. (2020). Permasalahan Bangsa Dalam Perspektif Adab Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Al-Aqidah: Jurnal Ilmu Aqidah dan Filsafat, 12(1), 29--47.

Azanella, L. A. (2021). Kisruh Partai Demokrat: KLB, Sikap Presiden Jokowi, hingga Upaya AHY. [Online].

Busthami, S. H. (2018). Pendidikan Berbasis Adab Menurut A.Hassan. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 15(1), 1--18.

Hakim, M. N. dan L. (2020). Pemikiran Islam Modern Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 22(1), 73--84.

Hanafi. (2017). Urgensi Pendidikan Adab Dalam Islam. SAINTIFIKA ISLAMICA: Jurnal Kajian Keislaman, 4(1), 59--78.  

Inanna. (2018). Peran Pendidikan Dalam Membangun Karakter Bangsa Yang Bermoral. JEKPEND: Jurnal Ekonomi dan Pendidikan, 1(1), 27--33.

Junadi, M. (2017). Manusia dalam Berbagai Perspektif. DAR EL-ILMI: Jurnal Studi Keagamaan, Pendidikan, dan Humaniora, 4(1), 35--55.  

Muhammad Ardiansyah, Didin Hafidhuddin, Endin Mujahidin,  dan N. S. (2019). The Concept of Adb by Syed Muhammad Naquib al-Attas and Its Relevance to Education in Indonesia. Ibn Khaldun Journal of Social Science, 1(1), 52--63.

Nurdin, I. F. (2015). Perbandingan Konsep Adab Menurut Ibn Hajar Al-'Asqalany dengan Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia. Jurnal Pendidikan Islam, 4(1), 159--187.

Ramadhan. (2021). Frasa Agama Hilang dari Draf Peta Jalan Pendidikan, Ada Apa?. [Online].

Siregar, E. (2017). Hakikat Manusia (Tela'ah Istilah Manusia Versi Al-Qur'an dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam). Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid, 20(2), 44--61.

Sudjatnika, T. (2017). Nilai-nilai Karakter Yang Membangun Peradaban Manusia. Al-Tsaqafa: Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, 14(1), 133--146.

Suriani. (2014). Din Menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas [UIN SUSKA Riau]. Dalam Skripsi.

Sya'bani, M. A. Y. (2014). Pemikiran Syed Muhammad Naquib Al-Attas Tentang Pendidikan Islam. Tamaddun: Jurnal Pendidikan dan Pemikiran Keagamaan, 10(2), 1--29.

Toha Machsun. (2016). Pendidikan Adab, Kunci Sukses Pendidikan. El-Banat: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam, 6(2), 224.

Wahda, J. (2015). Sistem pendidikan nasional indonesia tidak mengenal "adab" jihad wafda. Tawazun: Jurnal Pendidikan Islam, 8(1), 103--116.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun