Ibu meraih gagang sapu lalu bertemu si Manis
"Pergi jangan muntah di sini, kucing jorok!"
Si Manis memandang wajah ibu, lidahnya terjulur.
"Hei kau tidak mendengarkanku? Ayo pergi sebelum ku ...."
Ibu belum lagi menuntaskan tantangannya, sepasang sayap telah tertarik ke sepetak tanah tak jauh dari kaki si Manis, juga parit kecil yang mepet di sebelahnya. Disana, ibu melihat genangan cairan berwarna kuning, butiran-butiran nasi, potongan-potongan telur dadar, daun-daun sawi, gumpalan jumlahnya banyak....... banyak sekali, tampak benda-benda itu belum lama ada di sana.
Ibu ternganga, terbeliak, saat menolehkan kepala baru disadarinya si Manis telah raib, entah kapan saja kucing itu beranjak dari situ, ibu menoleh lagi pada genangan kotoran dan parit yang tersumbat, seketika teringat ia akan menu sarapan yang di siapkan kemarin pagi.
****
Wajah itu datang lagi menatap Diandra yang masih terpejam, masih memeluk foto Riski, jugas guntingan formulir dari majalah. Hanya kali ini gadis itu benar-benar pulas, saking pulasnya hingga gelombang dadanya pun tiada, aliran darah segar yang juga merona, juga tiada.
wajah itu tak lagi tampak letih, putus asa dan memohon balas. Ia tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H